PERISIWA-peristiwa di Iran belakangan ini tampaknya memperjelas pemenang perebutan kekuasaan di sana. Setelah Ayatullah Montazeri disingkirkan. Jumat pekan lalu datang kejutan kedua dan masjid Universitas Teherar. Hashemi Rafsanjani, Ketua Majlis (Parlemen) yang juga merangkap sebagai panglima angkatan bersenjata Iran, yang berbicara di acara salat Jumat hari itu, mengatakan bahwa sebuah jaringan mata-mata Amerika di negaranya telah terbongkar. Rafsanjani menambahkan, sejumlah pemimpin militer, termasuk beberapa perwira senior angkatan laut Iran, telah ditangkap. Ia lalu bercerita, para pengkhianat negara itu mengakui antara lain telah membantu Amerika dengan memberi tahu Washington tentang sebuah kapal Iran yang memuat ranjau-ranjau beberapa tahun yang silam. Karena laporan mereka itulah, tuduhan Rafsanjani lagi, Amerika berhasil menengelamkan kapal itu. Amerika sendiri mengatakan, ia mengetahui muatan tersebut berkat keampuhan satelit mata-matanya. Cara CIA merekrut mereka -- menurut Rafsanjani dilakukan sejak Revolusi meletus, 1979 -- cukup unik. Mereka didekati pada waktu meminta visa di kedutaan besar AS di Jerman Barat dan Turki. Kemudian, ini masih tetap kata Rafsanjani, mereka dididik cara menggunakan sandi melalui radio. Konon, mereka dibayar 500 sampai 1.500 dolar AS sebulannya. Hal penangkapan itu kemungkinan besar benar. Bahkan berita tak resmi yang datang dari Iran mengatakan, mereka yang ditangkap termasuk juga beberapa admiral, komandan korps komunikasi, dan panglima pasukan terjun payung. Tapi soal tuduhan mata-rnata itu banyak pihak yang skeptis. Mereka yang skeptis ini menghubungkan ditangkapnya "mata-mata" dengan rivalitas di kalangan elite revolusioner Iran. Dengan kejatuhan dan kemungkinan ditahannya Ayatullah Hussein Ali Montazeri baru-baru ini, cukup alasan bagi Rafsanjani yang ingin menggantikan Khomeini untuk memperluas kekuasaannya sambil berusaha melenyapkan saingan-saingannya. Bisa disimpulkan, mereka yang ditangkap tak lain para perwira dalam angkatan bersenjata yang condong kepada Montazeri, yang menganut sikap lebih moderat. Montazeri antara lain mengkritik kebijaksanaan Khomeini melakukan perang melawan Irak selama delapan tahun, yang berakhir tanpa kemenangan. Dalam perang itu paling menderita adalah anggota angkatan perang. Yang mngerikan, adanya dugaan bahwa kemungkinan besar banyak di antara mereka yang dituduh mata-mata itu telah dihukum mati tanpa melalui proses pengadilan. Dan mereka yang belum dihukum, sebagaimana biasa, pasti akan muncul di layar televisi dan mengakui segala tuduhan. Biasanya mereka juga akan segera menemui ajal di muka regu tembak. Rasanya CIA selalu menjadi kambing hitam bila Iran memerlukan perhatian dunia, atau apabila ada pertengkaran di antara mereka sendiri. Sinyalemen ini dibenarkan oleh Ahmed Madani, bekas menteri pertahanan pertama Republik Islam iran, dan bekas panglima AL. Madani, yang menyingkir ke Paris pada 1980 karena tak sepaham dengan Khomeini, mengatakan bahwa ia tak percaya kalau CIA punya jaringan mata-mata yang begitu kuat di Iran setelah 1979. Ia lebih-lebih lagi tak percaya karena dikatakan kelompok spion itu beroperasi di kalangan angkatan bersenjata. Drama spionase itu sebaliknya menunjukkan bahwa persaingan antarkelompok untuk merebut kedudukan sebagai pewaris kepemimpinan Ayatullah Khomeini makin terbuka saja," kata Madani. Rerevolusioner di Iran memang sedang mengalami krisis, sehubungan dengan makin uzurnya Imam Khomeini. Dan sebagai akibat perang dengan Irak yang tak ketahuan manfaatnya, ditambah adanya pertentangan intern untuk mementukan siapa yang menjadi penerus Khomeini, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah makin menipis. Dalam keadaan demikian, pemerintah revolusioner mana pun biasanya lalu mencari musuh di luar negeri. Dengan menciptakan ancaman itulah diharapkan rakyat kembali mendukung mereka. Tapi sampai kapan rakyat bisa dibohongi?ADN (Jakarta) & Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini