Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERLIN - Jerman memicu kemarahan Cina setelah surat kabar besar di Berlin mengajukan tagihan sebesar 130 miliar euro (sekitar Rp 2.191 triliun). Tagihan tersebut dianggap sebagai utang Beijing terhadap Berlin akibat dampak pandemi virus corona atau Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tabloid Bild di Jerman, surat kabar yang banyak dibaca di Eropa, menerbitkan daftar "faktur" penagihan untuk Beijing. Daftar ini mencakup 27 miliar euro (sekitar Rp 455 triliun) untuk hilangnya pendapatan pariwisata, 7,2 miliar euro (sekitar Rp 121 triliun) untuk industri film Jerman, 1 juta euro (sekitar Rp 16 miliar) per jam untuk maskapai penerbangan Jerman Lufthansa, serta 50 miliar euro (sekitar Rp 842 triliun) untuk bisnis dan usaha kecil Jerman. Bild juga menghitung jumlah tersebut mencapai 1.784 euro (sekitar Rp 30 juta) per orang jika produk domestik bruto (PDB) Jerman turun 4,2 persen. Pemberitaan Bild tersebut berjudul "What China Owe Us".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat terbuka kepada Presiden Cina Xi Jinping, tabloid itu menulis bahwa pemerintah Cina dan para ilmuwannya sudah lama mengetahui bahwa virus corona sangat menular. "Namun Anda (Presiden Xi) meninggalkan dunia dalam kegelapan tentang hal itu," demikian isi surat Bild, seperti dilansir ABC.NET, kemarin. "Pakar top Anda tidak merespons ketika para peneliti Barat bertanya apa yang sedang terjadi di Wuhan."
Cina menanggapi surat itu dengan mengklaim bahwa faktur dan pemberitaan tersebut membangkitkan xenofobia dan nasionalisme.
Pemimpin redaksi Bild, Julian Reichelt, membantah kritik tersebut. Dia mengatakan: "Kami bertanya dalam surat kabar kami, Bild, apakah Cina harus membayar kerusakan ekonomi yang ditimbulkan oleh virus corona di seluruh dunia? Anda terlalu bangga dan terlalu nasionalistis untuk mengatakan hal sebenarnya, yang merupakan aib nasional."
Gugatan terhadap Cina juga diajukan warga Amerika. Ribuan warga Florida, Amerika Serikat, dilaporkan menandatangani gugatan perwakilan atau class action. Mereka menuntut ganti rugi dari pemerintah Cina atas dampak kerusakan Covid-19. Menurut pernyataan dari kantor hukum Berman Law Group, yang bermarkas di Miami, gugatan itu diajukan dengan meminta ganti rugi miliaran dolar. Ganti rugi itu diperuntukkan bagi mereka yang mengalami kerugian secara pribadi, kematian akibat kelalaian, kerusakan properti, dan kerusakan lainnya karena kegagalan pemerintah Cina menangani virus corona, padahal seharusnya bisa dihentikan pada tahap awal.
Jumlah korban akibat virus corona di Amerika saat ini merupakan yang terbesar. Lebih dari 740 ribu orang terinfeksi dengan lebih dari 41 ribu kematian. "Tuntutan kami ditujukan kepada mereka yang secara fisik terluka akibat terjangkit virus," demikian laporan Voice of America, mengutip juru bicara Berman Law Group. Lebih dari 5.000 orang Amerika disebutkan telah bergabung dengan gugatan class action ini pada akhir Maret lalu.
Gugatan seperti ini diajukan secara terpisah oleh sekelompok pebisnis lokal di Las Vegas. Mereka menuntut ganti rugi miliaran dolar akibat dampak virus corona terhadap lima bisnis lokal. Menurut gugatan tersebut, pemerintah Cina seharusnya berbagi lebih banyak informasi tentang virus, tapi mereka justru mengintimidasi dokter, ilmuwan, jurnalis, dan pengacara sambil membiarkan penyakit pernapasan Covid-19 terus menyebar.
Beberapa waktu lalu, Henry Jackson Society, lembaga kajian konservatif yang berbasis di London, berpendapat bahwa kelompok negara G7 dapat menuntut Tiongkok sebesar US$ 6,3 triliun. Presiden Amerika Donald Trump pada pekan lalu memperingatkan Cina bahwa negara itu harus menghadapi konsekuensi jika secara sadar bertanggung jawab atas terjadinya pandemi corona. Trump mengkritik Cina karena pandemi ini seharusnya bisa dihentikan di Cina.
Menanggapi hal itu, pemerintah Cina berulang kali membantah bahwa negara tersebut menekan informasi pada awal krisis virus corona. Cina mengatakan segera melaporkan wabah itu ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menegaskan bahwa pada masa kritis, saat warga dunia memerangi pandemi, dukungan terhadap WHO merupakan langkah untuk menjaga filosofi dan prinsip multilateralisme. Wang menyampaikan hal tersebut melalui sambungan telepon dengan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. "Dukungan kepada WHO juga bermakna menyelamatkan PBB dalam menjalankan perannya mempertahankan solidaritas internasional saat menghadapi pandemi," ujar Wang, seperti dilansir Xinhua. EXPRESS | ABC.NET | AL ARABIYA | SUKMA LOPPIES
Ramai-ramai Menuntut Cina Bayar Kerugian
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo