PERDANA Menteri Mehdi Bazargan telah berulang kali mengancam
akan berhenti bila campur tangan para ulama yang duduk dalam
Dewan Revolusi masih terus. Ayatollah Rohullah Khomeini selama
ini selalu mengabaikan ancamannya itu. Sedang campur tangan para
ulama dan perbedaan pendapat mereka ternyata semakin menajam.
Akhirnya terjadi krisis paling buruk dalam sejarah
pemerintahannya yang hanya berumur 9 bulan itu. Yaitu ketika
kelompok mahasiswa mengambil-alih kedutaan-besar Amerika Serikat
dan menyandera 60 pegawai di situ. Karena tindakan mahasiswa itu
mendapat dukungan para ulama, pemerintah Bazargan tidak bisa
berkutik. Sementara itu para mahasiswa dan ulama mengritik
pertemuan Bazargan dengan Zbignew Brzezinski, penasihat keamanan
Presiden Carter, di Aljazair. Hajatoleslam Ahmad Khomeini
putera Ayatollah Khomeini bahkan mengatakan bahwa Bazargan tidak
menceritakan pertemuan itu lebih dahulu kepada Ayatollah. Maka
Bazargan pekan lalu benar-benar mengundurkan diri. Mehdi
Bazargan, seorang insinyur dan pejuang hak-hak sipil itu pernah
di penjarakan selama 4 tahun oleh rejim Syah Iran. Dia lahir 73
tahun lalu dari keluarga bazaari (pedagang menengah) yang taat
dengan keislamannya. Tubuhnya terbilang kecil bila dibanding
dengan banyak orang Iran lainnya. Walaupun kepalanya botak, dia
keli hatan lebih muda 10 tahun dari umurnya.
Bazargan, yang juga pernah menjadi menteri dalam kabinet
Mossadegh, selalu menjembatani hubungan berbagai kelompok
oposisi pada masa rejim Syah Iran. Terkenal dinamis dia dekat
dengan kalangan agama, pedagang bahkan juga mahasiswa. Pernah
dia mengumandangkan perlunya kesadaran Islam dibangkitkan
kembali dalam suatu pidato di Universitas Teheran ketika Syah
masih berkuasa. Dengan kalangan sekular, dia juga mendapat
kepercayaan partai-partai di Front Nasional. Sebagai pemimpin
Partai Gerakan Pembebasan Iran yang berdasarkan Islam, Bazargan
jelas juga mendapat dukungan kalangan agama.
Namun sebelum diangkat sebagai perdana menteri oleh Khomeini,
Bazargan hampir tidak diperhitungkan oleh kalangan pengamat.
Kemunculannya pada permulaan revolusi Iran cukup mengagetkan
juga Dia hadir di kota suci Qom. Bersuara kemudian sebagai
seorang ulama, dia mengajak para hadirin berdoa. ia juga
mendampingi Ayatollah Shariatmadari dalam suatu wawancara di
Qom. Ketika berlangsung wawancara dengan Karim Sanjabi pemimpin
Front Nasional, Bazargan ikut pula mendampinginya. Bahkan ketika
para wartawan meliput bazaar di Teheran, Bazargan juga menonjol.
NEW York Times pada permulaan revolusi itu mengutip Bazargan
bahwa masjid dan pusat keagamaan merupakan tempat perlindungan
semua kekuatan, "tempat kita bertemu, berbicara, mempersiapkan,
mengorganisir dan tumbuh." Dia hari itu diinterpiu di rumahnya,
sebuah apartemen tingkat 9 yang masih ditandai sebuah lobang
besar, bekas ledakan bom yang dipasang Savak.
Tapi kemudian ternyata pemerintahan Bazargan -- yang selalu
disebutnya bersifat sementara -- tak berhasil mengatasi kelompok
revolusioner yang bertindak dengan hukum revolusi. Dalam
wawancaranya dengan Oriana Fallaci -- wartawan Italia -- seperti
yang dimuat New York Times akhir Oktober lalu, Bazargan
mengutarakan isi hatinya yang menyangkut pemerintahannya dan
hubungannya dengan Khomeini. Berikut ini sedikit kutipan dari
interpiu tersebut:
Fallaci: Tuan Perdana Menteri, ada sebuah kalimat yang sering
anda ucapkan: "Mereka meletakkan sebuah pisau di tangan saya,
tapi hanya pegangannya. Sementara orang lain memegang mata pisau
itu." Karena itu saya ingin bertanya, sejauh mana pentingnya
pemerintahan yang anda pimpin.
Bazargan itu pertanyaan yang bagus tak mudah untuk dijawab. Itu
sama dengan jika anda menanyai saya, "Siapa yang memegang
komando di Iran sekarang?" Jika saya katakan, saya yang
memegang komando, bnrang kali itu tidak benar jika saya katakan
Khomeini adalah satu-satunya pemegang komando, tidak tepat jika
saya katakan banyak orang yang memegang komando, itu tidak akan
jelas.
Kekuasaan saya jelas memang lemah. Sebagian karena revolusi,
yaitu suatu nvolusi murni yang mengambil tempat di sini.
Sebagian lagi karena pengaruh Kbomeini terhadap rakyat yang
tidak bisa disejajarkan dengan siapapun dalam masa 70 tahun
terakhir sejarah bangsa Parsi.
Dari sudut pandangan resmi, pemerintahlah yang memegang komando.
Tapi dari segi ideologi dan revolusi, Khomeini adalah pemegang
komando. Dan hubungan Khomeini dengan massa adalah begitu khas.
Dia menggunakan jalan pikiran dan bahasa yang sama dengan
mereka. Kemudian ada pula pengadilan revolusioner, dan penguasa
agama yang dengan alasan meneruskan revolusi mengambil alih
pemerintahan di berbagai kota. Semua itu pada akhirnya
menimbulkan bermacam problem dan salah pengertian.
Dalam menghadapi 'dualisme' kekuasaan itu, semula Bazargan masih
terus mencoba mengatasinya. Berulang kali ia menemui dan
menyurati Khomeini. "Sebenarnya saya tak pernah berpikir untuk
melakukan disersi dari suatu pertempuran, tapi momennya akan ada
kalau godaan untuk itu makin membesar," kata Bazargan.
Pernah pada suatu kali dia mengunjungi Khomeini dan mengatakan,
"Saya tak bisa bekerja dengan cara begini. Jika anda
menginginkan saya tetap jadi perdana menteri, campur tangan ini
hendaklah segera dihentikan. Dan jika anda ingin melangkahi
kepala saya, haruslah anda konsultasikan dengan saya lebih
dahulu."
Menurut Bazargan, Khomeini berjanji akan melaksanakannya tapi
ternyata keadaan tetap tidak berubah. "Saya menjalankan
pemerintahan yang tidak efektif, juga pemerintahan yang tidak
menentukan. Dan saya menjalankan pemerintahan yang tidak
revolusioner," kata Bazargan. "Semua itu adalah kesalahan saya."
Dia pernah dalam suatu surat, mengingatkan 'orang suci' dari Qom
itu bahwa dia menerima jabatan itu sama sekali karena
desakannya. Dia mengulangi pernyataan sebelumnya bahwa dia tidak
bisa memerintah di suatu negara yang setiap orang ingin menjadi
boss.
"Jika anda tak puas dengan saya biarkan saya pergi," tulis
Bazargan lagi kepada Khomeini dua bulan lalu. Tapi Khomeini
menjawab, "Saya tak punya orang lain. Tak seorang pun. Tetaplah
di sana."
Tapi dia (Khomeini) terus melakukan campur tangan, seperti
mengumumkan dirinya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata. Banyak orang yang menyebutnya diktator. Dan banyak
orang melihat ini sebagai sesuatu yang berbahaya atau permulaan
dari fasisme.
Dia tidak ingin menjadi diktator. Dia tidak ingin memaksakan
keputusannya. Dia memiliki kearifan.... Tidak, anda tidak bisa
membandingkannya dengan Mussolini. Dan tidak juga dengan
Napoleon atau de Gaulle. Anda mesti mengelabuinya, mesti
memahami caranya yang sudah menjadi karakternya. Khomeini juga
berpikir bahwa tindakannya adalah buat kebaikan rakyat. Dan
ternyata, bila saya memprotes, dia meminta maaf dan berjanji
tidak akan menghanginya lagi.
Dan apakah ini, menurut anda sesuai dengan prinsip demokrasi dan
kebebasan yang berdasarkan Islam seperti yang dianut Khomeini.
Tuan Bazargan, saya sudah cukup banyak menginterpiu lara
diktator, dan saya tak pernah menjumpai seorang pun yang tidak
mengatakan bahwa dia bertindak untuk kebaikan rakyat.
Kejengkelanmu berakar pada konsep Barat tentang demokrasi dan
kebebasan anda tak bisa menarik garis tegas seperti itu dengan
mengatakan "Jika anda berbuat seperti ini, anda seorang
demokrat jika anda berbuat begitu, anda seorang fasis. "
Khomeini sudah dianggap seperti seorang ayah, kepala keluarga.
Kesimpulan saya ialah dia tidak memiliki ciri-ciri seorang
diktator.
Mungkin secara sederhana itu adalah ciri-ciri orang tua yang
zalim.
Tidak, itu adalah ciri-ciri seseorang yang tak memiliki latar
belakang kepemimpinan politik. Khomeini tidak pernah menjadi
seorang politikus sebenarnya, tidak juga pernah sebagai seorang
jenderal atau pemimpin perusabaan. Maksud saya, dia tidak pernah
mengikuti suatu latiban yang memang diperlukan dalam mengbadapi
tanggung jawab administrasi. Dan kenyataannya, dia juga tidak
mengerti tentang pemerintaban, tidak mengetabui mengenai teknik
memerintab suatu negara.
Lihat, Khomeini seorang yang kasar dan primitif, tapi dia juga
seorang yang genius. Saya belum pernab mengetabui ada orang yang
memiliki kemampuan seperti dia dalam menterjemabkan perasaan dan
kebendak massa, dan berkomunikasi dengan mereka dalam cara yang
sederhana.
Bahkan dia tidak hanya dipilih oleh massa. Banyak kaum
intelektual juga menjadi pengikutnya, seperti yatim piatu
mencari seorang guru dan ayah.
Ketika diinterpiu Fallaci, Bazargan menggunakan bahasa Parsi
sementara puterinya bertindak sebagai penterjemah. Dia sendiri
fasih berbahasa Inggeris dan Perancis. "Kalau saya tidak menjaga
kata-kata saya, sepenggal jawaban bisa menimbulkan urusan besar
yang mengganggu saya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini