ORANG yang tak suka mungkin menyebut Boris Yeltsin kini kualat. Yeltsin kini dirongrong macam-macam soal. Harga kebutuhan sehari-hari yang terus meroket, demontrasi prokomunis akhir bulan lalu, dan terakhir maraknya konflik etnis di antara dua republik otonomi yang tergabung dalam Federasi Republik Rusia: Chechen-Ingush dan Ossetian Utara. Dalam bentrokan berdarah pertama antara dua republik tersebut, pekan lalu, belasan orang meninggal dunia. Untuk meredakannya, Yeltsin terpaksa menurunkan 3.000 pasukan dari Moskow, memberlakukan keadaan darurat selama satu bulan, dan menunjuk pemerintahan administratif sementara dari Moskow. Untuk sementara pertikaian reda. Sumber bentrokan adalah klaim wilayah. Chechen-Ingush ingin mendapatkan kembali wilayah yang pada Perang Dunia II, karena Stalin, wilayah itu diduduki oleh penduduk wilayah Ossetian yang beragam --terdiri dari orang Ossetian, Rusia, Ingush, Armenia, Georgia, dan Ukrania. Sejak itu, wilayah ini lalu dimasukkan ke Republik Ossetian Utara. Padahal, sejak tahun 1936, wilayah itu resmi menjadi wilayah administratif Chechen-Ingush. Repotnya, bak pecahnya Uni Soviet karena keterbukaan Gorbachev, kini reformasi politik yang diperjuangkan Yeltsin memungkinkan Chechen-Ingush tak cuma menuntut wilayah yang dulu kepunyaannya, tapi lebih jauh lagi, yakni menuntut merdeka sebagai negara independen. Dzhokhar Dudayev, presiden Chechen-Ingush, jelas merasa mampu berdiri sendiri, karena kawasan ini kaya minyak. "Kami akan melawan semua tekanan yang dilakukan pemerintah Rusia untuk menentang revolusi kami," kata Dudayev, bekas perwira tinggi angkatan udara yang disebut pemerintah Rusia sebagai Muammar Qadhafinya Kaukasus. Ia bahkan membuat marah pemerintahan Yeltsin dengan melakukan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi dan Turki serta menawarkan perlindungan bagi presiden terguling Georgia, Zviad Gamshakhurdia. Sepertinya Dudayev mau bilang pada negara yang dikunjunginya, bahwa Chenchen-Ingush bisa berdiri sendiri. Kini bentrok fisik besar-besaran memang sudah reda. Tapi, seperti biasanya perang antaretnis, perang kecil terus berjalan. Stasiun televisi Persemakmuran Negara Merdeka (PNM) melaporkan tentara Rusia menemukan beberapa mayat dengan mata tercongkel di Desa Chermen, Ossetian Utara. Gennady Shoigu, wakil ketua pemerintahan administratif sementara, pesimistis dendam akan segera hilang, meski di permukaan keadaan sudah tenang. Kata Shoigu, kecil kemungkinan akan tercapai kata sepakat dalam penyelesaian perbatasan. Bentrok antara Chechen-Ingush dan Ossetian Utara memang tidak, atau belum, menjalar ke republik lain. Namun, bagi para pemimpin di Moskow, ini merupakan hal yang tak mudah dipecahkan, dan rawan. Jika keduanya dibiarkan menjadi negara merdeka dan menyelesaikan sendiri konfliknya, 14 republik otonomi lain di wilayah Federasi Rusia juga akan memerdekakan diri. Maka, Yeltsin berulang kali menegaskan, akan mempertahankan 16 republik otonomi di wilayahnya, dengan cara apa pun. Kini ia berada dalam posisi Gorbachev di masa Soviet menjelang pecah. Kuncinya, mungkin sama: perbaikan ekonomi yang merata. Bila Yeltsin tak bisa mewujudkan itu, menurut para pengamat, Federasi Rusia akan menyusul Uni Soviet atau Federasi Yugoslavia. Tampaknya, peramal peta dunia menjelang tahun 2000 benar: saat itu di dunia ini akan bertambah dengan puluhan negara baru yang independen. LPS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini