Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rusia melangkah mundur

Perdana menteri baru rusia kembali memberikan subsidi bagi perusahaan negara, termasuk perusahaan senjata. tampaknya tersingkirnya reformasi yeltsin tak terlepas dari barat yang ogah-ogahan memberikan bantuan penuh.

2 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REPUBLIK Federasi Rusia memasuki tahun 1993 dengan wajah yang tak begitu menyenangkan. Terpilihnya Viktor Chernomyrdin sebagai perdana menteri Rusia yang baru akhir Desember lalu membuktikan pada dunia bahwa kelompok konservatif mampu bangkit kembali di Rusia. Lihatlah program pertama Chernomyrdin yang kembali memberikan subsidi kepada sejumlah perusahaan milik negara (termasuk perusahaan pembuatan senjata). Memang proses swastanisasi tetap akan dijalankan, tapi sudah digariskan hanya akan dikembangkan sedikit demi sedikit. Penjualan saham perusahaan milik negara pun tak terbuka. Tawaran pertama diberikan kepada para karyawan sendiri. Padahal ini dulu dihindari oleh Boris Yeltsin karena cara ini terbukti hanya membuka peluang, ''Perusahaan besar akan dikendalikan oleh manajer kolot yang tak tahu-menahu sistem ekonomi pasar,'' tutur Ardy Stoutesdijk, Direktur Bank Dunia, di Moskow. Kebijaksanaan Chernomyrdin jelas akan makin menjauhkan negara donor (Barat) dari memberikan bantuan dan kredit lunaknya kepada Rusia. Mereka khawatir, di bawah kendali seorang industrialis penganut garis keras, seperti Chernomyrdin, reformasi ekonomi di Rusia bukan saja akan berjalan lebih lambat, tapi akan cenderung gagal. Soalnya, di kelompok masyarakat Rusia pasar bebas sebenarnya sudah diterima dan dianggap menguntungkan bagi mereka yang pintar berusaha. Ini terbukti dengan diberitakannya munculnya sejumlah ''kapitalis'' baru Rusia. Jadi, memgapa reformasi Boris Yeltsin tersendat sampai di sini? Kata Jeffrey D. Sachs, ekonom yang menulis di harian The Washington Post, kegagalan yang terjadi di Rusia disebabkan Barat dan lembaga keuangan internasional tak memberikan program reformasi atau strategi ekonomi yang jelas dan cepat bagi Rusia. Dan dana yang dijanjikan ternyata dicicil, sehingga kaum reformis harus menanggung konsekuensinya: menghadapi serangan politik garis keras. Bank Dunia, misalnya, yang menjanjikan utang sebesar US$ 600 juta, ternyata baru US$ 250 juta yang diterimakan sampai akhir tahun ini. Itu pun ternyata pinjaman jangka pendek (tiga tahun) dengan suku bunga tinggi yang berlaku sama dengan di pasaran. Dana bantuan AS sebesar US$ 23,5 juta, yang banyak ditulis di koran-koran, pada kenyataannya yang diterima Rusia baru US$ 10 juta. Sedangkan Arkady Volsky, yang dikenal sebagai ''Perdana Menteri Bayangan'' di Rusia, menyatakan pada mingguan Newsweek, kegagalan ekonomi di Rusia diakibatkan tak adanya sarana penunjang bagi program swastanisasi. Volsky, 60 tahun, salah satu penasihat sejumlah pejabat tinggi Rusia, ini menjelaskan bahwa keberhasilan reformasi ekonomi di Cina disebabkan para pemimpinnya sudah melengkapinya dengan ketentuan hukum, sistem pajak, dan tata cara investasi yang baku. ''Itu semua belum kami miliki,'' ujar Volsky. Karena itu Volsky yang berpikiran pragmatis tetapi kurang dekat dengan Barat ini berniat mempelajari model kawasan perdagangan bebas di Cina untuk diterapkan di negaranya. ''Karena model seperti itu yang tampaknya cocok dengan kami,'' katanya. Bila yang dikatakan Volsky benar, tak ada jaminan bahwa sepak terjang Chernomyrdin bakal membuahkan perkembangan ekonomi. Malah bisa-bisa ketidakpuasan di kalangan rakyat Rusia makin santer. Yang kini dispekulasikan para pengamat, jangan-jangan Chernomyrdin sengaja menimbulkan kekisruhan untuk menciptakan peluang mendepak Boris Yeltsin. Tapi, sebagaimana yang terjadi di Cina, mungkinkah rakyat Rusia menerima begitu saja dihilangkannya kembali pasar bebas? Tidakkah ketegangan yang mungkin terjadi karena sebagian orang ingin kebijaksanaan pasar bebas tetap dijalankan akan menyulut konflik-konflik di provinsi-provinsi Federasi Rusia itu? Dengan kata lain, kini Rusia memasuki babak yang gawat. Bila benar-benar meledak konflik etnis di Rusia, pihak Barat ikut andil sebagai penyulut. Kesalahan Barat, tak cepat-cepat memenuhi janjinya membantu Yeltsin. Tampaknya pasca-Perang Dingin dan surutnya komunisme, bagi sejumlah negara, tak lalu mempermudah membangun ekonomi. Justru ada kecenderungan mempermudah munculnya konflik regional. Didi Prambadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus