Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sesudah bazargan bersuara ulama

Setelah memerintah 9 bulan, akhirnya pm. mehdi bazargan mengundurkan diri. wawancara wartawan italia, oriana falloci dengannya tentang pemerintahannya dan hubungannya dengan khomeini. (ln)

17 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERDANA Menteri Mehdi Bazargan telah berulang kali mengancam akan berhenti bila campur tangan para ulama yang duduk dalam Dewan Revolusi masih terus. Ayatollah Rohullah Khomeini selama ini selalu mengabaikan ancamannya itu. Sedang campur tangan para ulama dan perbedaan pendapat mereka ternyata semakin menajam. Akhirnya terjadi krisis paling buruk dalam sejarah pemerintahannya yang hanya berumur 9 bulan itu. Yaitu ketika kelompok mahasiswa mengambil-alih kedutaan-besar Amerika Serikat dan menyandera 60 pegawai di situ. Karena tindakan mahasiswa itu mendapat dukungan para ulama, pemerintah Bazargan tidak bisa berkutik. Sementara itu para mahasiswa dan ulama mengritik pertemuan Bazargan dengan Zbignew Brzezinski, penasihat keamanan Presiden Carter, di Aljazair. Hajatoleslam Ahmad Khomeini putera Ayatollah Khomeini bahkan mengatakan bahwa Bazargan tidak menceritakan pertemuan itu lebih dahulu kepada Ayatollah. Maka Bazargan pekan lalu benar-benar mengundurkan diri. Mehdi Bazargan, seorang insinyur dan pejuang hak-hak sipil itu pernah di penjarakan selama 4 tahun oleh rejim Syah Iran. Dia lahir 73 tahun lalu dari keluarga bazaari (pedagang menengah) yang taat dengan keislamannya. Tubuhnya terbilang kecil bila dibanding dengan banyak orang Iran lainnya. Walaupun kepalanya botak, dia keli hatan lebih muda 10 tahun dari umurnya. Bazargan, yang juga pernah menjadi menteri dalam kabinet Mossadegh, selalu menjembatani hubungan berbagai kelompok oposisi pada masa rejim Syah Iran. Terkenal dinamis dia dekat dengan kalangan agama, pedagang bahkan juga mahasiswa. Pernah dia mengumandangkan perlunya kesadaran Islam dibangkitkan kembali dalam suatu pidato di Universitas Teheran ketika Syah masih berkuasa. Dengan kalangan sekular, dia juga mendapat kepercayaan partai-partai di Front Nasional. Sebagai pemimpin Partai Gerakan Pembebasan Iran yang berdasarkan Islam, Bazargan jelas juga mendapat dukungan kalangan agama. Namun sebelum diangkat sebagai perdana menteri oleh Khomeini, Bazargan hampir tidak diperhitungkan oleh kalangan pengamat. Kemunculannya pada permulaan revolusi Iran cukup mengagetkan juga Dia hadir di kota suci Qom. Bersuara kemudian sebagai seorang ulama, dia mengajak para hadirin berdoa. ia juga mendampingi Ayatollah Shariatmadari dalam suatu wawancara di Qom. Ketika berlangsung wawancara dengan Karim Sanjabi pemimpin Front Nasional, Bazargan ikut pula mendampinginya. Bahkan ketika para wartawan meliput bazaar di Teheran, Bazargan juga menonjol. NEW York Times pada permulaan revolusi itu mengutip Bazargan bahwa masjid dan pusat keagamaan merupakan tempat perlindungan semua kekuatan, "tempat kita bertemu, berbicara, mempersiapkan, mengorganisir dan tumbuh." Dia hari itu diinterpiu di rumahnya, sebuah apartemen tingkat 9 yang masih ditandai sebuah lobang besar, bekas ledakan bom yang dipasang Savak. Tapi kemudian ternyata pemerintahan Bazargan -- yang selalu disebutnya bersifat sementara -- tak berhasil mengatasi kelompok revolusioner yang bertindak dengan hukum revolusi. Dalam wawancaranya dengan Oriana Fallaci -- wartawan Italia -- seperti yang dimuat New York Times akhir Oktober lalu, Bazargan mengutarakan isi hatinya yang menyangkut pemerintahannya dan hubungannya dengan Khomeini. Berikut ini sedikit kutipan dari interpiu tersebut: Fallaci: Tuan Perdana Menteri, ada sebuah kalimat yang sering anda ucapkan: "Mereka meletakkan sebuah pisau di tangan saya, tapi hanya pegangannya. Sementara orang lain memegang mata pisau itu." Karena itu saya ingin bertanya, sejauh mana pentingnya pemerintahan yang anda pimpin. Bazargan itu pertanyaan yang bagus tak mudah untuk dijawab. Itu sama dengan jika anda menanyai saya, "Siapa yang memegang komando di Iran sekarang?" Jika saya katakan, saya yang memegang komando, bnrang kali itu tidak benar jika saya katakan Khomeini adalah satu-satunya pemegang komando, tidak tepat jika saya katakan banyak orang yang memegang komando, itu tidak akan jelas. Kekuasaan saya jelas memang lemah. Sebagian karena revolusi, yaitu suatu nvolusi murni yang mengambil tempat di sini. Sebagian lagi karena pengaruh Kbomeini terhadap rakyat yang tidak bisa disejajarkan dengan siapapun dalam masa 70 tahun terakhir sejarah bangsa Parsi. Dari sudut pandangan resmi, pemerintahlah yang memegang komando. Tapi dari segi ideologi dan revolusi, Khomeini adalah pemegang komando. Dan hubungan Khomeini dengan massa adalah begitu khas. Dia menggunakan jalan pikiran dan bahasa yang sama dengan mereka. Kemudian ada pula pengadilan revolusioner, dan penguasa agama yang dengan alasan meneruskan revolusi mengambil alih pemerintahan di berbagai kota. Semua itu pada akhirnya menimbulkan bermacam problem dan salah pengertian. Dalam menghadapi 'dualisme' kekuasaan itu, semula Bazargan masih terus mencoba mengatasinya. Berulang kali ia menemui dan menyurati Khomeini. "Sebenarnya saya tak pernah berpikir untuk melakukan disersi dari suatu pertempuran, tapi momennya akan ada kalau godaan untuk itu makin membesar," kata Bazargan. Pernah pada suatu kali dia mengunjungi Khomeini dan mengatakan, "Saya tak bisa bekerja dengan cara begini. Jika anda menginginkan saya tetap jadi perdana menteri, campur tangan ini hendaklah segera dihentikan. Dan jika anda ingin melangkahi kepala saya, haruslah anda konsultasikan dengan saya lebih dahulu." Menurut Bazargan, Khomeini berjanji akan melaksanakannya tapi ternyata keadaan tetap tidak berubah. "Saya menjalankan pemerintahan yang tidak efektif, juga pemerintahan yang tidak menentukan. Dan saya menjalankan pemerintahan yang tidak revolusioner," kata Bazargan. "Semua itu adalah kesalahan saya." Dia pernah dalam suatu surat, mengingatkan 'orang suci' dari Qom itu bahwa dia menerima jabatan itu sama sekali karena desakannya. Dia mengulangi pernyataan sebelumnya bahwa dia tidak bisa memerintah di suatu negara yang setiap orang ingin menjadi boss. "Jika anda tak puas dengan saya biarkan saya pergi," tulis Bazargan lagi kepada Khomeini dua bulan lalu. Tapi Khomeini menjawab, "Saya tak punya orang lain. Tak seorang pun. Tetaplah di sana." Tapi dia (Khomeini) terus melakukan campur tangan, seperti mengumumkan dirinya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Banyak orang yang menyebutnya diktator. Dan banyak orang melihat ini sebagai sesuatu yang berbahaya atau permulaan dari fasisme. Dia tidak ingin menjadi diktator. Dia tidak ingin memaksakan keputusannya. Dia memiliki kearifan.... Tidak, anda tidak bisa membandingkannya dengan Mussolini. Dan tidak juga dengan Napoleon atau de Gaulle. Anda mesti mengelabuinya, mesti memahami caranya yang sudah menjadi karakternya. Khomeini juga berpikir bahwa tindakannya adalah buat kebaikan rakyat. Dan ternyata, bila saya memprotes, dia meminta maaf dan berjanji tidak akan menghanginya lagi. Dan apakah ini, menurut anda sesuai dengan prinsip demokrasi dan kebebasan yang berdasarkan Islam seperti yang dianut Khomeini. Tuan Bazargan, saya sudah cukup banyak menginterpiu lara diktator, dan saya tak pernah menjumpai seorang pun yang tidak mengatakan bahwa dia bertindak untuk kebaikan rakyat. Kejengkelanmu berakar pada konsep Barat tentang demokrasi dan kebebasan anda tak bisa menarik garis tegas seperti itu dengan mengatakan "Jika anda berbuat seperti ini, anda seorang demokrat jika anda berbuat begitu, anda seorang fasis. " Khomeini sudah dianggap seperti seorang ayah, kepala keluarga. Kesimpulan saya ialah dia tidak memiliki ciri-ciri seorang diktator. Mungkin secara sederhana itu adalah ciri-ciri orang tua yang zalim. Tidak, itu adalah ciri-ciri seseorang yang tak memiliki latar belakang kepemimpinan politik. Khomeini tidak pernah menjadi seorang politikus sebenarnya, tidak juga pernah sebagai seorang jenderal atau pemimpin perusabaan. Maksud saya, dia tidak pernah mengikuti suatu latiban yang memang diperlukan dalam mengbadapi tanggung jawab administrasi. Dan kenyataannya, dia juga tidak mengerti tentang pemerintaban, tidak mengetabui mengenai teknik memerintab suatu negara. Lihat, Khomeini seorang yang kasar dan primitif, tapi dia juga seorang yang genius. Saya belum pernab mengetabui ada orang yang memiliki kemampuan seperti dia dalam menterjemabkan perasaan dan kebendak massa, dan berkomunikasi dengan mereka dalam cara yang sederhana. Bahkan dia tidak hanya dipilih oleh massa. Banyak kaum intelektual juga menjadi pengikutnya, seperti yatim piatu mencari seorang guru dan ayah. Ketika diinterpiu Fallaci, Bazargan menggunakan bahasa Parsi sementara puterinya bertindak sebagai penterjemah. Dia sendiri fasih berbahasa Inggeris dan Perancis. "Kalau saya tidak menjaga kata-kata saya, sepenggal jawaban bisa menimbulkan urusan besar yang mengganggu saya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus