Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gagal di Venesia

Para pemimpin tujuh negara industri didunia berkumpul di venesia, italia. tanpa menciptakan terobosan ekonomi, bertekad mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mengendurkan ketegangan perdagangan.

20 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESONA Venesia, kota air yang kecantikannya mengharu-biru, tidak cukup untuk mengilhami mereka. Para pemimpin tujuh negara industri terbesar di dunia telah berkumpul tiga hari di sana tanpa menciptakan terobosan ekonomi yang ditunggu-tunggu dunia. Venesia memang bukan Bretton Woods, tapi ketidakpastian yang kini mengombang-ambingkan umat manusia, agaknya, lebih parah dari kehancuran ekonomi semasa PD II. Masih di tengah kecamuk perang waktu itu, Juli 1944, 44 negara yang berkumpul di Bretton Woods, New Hampshire, AS, berhasil merumuskan beberapa keputusan fundamental yang akhirnya merupakan landasan bagi pemulihan perdagangan internasional. Mereka bersepakat untuk menyederhanakan lalu lintas uang antarnegara, seraya mencoba mencegah depresi dan pengangguran. Di Bretton Woods juga dicetuskan gagasan untuk membentuk IMF (Dana Moneter Internasional) dan Bank Dunia. Empat puluh tiga tahun sesudah Bretton Woods, KTT (pertemuan puncak) Venesia pekan lalu itu, ternyata, cuma proyek foya-foya yang berakhir dengan sebuah deklarasi penuh kata-kata bagus. Di luar ini, tidak ada kesepakatan untuk sebuah tindakan kongkret, bahkan tidak ada kemauan politik. Ketujuh negara memang bertekad mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mengendurkan ketegangan di dunia perdagangan internasional. Namun, sama sekali tidak dirumuskan formula untuk menunjang tekad itu. Ketujuh pemimpin telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk melawan keguncangan nilai mata uang yang begitu rawan. Memang secara diam-diam sebenarnya dimaklumi bahwa AS harus menekan defisitnya - yang sampai US$ 150 milyar itu, di samping utang luar negerinya yang US$ 240 milyar. Sebaliknya, Jerman Barat dan Jepang harus meningkatkan anggaran mereka. Kebijaksanaan dua arah ini diperhitungkan bisa mengembalikan keseimbangan perdagangan dunia, dan memantapkan posisi dolar tanpa AS harus menaikkan suku bunganya. Tapi untuk ini tidak ada terobosan yang disepakati. Presiden Ronald Reagan memang mengharapkan agar nilai dolar stabil, tapi di luar itu ia cuma bisa memuji KTT yang sudah mengambil sikap penting terhadap proteksi dan berusaha menekan subsidi hasil-hasil pertanian. Kanselir Jerman Barat Helmut Kohl justru lebih terang-terangan. Dikatakannya, ia tidak mengharap banyak dari KTT karena dua tokoh, PM Inggris Margaret Thatcher dan PM Italia Amintore Fanfani, terlalu sibuk dengan urusan pemilu, sedangkan pemimpin lain "punya problem di negeri masing-masing." Dari ketujuh pemimpin hanya PM Jepang Yasuhiro Nakasone dan PM Kanada Brian Mulroney yang bisa tersenyum lebar. Jepang dipuji karena berjanji meningkatkan impor dan menekan surplus perdagangannya, di samping menetapkan paket darurat 5 trilyun yen, seluruhnya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Mulroney merasa senang karena KTT menerima usulnya untuk secara formal mengutuk apartheid di Afrika Selatan. KTT ke-13 di Venesia mencapai kesepakatan dalam lima hal: menggunakan indikator ekonomi - di antaranya nilai tukar mata uang dan defisit perdagangan - untuk memantau performance ekonomi mereka mendesak PBB menyelesaikan perang Iran-Irak dan bersepakat jalur pelayaran Teluk Persia terbuka untuk semua bangsa memastikan perlunya kebijaksanaan pertanian ditinjau kembali menggalakkan penanggulangan masalah lingkungan, seperti perubahan iklim, hujan asam, dan penghancuran hutan tropis mencanangkan AIDS sebagai masalah kesehatan yang paling rawan di dunia dan terakhir menyerukan dipretelinya rezim apartheid di Afrika Selatan. Utang Dunia Ketiga diakui sebagai satu keruwetan tersendiri - sekarang lebih dari US$ I trilyun - sedangkan utang negara maju diam-diam sudah US$ 320 juta. Seorang pengamat bahkan berpendapat perekonomian Dunia Ketiga kini meluncur ke satu kemelut, AS dan Jepang merangkak, Jerman Barat tersendat-sendat. Dia menyimpulkan bahwa hampir tidak adanya pertumbuhan ekonomi, dan kegawatan utang internasional yang ekstrem menunjukkan bahwa dunia sedang menuju pada kesulitan amat besar. Tidak heran jika KTT Venesia diharapkan bisa membuat terobosan. Tapi harapan ini mungkin terlalu muluk, sesuatu yang memang berada di luar jangkauan tujuh pemimpin negara maju itu. KTT Venesia malah dicemooh oleh ledakan roket dan bom mobil yang menghajar kedutaan AS dan Inggris di Roma, Selasa pekan lalu. Bom mobil itu meledak 10 meter dari tembok kedutaan AS meremukkan lima mobil yang diparkir di situ, memecahkan jendela, dan melemparkan puing-puing sampai sejauh 300 meter. Gedung kedutaan rusak sedikit. Sementara itu bom roket meledak dalam kolam di kompleks kedutaan Inggris. Pada kedua tempat tidak seorang mengalami cedera. Telepon gelap di London menyatakan Brigade Internasional Anti-imperialis bertanggung jawab untuk kedua ledakan itu. Dikatakan juga bahwa bom-bom itu merupakan jawaban langsung untuk terorisme internasional yang dilancarkan AS. Polisi Italia mencurigai seorang Jepang, Edwin Yal, sebagai pelakunya. Di Venesia sendiri, ketika KTT berlangsung, polisi sengaja meledakkan satu obyek terapung yang diduga ranjau laut, padahal ternyata cuma sebuah ketel tua. I.S., Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus