SETELAH enam jam bersitegang dengan 10 juta pelayat yang histeris di pemakanan Behesh-e Zahra, baru jenazah Ayatullah Ruhollah Khomeini bisa diturunkan ke liang lahad. Di hari pemakaman itu, Selasa pekan lalu, sekitar satu peleton anggota Garda Revolusi Iran berdiri di atas sembilan peti kemas yang ditaruh mengelilingi kuburan sang Imam. Peti-peti kemas itu sengaja ditaruh untuk membendung lautan manusia yang ingin memberikan penghormatan terakhir kepada Khomeini, 86 tahun, yang wafat karena serangan jantung dua hari sebelumnya. Presiden Ali Khamenei, yang di hari pemakaman tak bisa menyentuh peti jenazah, baru esoknya berlutut di tepi makam Khomeini untuk mengucapkan sumpah. Orang kuat Iran itu, yang disepakati para mullah sebagai Imam baru, bersumpah akan tetap membawa Iran di jalur Revolusi Islam. Pernyataan itu, yang senada dengan wasiat Almarhum, diulangi oleh Khamenei pada acara tahlilan di masjid Universitas Teheran, Kamis lalu. Khomeini, selaku pemimpin politik dan spiritual Iran, berwasiat tentang perlunya mempertahankan filosofi Islam baik di dunia Timur maupun Barat. "Hal itu akan menghapus ketergantungan negara-negara Islam pada negara-negara superkuat," tulisnya. Tapi surat wasiat itu, yang dibacakan di depan parlemen, Senin minggu lalu, sempat menimbulkan spekulasi di berbagai pihak. Karena dalam surat wasiat itu tak tertera satu nama pun yang ditunjuk Khomeini sebagai penggantinya. Keraguan itu baru terhapus setelah Khamenei meraih suara mayoritas dari 80 anggota Majelis Ahli Agama, yang bersidang selama delapan sehari setelah Khomeini wafat. "Kami bersidang dengan pedoman dari Imam Khomeini yang memang menghendaki Ali Khamenei sebagai penggantinya," ujar Ketua Parlemen Iran, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani. Kebenaran keinginan sang Imam itu kemudian dikonfirmasikan Khamenei kepada putra Almarhum, Ahmad Khomeini. Jawaban Ahmad Khomeini, "Sejak kemarin Anda sudah jadi pemimpin kami. Saya mendukungnya dengan sepenuh hati." Ternyata, masih ada kalangan yang tak puas dengan penunjukan Khamenei itu. Mereka mempersoalkan gelar Khamenei yang baru pada tingkatan hojatolislam dua tingkat di bawah kedudukan ayatullah uzma (marja). Alasan mereka (sesuai dengan konstitusi Iran): Pemimpin spiritual Iran haruslah seorang ayatullah uzma yang memiliki kekuasaan tak terbatas karena kedudukannya sebagai utusan Allah. Menanggapi ketidakpuasan itu, Rafsanjani menunjuk surat Khomeini tertanggal 29 April 1989, yang ditujukan kepadanya selaku Ketua Panitia Perombakan Konstitusi. Dalam surat itu Khomeini menyebutkan, "Seorang pemimpin tidak harus berasal dari marja. Seorang mujtahid (ahli fikih dan Quran) yang ditunjuk parlemen pun dapat menjadi pemimpin tertinggi. Perintahnya harus dipatuhi semua pihak," tulis Khomeini seperti dituturkan kembali oleh Rafsanjani. Dengan adanya surat Khomeini kepada Rafsanjani itu, kesangsian atas kepemimpinan Khamenei, yang cuma seorang mujtahid, pun terjawab. Maka, secara otomatis semua perintah Khamenei harus ditaati segenap rakyat Iran, termasuk golongan ayatullah uzma. Terpilihnya Khamenei sebagai imam baru sekaligus mempermulus jalan bagi kelompok moderat memerintah Iran. Tanda-tanda itu sudah terlihat ketika Khamenei dalam sebuah pernyataan yang dikumandangkan Radio Teheran menekankan agar Rafsanjani tetap menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Iran. Tak lama kemudian, dalam sebuah konperensi pers dengan 300 wartawan asing di Teheran, Rafsanjani menjelaskan kebijaksanaan Pemerintah Iran. "Kami ingin menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara Barat dan Timur," ujar Rafsaniani seraya membetulkan letak toto Khamenei di mejanya. Mengenai masalah dalam negeri, Rafsanjani yang akan mencalonkan diri sebagai kepala negara pada pemilihan presiden, Agustus depan, menegaskan bahwa Pemerintah Iran menempatkan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama. Untuk pembangunan ekonomi itu Iran diperkirakan memerlukan suntikan dana US$ 300 milyar. Pernyataan Rafsanjani itu disambut Khamenei dengan mengimbau seluruh rakyatnya agar tak terpengaruh oleh aksi penurunan produksi yang dilakukan oleh segelintir golongan. "Hal itu berlawanan dengan tujuan revolusi dan bertentangan dengan kepentingan umum," kata Khamenei. Sikap yang dicanangkan kedua tokoh kelompok moderat itu membuat harapan rakyat Iran, yang sudah jenuh diimpit krisis ekonomi selama delapan tahun, kembali hidup. Harapan itu tecermin dari keputusan Hadi Manafi, 38 tahun, insinyur sipil yang hampir satu dekade bekerja serabutan, membatalkan rencana untuk hijrah ke luar negeri. "Saya benar-benar berharap penguasa baru Iran bakal membawa perubahan di negeri ini," tutur Manafi. Tanda-tanda mengenai tersisihnya kelompok konservatif, yang selama ini berpengaruh besar di Iran, mulai terlihat ketika beberapa tokoh konservatif tak lagi berada di urutan terdepan pada sembahyang Jumat, pekan lalu. Menteri Dalam Negeri Ali Akbar Mohtashemi, misalnya, siang itu duduk pada saf ketiga. Di antara mereka, yang masih duduk di deretan pertama bersama orang-orang moderat, tinggal Perdana Menteri Hussein-Mousavi. Mousavi, yang dikenal sebagai tokoh garis keras, mungkin akan kehilangan jabatan pula bila rancangan konstitusi baru Iran disahkan dalam referendum yang diadakan bersamaan waktunya dengan pemilihan presiden. Rancangan konstitusi baru hasil godokan 25 dari 83 anggota Dewan Ahli (Majelis Khubregan), yang dipilih langsung oleh Khomeini, tampak lebih pragmatis. Pada rancangan itu disebutkan, antara lain, presiden akan berfungsi penuh sebagai eksekutif negara. Jabatan perdana menteri dihapuskan. Peran parlemen sebagai lembaga legislatif juga akan ditingkatkan. Lembaga Dewan Ahli (Majelis Khubregan) dan Dewan Perwalian (Syura-e-Nigahban) yang banyak mempengaruhi jalan politik di Iran tetap dipertahankan. Adapun tokoh yang dipandang tepat oleh sebagian besar ulama untuk menjadi presiden dengan kekuasaan sebagaimana tertera dalam rancangan konstitusi baru Iran tampaknya Rafsanjani. Ia bahkan muncul sebagai calon tunggal dari dua kelompok ulama paling berpengaruh di Iran -- kelompok ulama moderat progresif (Ruhaniyyun-i-Mubarriz dan kelompok ulama konservatif radikal (Ruhaniyaat-i-Mubarriz).Sharif Imam Jomeh (Teheran) & Didi P. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini