PADA mulanya adalah sepotong ujung jari. Itulah yang membawa pada penangkapan atas 17 anggota komplotan teroris yang sekarang berada dalam penjara Kuwait. Ke-17 orang itulah yang sekarang dituntut pembebasannya oleh para pembajak pesawat Kuwait Alrhnes. Ujung jari itu, bersama dengan potongan-potongan badan lainnya, ditemukan di antara reruntuhan gedung kedubes Amerika. Pada hari itu, 12 Desember 1983, bangunan itu diseruduk oleh sebuah truk bermuatan bom. Pelacakan sidik jari mengungkapkan bahwa pengendara truk yang ber-kamikaze itu tak lain dari Raad Meftel Ajeel, 25 tahun. Penyelidikan selanjutnya menunjukkan pengeboman itu mengarah ke berbagai organisasi radikal yang berpusat di Irak, Iran, dan Libanon. Akhirnya, tertangkaplah ke-17 orang ltu, yang ternyata sebaglan besar anggota Al-Dawa. Al-Dawa Al-lsiami didirikan di Najef, Irak, pada 1960-an. Inilah kota suci bagi kaum Syiah Irak, di samping pusat studi teologi Islam. P1ada tahuntahun itu Ayatullah Khomeini yang terusir oleh pemerintahan Syah Iran terpaksa menyingkir ke sana. Di kota itu pula muncul seorang filsuf dan penulis Syiah muda yang bernama Said Mohammed Baquir Sadr. Oleh karena pendirian-pendiriannya yang radikal dan Ol gani sasi yang didirikannya dianggap mengganggu ketertiban oleh pemerintahan Saddam Hussein, Sadr ditangkap, organisasinya dilarang. Pada 1980 bersama dengan seorang saudara perempuannya dan beberapa ulama Syiah dari Najef ia dihukum mati. Banyak kemudian anggota Al-Dawa melarikan diri ke Iran. Di tahun Sadr dihuhum mati itulah Raad Ajeel dan saudaranya, Saad Ajeel, dijatuhi hukuman mati di Baghdad. Mereka terbukti terlibat dalam aksi penggranatan kantor polisi Irak. Saad akhirnya digantung mati. Tapi Raad, entah dengan cara bagaimana, lolos, dan lari ke Iran, bergabung dengan anggota Al-Dawa yang lain. Dari negeri Ayatullah inilah teror ke Kuwait direncanakan. Sebagaimana gerakan teror, 22 orang yang akan beroperasi di Kuwait tak kenal satu dengan yang lain. Raad mendapat tugas menyediakan kendaraan. Ia masuk ke Kuwait dengan nama Badran, bekerja sebagai sopiI pada sebuah perusahaan milik Sultan Kuwait, dua bulan sebelum aksi dilancarkan. Raad alaias Badran ditugasi menjadi penghubung. Dia juga yang bertanggung jawab tersedianya kendaraan guna mengangkuti bahan peledak dan senjata. Pada 11 Desember 1983 malam delapan kendaraan telah terparkir rapi dekat tempat-tempat sasaran, penuh bahan peledak yang siap diledakkan esok harinya. Antara lain sebuah truh milik General Motors, yang seharusnya diparkir beberapa meter dan kedubes AS di Kuwait. Tapi Raad yang ditugasi memarkirnya, ternyata nekat. Ia tak menghidupkan pengatur waktunya. Raad merencanakan meledakkan bom-bom di truknya dengan cara menabrakkannya ke gedung kedutaan. Ia memutuskan untuk mati. Siapa tahu, Raad ingin melampiaskan dendamnya: saudaranya mati diantun oleh Irak. Truk memang meledak, bersama Raad. Tapi tak sedahsyat yang diduga. Hanya 10 dari 45 bom yang diangkut meledak. Dan dari sepotong jarinyalah teman-temannya lalu tetangkap. A.D.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini