Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Roh meniti seutas kawat

Gelombang protes mewarnai pencalonan roh tae-woo sebagai presiden korea selatan menggantikan chun doo-hwan. roh menawarkan dialog terbuka dengan pihak oposisi. tapi usaha itu ditentang pihak oposisi.

20 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERAYA berdiri, saling berpegangan dan mengangkat tangan tinggi-tinggi, Roh Tae-Woo dan Presiden Kor-Sel Chun Doo-Hwan menyambut gemuruh tepuk tangan anggota DJP (Partai Keadilan Demokratik), di gedung parlemen Kor-Sel, Rabu pekan lalu. Dengan acungan itu resmilah Roh Tae-Woo sebagai calon presiden dari partai terkuat DJP, untuk menggantikan Chun Doo-Hwan, yang berjanji akan "turun tahta" Februari tahun depan. Seperti diduga sebelumnya, pencalonan ini diiringi gelombang protes dari pihak oposisi yang didukung oleh hampir semua mahasiswa Kor-Sel. Begitu nama Roh Tae Woo diumumkan, lautan manusia berjumlahhampir 64 ribu jiwa langsung membanjiri jalan-jalan utama di Seoul dan 11 kota lainnya. Di tengah lagu-lagu perjuangan dan teriakan "Dokje Tado ... Dokje Tado (runtuhlah kediktatoran)," mereka bentrok dengan pihak penguasa yang menurunkan ribuan petugas keamanan bersenjatakan gas air mata dan pensal kawat besi. Di depan toserba Shinsegae, Seoul, mahasiswa dengan beringas menjambret masker gas sekaligus memukuli 40 orang polisi dengan linggis dan batu. Di antara debu jalanan dan gas air mata, tampak seorang polisi mengaduh kesakitan. Kedua tangannya dicekal, dan perutnya dihujani tendangan hingga pingsan. "Ayo, bunuh saya! Bunuh, kalau berani!" tantang seorang tua di depan deretan perisai polisi. Sementara itu, demonstran lain di belakangnya membakar bendera Amerika Serikat, seraya berseru, "Enyahlah imperialis AS yang membantu kediktatoran militer." Jamuan pesta pengukuhan Roh, di Hotel Hilton, Seoul, juga tak luput dari kekacauan. Dua ribu mahasiswa menyemut di sekitar hotel tersebut, dan menyandera 20 polisi di dalam restoran selama satu setengah jam. Aksi protes juga menjalar ke kampus Universitas Hankuk, Seoul, dan 20 universitas di kota lain. Yang paling seru terjadi di Katedral Myongdong, Seoul. Dua ribu demonstran, yang semula mengadakan aksi duduk di halaman katedral hingga jauh malam, terlibat perkelahian masal pada pagi buta. Dengan barikade terbuat dari meja kursi dan lembaran papan kayu, mereka berusaha menahan dorongan polisi yang memaksa masuk ke halaman gereja. Beberapa siswa terlihat berjoget "tari kebebasan" sambil mengejek para petugas yang mulai kesal. "Gas Lada" - yang lebih pedih dari gas air mata - juga meramaikan kerusuhan itu. Tindakan penguasa melepaskan 200 mahasiswa yang terkepung dalam katedral, malah mengundang ribuan mahasiswa lagi untuk turun ke jalan. Sebelumnya, Wakil Mendagri Lee Sang-Hee, yang berhasil masuk ke dalam katedral dan berunding dengan para pastor, dihajar hingga babak belur oleh mahasiswa hingga luka berat. Ia kepergok ketika menuju pintu ke luar, Ahad lalu. Walaupun masih menahan sebagian besar dari 4 ribu orang yang tertangkap - termasuk Wakil Ketua partai oposisi RDP Yang Sun-Jik, serta sejumlah pendeta Kristen dan Budha - pihak penguasa tampaknya menghindari tindak kekerasan. Peristiwa Kwangjll 1980, yang menewaskan 200 jiwa, membuat penguasa lebih berhati-hati. Sebaliknya, tawaran dialog terbuka dengan pihak oposisi diungkapkan Roh Tae-Woo, segera sesudah ia dicalonkan resmi. Namun, usaha ke arah sana masih diten tang sejumlah aksi unjuk rasa yang dimotori pihak oposisi. Untuk itu, Roh berusah. memisahkan dua tokoh oposisi - Kin Young-Sam dan Kim Dae-Jung - yan tergabung dalam partai koalisi oposisi (RDP). Kim Young-Sam yang lebih modera itu dianggap lebih bisa diajak "damai" "Kita harus menyelamatkannya dari ke kangan Kim Dae-Jung. Saya akan mencob, segala cara, walau prospeknya belum jelas,' kata Roh Tae-Woo, bekas jenderal yang berpengalaman dengan segudang intrik ini. Dapatkah Roh bertindak di bawah bayang-bayang Chun Doo-Hwan? Ia memang tak menjanjikan perubahan dalam waktu dekat. Mungkin di bawah "tekanan" Chun dan anggota partainya, Roh harus membuktikan bahwa dirinya lebih bisa "merakyat dan terbuka". Di samping itu, ia harus bisa meyakinkan anggota partamya untuk mengubah konstitusi, agar pihak oposisi terbujuk untuk tak selalu memboikot, sehingga keabsahannya sebagai "pemimpin negara demokratis" terpenuhi. Untuk itu ia mengobral janji, "saya akan mengusahakan perubahan konstitusi, seusai penyelenggaraan Olimpiade 1988," katanya. Adakah ini niat baik atau sekadar muslihat masih harus dilihat. Tapi posisi Roh, menurut para pengamat Barat, tak ubahnya "pemain akrobat yang meniti seutas kawat". Sindiran ini langsung dibantah Roh dengan ketawa, "Kalau melihat kemajuan ekonomi dan kestabilan sosial di kelas menengah sekarang, kawat tipis itu bisa menjadi selebar jalan tol." Didi Prambadi, Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus