MENTERI Luar Negeri Pilipina tiba-tiba saja muncul di Jakarta
Minggu Mei yang lalu. "Ini kebiasaan tetangga yang baik",
begitu pernyataan resmi Romulo menjelaskan kunjungan mendadaknya
itu.
Berada di Jakarta selama lebih kurang 24 jam, Romulo -- disertai
oleh sejumlah pejabat tinggi Pilipina - yang biasanya gemar
bicara panjang lebar, kini nlelakukan gerakan tutup mulut
seketat mungkin. Tentu saja ini menimbulkan sejumlah spekulasi
di kalangan para pengamat politik maupun wartawan. Hampir semua
spekulasi itu tak terpisahkan dengan kegagalan Marcos merangkul
Front Pembebasan Moro lewat referendum yang baru saja
dilaksanakan di Pilipina Selatan beberapa waktu yang lalu.
(TEMPO, 30 April 1977).
Di Jakarta, beberapa hari sebelum kunjungan mendadak Romulo itu,
kabar mengenai hasrat Manila akan bantuan Indonesia sudah bukan
rahasia lagi. Menteri Luar Negeri Adam Malik sendiri yang
melansir berita tersebut lewat wawancaranya dengan sekelompok
wartawan Singapura yang datang ke Indonesia untuk melaporkan
jalannya pemilihan umum.
Menurut cerita Adam, Romulo menghubunginya lewat telepon
beberapa hari sebelum wawancara tersebut berlangsung. Romulo
bertanya, "posisi apa yang akan diambil Indonesia dalam soal
Pilipina Selatan pada pertemuan menlumenlu Islam yang akan
berlangsung di Tripoli akhir bulan Mei ini?" Jawab Adam, "Saya
tidak tahu. Kalau anda ingin saya tahu masaalahnya, berilah saya
surat-surat rahasia yang kalian punyai".
Menghimbau
Kepada para wartawan Singapura itu, Adam mengaku terus-terang
bahwa Pilipina selama ini mengabaikan Malaysia dan Indonesia
(dua negara dengan penduduk mayoritas Islam) dalam urusan
sengketa Pilipina Selatan. "Mereka ballkan tidak meminta bantuan
ASEAN. tapi Libya. Dan ini makin menyulitkan kita untuk berbuat
sesuatu", kata Adam.
Nampaknya lewat pembicaraan telepon itulah Romulo menghimbau
Adam Malik agar suka memberikan jasa baik kepada Pilipina pada
pertemuan Tripoli nanti. "Tapi sulit bagi kami untuk berbuat
sesuatu tanpa diberi tahu soalnya oleh Manila. Kami betul-betul
tidak tahu apa saja yang telah dibicarakan oleh Manila dengan
Gaddafi. Tiba-tiba saja kami mendengar pengumuman adanya
kegagalan", kata Adam pula.
Karena tidak tahunya orang yang akan dimintai bantuan itulah
tentunya maka lewat telepon Romulo berjanji akan mengirimkan
seorang duta besar ke Jakarta.
Dilayani Dengan Baik
Yang kemudian muncul di Jakarta ternyata bukan seorang duta
besar, melainkan Menlu Carlos Romulo sendiri. "Ini harus
ditafsirkan bahwa masalah yang dihadapi oleh Manila betul-betul
serius", komentar seorang diplomat di Jakarta. Keseriusan
masaalah tersebut barangkali juga bisa dilihat pada pernyataan
seorang pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Pilipina pekan
silam.
Meskipun Marcos praktis sudah merontokkan klaim Front Pembebasan
Moro lewat referendum di Pilipina Selatan, pembangkangan Front
pimpinan Misuari itu hingga kini masih tetap saja dilayani
dengan baik. Carmelo Barbero, pejabat tinggi tersebut, pekan
silam masih berbicara mengenai kesediaan Manila untuk berunding
kembali dengan pimpinan Front Pembebasan Moro. Barbero yang
pernah memimpin delegasi Pilipina pada perundingan dengan
Misuari di Tlipoli beberapa waktu yang lalu, juga berkata: "Tim
saya dan Menlu Romulo setiap saat selalu siap untuk melanjutkan
pembicaraan".
Dari Carlos Romulo atau siapa pun dalam rombongannya yang
berkunjung secara mendadak ke Jakarta pekan silam, tidak
diperoleh keterangan mengenai keadaan yang serius itu. Tapi
kunjungan mendadak pejabat tinggi Manila itu ke Jakarta, Kuala
Lumpur serta sejumlah ibu kota negara-negara Arab, nampaknya
sulit membantah spekulasi mengenai menjadi seriusnya
perkembangan di Pilipina Selatan setelah Front Pembebasan Moro
menolak pelaksanaan referendum yang baru berlangsung beberapa
pekan silam.
Keadaan tenang tanpa pertumpahan darah di Pilipina Selatan
sekarang ini akibat gencatan senjata akhir tahun silam - mungkin
bakal berlumur darah kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini