UANG siapakah di belakang Ayatullah Khomeiny selama ia hidup di
luar negeri? Sang ayatullah berkata, kepada TEMPO, dengan
suaranya yang pelan: "Kami hidup sederhana dari zakat rakyat
Iran."
Beratus tahun lamanya di Iran kaum ulama memang menerima bagian
dari sumbangan masyarakat. Agama sendiri menentukan bahwa
sedekah selain harus diberikan kepada fakir miskin juga untuk
para amil (yang mengurus zakat), dan bagi mereka yang "berjihad
di jalan Allah." Tokoh seperti Khomeiny dengan mudah bisa
disebut sebagai yang tengah berjihad. Para ulama lain sebelum
pergolakan mungkin punya fungsi sebagai amil atau hidup sebagai
guru agama.
Dan di Iran, penyumbang terbesar untuk kehidupan agama adalah
kaum bazaari. Mereka, para saudagar yang hidup dan bertoko di
lorong-lorong kuno yang eksotis itu, berkaitan erat dengan nadi
ekonomi tradisionil Iran. Kedudukan mereka cukup kuat. Di
Teheran misalnya, bazaar yang sekitar dua abad yang lalu muncul
hanya dalam bentuk pos perdagangan yang berdinding lempung, kini
sudah seluas 10 Km persegi. Hampir seluruh wilayah ini diberi
atap, dan di dalamnya terjalin liku-liku jalan yang tak tertera
dalam peta, gang-gang sempit yang merangkaikan sekitar 60.000
toko. Di situlah para turis bisa belanja sambil menawar. Di situ
juga pemiliknya hidup.
Dari luar, mereka seperti orang bersahaja. Tapi ikatan
tradisionil mereka -- antara toko, antar blok bahkan antar-kota
-- sungguh kuat, karena persamaan suku, agama, keluarga dan
kepentingan dagang. Dalam saat gawat, ikatan itu menghasilkan
suatu persatuan yang melebihi kamar dagang modern yang paling
efisien sekalipun. Dan sebagaimana dikemukakan oleh beberapa
ahli ekonomi dan politik, kaum bazaari inilah sebenarnya yang
kini melancarkan revolusi melawan Shah. Selain semangat agama,
pergolakan Iran punya alasan ekonomi yang panas.
Dua ahli ekonomi Iran yang tinggal di Paris, Berrouz Montazami
dan Khosrow Naraghi, dalam sebuah tulisan untuk Le Monde
Diplomatique Desember yang lalu misalnya mengemukakan hal itu.
Sudah sejak tahun 60-an kaum bazaari terpojok. Politik "pintu
tertutup" tahun 50-an, zaman nasionalisme Mossadegh, sudah
diganti dengan "pintu terbuka". Minyak Iran, oleh Shah
diintegrasikan kembali ke dalam perekonomian internasional. Uang
yang mengalir masuk, datangnya modal asing dan tumbuhnya
industri barang pengganti impor -- itu semua melahirkan
gelombang perdagangan yang terlampau besa buat kapasitas
organisasi ekonomi bazaar. Saudagar tradisionil itu tersisih.
Ketidak-puasan mereka inilah yang berkumandang, bergabung dengan
kekesalan kaum ulama. Dengan data yang berbeda, hal yang sama
juga diuraikan seorang ahli ilmu politik yang tak mau disebut
namanya kepada wartawan Don A. Schanche dari Los Angeles Times
pekan lalu. Berlainan dengan analisa Montazami dan Nuraghi, yang
menggunakan data dari tahun 60-an, ahli politik Amerika yang
tengah melakukan riset di Iran ini menunjukkan bahwa sebenarnya
kaum bazaari Iran cukup makmur. Seorang pembuat sepatu di
Teheran yang dari luar nampak kelas bulu, pabrik sepatunya
ternyata punya buruh ratusan orang -- dan ia juga punya saham
jutaan dollar di bidang industri.
Meskipun begitu, ada sebab kaum bazaari marah. Mereka marah
karena Shah Iran semenjak 1977 memotong sumbangan pemerintah
buat kaum ayatullah, dari $ 80 juta jadi $ 30 juta. Pemerintah
memang menghadapi defisit, setelah berbelanja seperti orang tak
sabar untuk industrialisasi, modernisasi dan persenjataan. Tapi
kaum bazaari yang sumbangannya buat para ayatullah 4 kali lebih
besar ketimbang sumbangan pemerintah, tentu tak mau mengerti.
Apalagi industrialisasi dan modernisasi Shah tak selalu
menguntungkan mereka. Dari milyar dan dollar uang minyak yang
digunakan Shah untuk membangun proyek besar, mereka tak merasa
cukup kebagian. Impor baja dan semen dilakukan oleh oknum-oknum
yang jadi favorit pejabat. Kaum bazaari, yang takut melanggar
ajaran agama untuk menyogok, kalah bersaing. Kemudian mereka
terpukul oleh tindakan pemerintah lain diadakannya pengawasan
harga. Para saudagar ini, yang ingin memperoleh laba besar,
membangkang. Akibatnya, menurut majalah Jerman Der Spiegel,
pernah 250.000 pemilik toko ditahan dan didenda. Ada 8000 yang
dihukum penjara, umumnya setahun.
Puncak kemarahan mereka ialah waktu Shah punya rencana besar
yang lain: membuat jalan raya 8 j21ur, menerobos pusat bazaar
Teheran, guna mengatasi kemacetan lalu-lintas. Maka kaum
bazaari, yang punya dana cukup, punya persatuan kokoh serta
berhubungan dekat dengan para ayatullah, tak ayal lagi bisa
meledakkan satu revolusi. Kata Haji Mahmoud Manya, pemimpin kaum
bazaari yang selama ini menggerakkan demonstrasi: "Jika
perjuangan Islam di Iran ibarat sebatang tubuh, maka bazaar
adalah matanya dan industri minyak jantungnya."
Dan mungkin kaum ayatullah adalah penyambung lidahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini