MINGGU ini vonis bagi I Putu Benum. Bekas kepala penjara
Denpasar (Bali) ini akan bebas atau harus masuk bui --
'menggantikan' dua narapidana yang kabur dari bui yang
diurusnya. Hakim Sof Larosa SH, Ketua Pengadilan Negeri
Denpasar, memimpin majelis hakim untuk memutuskan: Seberapa jauh
tanggungjawab kepala penjara ini atas minggatnya dua narapidana
asing, Donald dan David, dari penjara dan terus mabur ke luar
negeri?
Cerita menarik ini dimulai sejak dua tahun lalu. Untuk
penerbangan Singapura-Port Moresby, begitu dokumen resmi
menyebutkan, Kapten Pilot Donald Andrew Ahern alias Donald Tait,
48, berkebangsaan Inggeris, transit dengan pesawatnya di
lapangan terbang Ngurah Rai, Bali, 9 Agustus 1976. Dia ditemani
ahli mesin David Allan Riffe, 36, berkebangsaan Amerika Serikat.
Walaupun cuma mampir, begitu menurut petugas Bea Cukai,
kedatangan orang-orang ini tak luput dari pengawasan. Apalagi
Donald, kelihatannya, sengaja memarkir Cessna-nya jauh-jauh dari
mata petugas BC.
Benar saja. Dalam penyergapan singkat petugas BC membuktikan
kecurigaannya: 20 karung ganja (664,10 kg), dikeluarkan dari
perut pesawat bersama ratusan barang kerajinan perak dan
lukisan. Sukses bagi BC -- sehingga Menteri Keuangan memberi
penghargaan plagam dan uang kepada petugas yang menggerebek
Donald & David.
Rekening Koran
Pebruari 1977, pengadilan memutuskan menghukum Donald 17 tahun
penjara ditambah denda Rp 20 juta. David 7 tahun penjara dan
denda juga Rp 20 juta. Hakim Ketua Larosa menganggap kedua
terdakwanya tidak terbukti melakukan subversi karena mereka
tidak menurunkan dan menyelundupkan barang bawaannya di sini.
Hanya transit.
Penjara Denpasar, tempat yang ditentukan bagi Donald dan David
menjalani hukuman, memperlakukan narapidana asing ini secara
istimewa. Donald mendapat kamar khusus. Belakangan Dirjen Bina
Tuna Warga, Ibnu Susanto, menyatakan apa yang disebut kamar
khusus ternyata berada di luar tembok penjara. Yaitu di
lingkungan perumahan pejabat penjara dan dengan sendirinya tak
terjangkau oleh mata pengawal di menara pengawas.
Kelonggaran pengawalan memang sangat mengesankan narapidana
asing ini seperti lepas dari pengawasan. Kemudahan-kemudahan
juga diperoleh Donald secara berlebihan. Dia dapat ke luar-masuk
kamar khusus itu, kapan saja dia mau. Dia bebas makan di
restoran, belanja, menelepon ke luar negeri dari Kantor Telepon
sampai piknik ke Sanur, Kuta, Gianyar atau Besakih. Tugasnya
selama di bui enteng saja mengajar bahasa Inggeris bagi keluarga
pegawai penjara. Bahkan cuci pakaian pun dia boleh nitip kepada
narapidana lain.
Narapidana Donald ini juga berhasil mempunyai rekening koran di
bank. Rekeningnya itu dibuka berdasarkan surat pernyataan tidak
berkeberatan dari Direktur LP, I Putu Benum SH sendiri.
Berkali-kali ia membuka cek tanpa pernah diusut atau
sekurang-kurangnya dilaporkan kepada yang lebih berwenang dari
mana napi itu memperoleh uang banyak -- sedangkan uang di
kantongnya disita pengadilan?
David juga tak menderita di dalam bui. Dari LP Denpasar ia
dipindahkan ke LP Amplapura di Karangasem. Petugas di sana,
masih di bawah LP Denpasar, mendapat wanti-wanti dari Putu Benum
agar menjaga David baik-baik. Pesan itu sangat diindahkan.
Seperti juga rekannya di Denpasar, di sinipun David bebas
keluar-masuk penjara. Tugasnya hanya membetulkan mesin
penyosohan beras milik penjara.
Kategori B1
Kelonggaran dan kemudahan yang diperoleh kedua narapidana berat
ini, kategori B1, memang sangat menyolok. Sampai Kepala
Kepolisian RI Nusatenggara, 18 Mei 1977, perlu memperingatkan
Kepala Penjara, I Putu Benum: Donald adalah terhukum perkara
narkotika yang didalangi suatu sindikat internasional yang
tengah dalam penyelidikan.
Donald dan David tak usah lama menunggu hari pembebasan di sini.
Penjara yang tak pernah mengurungnya itu hanya dihuninya 5
bulan. Untuk urusan warisan, katanya, Putu Benum meninggalkan
penjara 9 Juli 1977, menuju Palu. Sehari kemudian, 10 Juli,
petugas penjara Denpasar kehilangan Donald dan Amplapura
ditinggalkan David juga.
Mula-mula keduanya dicari di sekitar Bali saja. Pada waktu
Donald dan David sudah sampai entah ke mana (lihat box), 11
Juli, penjara menyebarkan selebaran wanted bagi keduanya. Namun
sia-sia.
Siapa bertanggungjawab? Putu Benum punya alibi yang dianggapnya
cukup kuat ia tak berada dalam tugasnya ketika Donald dan David
kabur. Dia berharap, seperti dikemukakan dalam pembelaannya
kemudian, sipir-sipir bui yang bertugas ketika itulah yang harus
dimintai pertanggungjawaban. Tapi Laksusda, CPM dan Polri tetap
berat mengusut dia sebagai terdakwa.
Sejak Oktober tahun lalu Hakim Sof Larosa mengadilinya. Jaksa
menuduhnya untuk kejahatan subversi, sengaja melepaskan
narapidana dalam tindak pidana narkotika.
5 Tahun
Kesaksian umumnya memberatkan terdakwa. Seperti misalnya yang
dikemukakan Soeroso Hardiwinoto Kepala Bagian Keamanan LP
Denpasar. Orang ini ditugasi Benum untuk mengetik surat
pernyataan tidak berkeberatan bagi Donald menjadi nasabah bank.
Konsep surat dari Benum sendiri. Katanya, dia sudah pernah
mengingatkan atasannya hal yang demikian itu tidak lazim. Namun
dia juga akhirnya yang pernah bertugas menguangkan cek Donald
sebesar Rp 205 ribu. Untuk apa? Katanya untuk mendirikan rumah
sakit dan apotik.
Kesaksian Ibrahim Ali, menurut jaksa, juga memberatkan terdakwa.
Dia, katanya, didesak atasannya untuk segera mengeluarkan Donald
dari lingkup tembok penjara dan menempatkannya di kamar khusus.
Bagaimana dengan surat peringatan Kadapol? Putu Benum, katanya,
ringan saja menjawab: "Itu urusan intern kita."
I Nyoman Susanta, Pimpinan LP Amplapura, juga memperlakukan
David istimewa. Sebab dia sudah dipesan begitu oleh atasannya.
Putu Benum memang tak terbukti tersangkut urusan narkotika.
"Demikian secara jujur harus kami akui," kata jaksa sambil
mencabut tuduhannya sendiri. Namun serangkaian perbuatannya tadi
menurut jaksa telah berakibat serius merusak atau merongrong
kekuasaan negara atau kewibawaan pemerintah. Subversi. Untuk
itu, 30 Nopember lalu Jaksa I Gusti Gede Alit SH menuntutnya 5
tahun penjara.
Pembelaan Putu Benum merupakan pleidoi yang menarik. Dia
mempertanyakan: apakah kepergiannya ke Palu yang mengakibatkan
Donald dan David lari dari penjara? Kepergiannya, katanya,
seizin Kepala Kanwil Ditjen BTW, atasannya. Pun, segala sesuatu
yang menyangkut pekerjaannya, juga telah diserahkan kepada
bawahannya dengan satu nota dinas. "Penyerahan itu tidak kami
sertai pembatasan atau pengurangan wewenang apapun." Termasuk
uga wewenang mengawasi narapidana. Jadi kepergiannya harusnya
tidak mengurangi berfungsinya aparat keamanan yang ditinggalkan.
Dengan begitu Putu Benum berpendapat, dia punya alibi yang cukup
untuk bebas dari dakwaan. Pengawal dan petugas keamananlah yang
harus mempertanggungjawabkan kaburnya Donald dan David.
Penempatan di kamar khusus, katanya, bukan hal istimewa yang
hanya diterima Donald saja. Sebelum dia, bahkan sebelum Putu
Benum sendiri duduk sebagai Kepala Penjara Denpasar, telah
banyak narapidana ditempatkan di sana. Sedangkan keleluasaan
Donald ke luar-masuk penjara, tanggungjawab bawahannya misalnya
Kabag Keamanan.
Sedangkan pembelanya, Azhar Achmad SH dari Jakarta, berpendapat
tuduhan kepada kliennya itu hanyalah untuk mencari kambing hitam
saja. Sebab bagaimana pun keberhasilan Donald dan David
meninggalkan bui kemudian lolos dari Bali dan terbang ke luar
negeri, katanya, tentu harus ada yang disalahkan. Mengapa Putu
Benum yang harus bertanggungjawab -- sementara ia tak berada di
tempat waktu narapidana asing itu kabur?
Minggatnya Donald dan David, menurut pembela ini, menyangkut
kelalaian seluruh aparat keamanan di Bali. Misalnya, "kalau
sekiranya pengawasan petugas imigrasi cukup ketat, biar
bagaimana pun Donald dan David tak akan bisa lari dari Indonesia
melalui pelabuhan resmi," begitu tuduh Azhar. Biarlah Hakim
Larosa yang menimbang dan memutuskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini