Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Revolusi yang mana, Imam ?

Industrialisasi gaya syah akan ditinggalkan. kegiatan pertanian akan dapat perhatian khusus dan kaum bazaari ingin ekonomi liberal. konsepsi perekonomian imam belum jelas. (ln)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Syah dengan industrialisasi kardus" jelas ditinggalkan. Dan kaum tani diperhatikan. Tapi kaum bazaari yang berjasa ingin ekonomi liberal, kekuatan kapitalis domestik. "Syab pergi, Iran akan jadi Iran yang baik ". -- Ayatollah Khomeini. TAPI Syah bukanlah hanya kotoran di kulit Iran. Ia terhapus, namun Iran tidak serta merta jadi "Iran yang baik". Omoi Bani N., 40 tahun, adalah ibu dari 8 anak. Enam di antaranya masih jadi tanggungannya. Suaminya lumpuh akibat kecelakaan kerja. Ia tinggal di sebuah daerah miskin yang rendah di bagian selatan Teheran. Tiap hari ia bangun jam 5 pagi dan tidur tengah malam, mencari pekerjaan. Biasanya itu mendapatkannya sewaktu-waktu, bila salah satu kenalannya berhalangan dan bisa ia gantikan. Dalam 6 bulan, ia beroleh 30.000 riyal. Salah seorang anak gadisnya jadi pelacur. Anak inilah yang mengiriminya uang penambah bekal hidup. "Saya tak takut lagi kini," katanya dengan airmata. Ketika ditanya tentang revolusi yang dipimpin Khomeini, ia menjawab "Revolusi yang mana?" Wartawan Ahmad Faroughy, yang menuliskan cerita itu dalam bulanan Perancis Le onl Diplomatique (Juni 1979), nampaknya juga seorang yang kecewa terhad:Ip hasil revolusi Khomeini. Tapi adilkah untuk kecewa? Sang ayatollah sendiri membela revolusinya dalam wawancaranya dengan wartawan wanita Oriana Fallaci September yang silam, dengan menyebutkan bahwa revolusi barulah berumur 6 bulan -- ibarat bayi yang belum bisa berbuat banyak. Memang berlebihan menuntut mukjizat biarpun dari sebuah revolusi yang memakai nama agama dan menyebut Allahu Akbar. Tapi toh di Iran kini orang menunggu arah yang lebih teratur dari Khomeini di bidang perekonomian. Dengan perginya Bazargan dari pemerintahan, makin jelas bahwa gerak Iran sangat tergantung pada ucapan ulama besar yang kini menerima panggilan "Imam" itu -- suatu gelar luarbiasa dalam sejarah Islam Syi'ah. AKAN dibawa kemanakah ekonomi Iran? Pertanyaan itu sangat penting bagi para pemegang pimpinan revolusi sendiri. Nampaknya jelas bahwa cara pembangunan gaya Syah akan ditinggalkan. Di masa Syah industrialisasi dijalankan, tapi yang terjadi sebenarnya struktur industrialisasi "kardus". Lambangnya adalah pabrik mobil General Motors (45% sahamnya dimiliki perusahaan Amerika itu), yang merakit mobil Cadillac ber-AC. Praktis semua unsurnya didatangkan dari luar negeri. Pasaran untuk industri serba perakitan semacam ini terbatas, dan dalam banyak hal dibikin-bikin. Kalangan yang kini berkuasa menghendaki lain. Sekitar paling sedikit 25% industri Iran dianggap tidak sehat, karena dasarnya bukan kebutuhan yang kokoh, dan akan ditiadakan. Teknologi akan diimpor bukan dari perusahaan multinasional yang padat-modal, melainkan dari negeri-negeri Eropa yang lebih kecil. Pertanian nampaknya akan dapat perhatian khusus. "Yang harus kita lakukan ialah menghidupkan kembali pertanian Iran," kata Ibrahim Yazdi, sewaktu ia masih wakil perdana menteri untuk urusan revolusi. "Itulah kunci pembangunan ekonomi kami. " Khomeini juga mengatakan bahwa konsentrasi pertama akan diletakkan di bidang pertanian. "Rezim Syah telah membiarkan pertanian negeri kami berantakan," katanya dalam satu wawancara. Iran yang pernah swa-sembada dalam pangan, di bawah Syah memang jadi importir kelas berat. Menurut penilaian para pengecamnya, Syah terlampau menekankan pertumbuhan pertanian yang diolah oleh perusahaan-perusahaan besar, pertanian kolektif atau agribisnis, yang meliputi 40% dari produksi. Sementara itu, 60% lainnya yang merupakan sumbangan para petani tak cukup dlgalakkan. Ternyata 15 tahun pertama sejak landr rm tahun 1962, produksi agraria paling tinggi 3% setahun -- di bawah angka kenaikan jumlah penduduk. Permintaan pun mendaki sampai 12% setahun di pertengahan 1970-an. Ini dipenuhi dengan impor yang kian banyak dan disubsidi secara besar-besaran. Dalam rencana pembangunan ke-5 dana untuk pertanian memang ditambah, tapi para petani pasif saja. Tak ada gerakan kaum tani yang menampung langkah-langkah pemerintah itu ke arah mobilisasi peningkatan produksi. Yang dipertaruhkan cuma aparat birokrasi. Di bawah pemerintahan baru, produksi pertanian memang masih nampak baik, mengatasi guncangan revolusi. Kebetulan cuaca membantu, dan sewaktu di pembuangan Ayatollah Khomeini telah menyerukan pada musim gugur yang silam agar para petani menanam sebanyak mungkin gandum. Sementara itu dekat sebelum Syah jatuh, Raja itu sempat menaikkan harga gandum dalam negeri sebesar 40%. Pemerintah baru melipatgandakan tindakan Syah itu, dan hasilnya kini sangat membantu keadaan pertanian. Namun peternakan guncang juga oleh revolusi. Sebelum revolusi 80% daging untuk Iran diproduksi dalam negeri. Kekacauan masa bergolak ternyata tak menyebabkan terjadi kekurangan daging, karena persediaan ternak yang ada disembelih. Namun tahun depan impor daging akan lebih banyak dilakukan, sebelum persediaan ternak dipulihkan kembali. Dewasa ini subsidi diberikan pemerintah untuk membatasi kenaikan harga daging impor. Hal ini berlaku di masa Syah untuk gandum. Pemerintah yang baru, sebelum produksi dalam negeri mencukupi, mungkin juga akan terpaksa melakukan hal yang sama -- dan bisa berakibat para petani terpukul lagi. Sementara ini yang benar terpukul ialah sektor industri. Memang ada industriawan, khususnya di bidang tekstil, yang dapat angin baik. Para pesaing yang kalang-kabut oleh revolusi tak bisa jadi pesaing lagi. Tapi di pabrik-pabrik lain para buruh mengambil alih perusahaan. Masalahnya kemudian: bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan kredit bila perusahaan itu harus meningkatkan produksinya yang baru kacau? Bahkan mereka yang optimis di kalangan pemerintah hanya berani menaksir bahwa perlu setahun untuk mengembalikan pabrik-pabrik dari kekacauan ini. Perusahaan konstruksi lebih parah lagi. Di masa Syah ini merupakan industri terbesar, yang mempekerjakan sekitar 1,2 juta orang -- atau hampir sepertiga dari seluruh jumlah pekerja di lingkungan pabrik. Kini sebagian besar dari 1,2 juta manusia itu menganggur. Di pabrik yang dikontrol buruh, gaji tetap dibayar --bahkan ada yang naik -- walaupun pekerjaan nihil. Tapi di bidang konstruksi, upah merosot dari 600 sampai 1.000 riyal pra-revolusi menjadi 500 riyal. Yang baik nasibnya ialah kaum bazaari, kaum pedagang tradisional di kota-kota, yang punya jasa besar dalam membiayai revolusi Islam. Sebelum revolusi, banyak di antara mereka yang kelas kakap, dan kini bukan mereka yang terpukul oleh perubahan politik-sebab mereka tidak memegang industri besar. Suara mereka dalam langkah pemhangunan pemerintah baru pasti akan berpengaruh. Arahnya nampaknya jelas ke arah suatu perekonomian liberal. MANIAN, sekretaris jenderal perhimpunan para pedagang di Teheran, mengatakan dalam suatu wawancara: "Pemerintah Islam yang baru harus menyerahkan sektor-sektor tertentu yang telah dinasionalisasi kepada sektor swasta, misalnya industri petrokimia." Katanya lebih tegas lagi "dalam Iran yang baru, hukum pasarlah -- tentang penawaran dan permintaan -- yang harus berlaku, tanpa campur tangan pemerintah." Ia menolak kapitalisme luar, tapi menganjurkan "ditumbuhkannya kekuatan kapitalisme domestik dan nasional. " Pendirian seperti ini tentu saja bertentangan dengan gagasan Mehdi Bazargan dan sekutu politiknya: salah satu dasar ideologi nasionalisme bagi mereka ialah penghargaan kepada peranan negara. Selama ini, sebelum berhenti, Bazargan mencoba seperti yang dilakukan di banyak negara berkembang yang bukan komunis: penggabungan dana publik dengan modal swasta, sementara sektor penting seperti minyak dan petrokimia dipegang negara. Sejauh ini, bentrokan pendapat dalam urusan ekonomi belum, terdengar. Bazargan mundur karena tak kuat lagi dicampurtangani orang-orang Khomeini, yang menilai dia "tak cukup revolusioner." Dan bagaimana pendirian kaum ulama? Konsepsi perekonomian Imam Khomeini umumnya dianggap belum jelas benar. Ia memang menganjurkan hidup yang sangat sederhana - dan ia sendiri menjalankannya. Ia mengecam kehidupan materiil, dan mengritik tajam "para pedagang yang menjual mahal." Ia menyerukan berdirinya "bank Islam" yang tanpa bunga, serta membagikan air dan listrik secara ratis kepada fakir miskin. Tapi bagaimana dengan itu Iran akan menggerakkan dana untuk investasi, mengatasi pengangguran dan merancang perkonomian umumnya? Semua masih jadi bahan pertanyaan. Mungkin pada akhirnya Khomeini juga akan ditentukan oleh grup yang saling bersaing di sekitarnya. Golongan kiri sudah pasti berada jauh di luar. Juga golongan Islam lain, misalnya kalangan Partai Republiken Rakyat Muslim (PRRM), yang dekat dengan Ayatollah Syariat Madari. Merasa bahwa dalam pemilu ang barusan -- waktu memilih "Majelis Para Ahli" -- tejadi kecurangan oleh para pengikut Khomeini, sebuah cabang PKI di Tabriz misalnya mengeluarkan pernyataan keras. Hanya karena rasa hormat kepada Syariat Madari -- yang mereka sebut "otoritas tertinggi dalam Islam Syi'ah" -- maka mereka diam. Dari sini mungkin dapat diduga suatu oposisi diam-diam bisa terjadi dari kalangan Islam lain terhadap Khomeini. Kecurangan yang dilakukan para pendukungnya yang tergabung dalam Partai Islam Republiken (PIR), sebagaimana disebut oleh majalah The Middle East September 1979, bahkan menyebabkan seorang pemimpin PIR di Tabriz mengundurkan diri. Pemilu ini, katanya "bertentangan dengan Islam dan Tuhan." Meski demikian, PIR toh hanya memperoleh 8,5 juta suara -- tak sebandin dengan 20,1 juta suara yang dulu diberikan rakyat Iran dalam referendum untuk Republik Islam. Tapi orang-orang Khomeini punya dasar untuk berada di puncak pimpinan revolusi. Popularitas Khomeini di tengah massa adalah satu modal. Sementara itu kekuasaan sang ayatollah kian diperkokoh dengan keputusan Majelis Para Ahli (beranggotakan 73 orang) yang baru dipilih belakangan, ini. Khomeini bukan saja dianggap "pemimpin spiritual dan politik tertinggi," tapi juga dapat memberhentikan presiden pilihan rakyat. Ia berhak memilih 6 orang ulama anggota dewan pengawas yang menelitl kerJa parlemen. Ia adalah wakil dari "Imam Zaman," Imam ke-12 dalam keyakinan Syi'ah yang mirip Ratu Adil. Dasar keputusan itu agaknya memang bermula dari perkembangan agama Islam Syi'ah di Iran, yang melahirkan hirarki keulamaan seperti itu. Juga dari kesimpulan Khomeini sendiri tentang apa yang disebut "pemerintahan Islam". Menurut Khomeini, republik Islam bukan berlandaskan atas perjanjian atau kesefakatan, melainkan suatu wujud keimanan. "Pemerintahan Islam bukanlah pemerintahan konstitusional di mana undang-undang tunduk kepada persetuuan person-person atau mayorltas," katanya. Ia sendiri menyangkal bahwa kekuaFaan yang demikian besar, yang tak bertanggungjawab kepada suara mayoritas itu, adalah kediktaturan. Alasannya, "karena rakyat mencintai ulama, mempercayai ulama dan ingin dibimbing oleh mereka TAPI kekuasaan yang begitu besar dan begitu terpusat di satu tempat, selalu mengundang intrik untuk berebut menjadi orang yang "terdekat". Dan di sekitar lmam Khomeini kini bergulat beberapa orang dan kelompok untuk memperoleh posisi itu. Saddeq Ghotbzadeh, yang menguasai Radio dan TV, misalnya tak segan-segan menggunakan media pemerintah itu untuk menyerang Menteri Dalam Negeri, yang kebetulan menantu Bazargan. Ayatollah Beheshti, wakil ketua Majelis Para Ahli dan tokoh PIR, disebut sebagai "Rasputin" oleh Ayatollah Montazeri. Terakhir dikabarkan Ibrahim Yazdi orang kepercayaan Khomeini yang pernah tinggal di AS -- dan isterinya pun masih tinggal di Texas -- diserang karena bertemu dengan penasihat Presiden Carter, Zbigniew Brzezinski, di Aljazair belum lama ini. Ia sebagai menteri luar negeri tiba-tiba digantikan oleh Bani Sadr, seorang yang pernah merumuskan sistem ekonomi Iran yang baru sebagai "Ekonomi Keselarasan Ilahi". Perpecahan, konflik, dan saling menyingkirkan akhirnya tak dapat dihindari. Khomeini sendiri mengak ini ketika ia akhir Oktober berbicara teng adanya "perpecahan". Ia menyesali mereka -- agaknya sejumlah anggota Dewan Revolusi yang pernah sangat berkuasa itu -- yang dalam Majelis Para Ahli tidak mendukung kepemimpinannya. Dalam hubungan dengan itulah ada dugaan bahwa peristiwa penyanderaan para diplomat AS yang belum berakhir kini hendak dipakai sebagai isyu pemersatu. Dan agaknya berhasil. Tapi sampai kapan? Sementara kedudukan Khomeini nampaknya masih akan terus -- mungkin lebih dari 6 bulan, tak seperti yang diramalkan bekas Perdana Menteri Syahpur Bakhtiar yang kini di Perancis -- jelas belum ada tanda-tanda konsolidasi para pemenang revolusi Iran. Apalagi menghadapi inflasi yang 30%, pengangguran yang hampir 2 juta orang, perekonomian yang darurat dan pengharapan-pengharapan besar yang biasa dari tiap kemenangan. Sementara itu konsepsi maupun sistem politik yang memadai untuk suatu konsolidasi tidak cukup terang dan tersedia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus