NAMA Martono agaknya sudah menyatu dengan upaya transmigrasi. Bekas Menteri Transmigrasi ini Minggu pagi 13 Desember telah menghadap ke Haribaan Allah di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, pada usia 67 tahun, hanya sehari sebelum Hari Bakti ke42 Departemen Transmigrasi. Meninggalkan seorang istri dan empat orang anak, Martono menderita komplikasi darah tinggi dan diabetes. Kariernya dimulai pada zaman revolusi bersenjata, ketika ia bersama para pelajar mengangkat senjata melawan Belanda. Pada awal revolusi itu Martono yang kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, ini menjadi komandan Tentara Pelajar Batalyon 300 di Yogya, kemudian komandan Detasemen III Brigade 17 Tentara Pelajar. Selain angkat senjata, ia juga mengajar di sekolah menengah. Kariernya kemudian ia rintis sebagai pegawai negeri, sampai ia menjabat atase pengajaran pada Kedutaan Besar RI di Tokyo (19601964). Pulang ke Tanah Air, pada tahuntahun pertama Orde Baru, ia menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya. Hal itu lantaran sudah lama Martono menjadi salah seorang tokoh Kosgoro (Koperasi Serba Guna Gotong Royong) -- salah satu organisasi cikal bakal terbentuknya Golkar -- yang didirikan oleh Tentara Pelajar pada tahun 1957. Belakangan ia diangkat oleh Presiden menjadi Menteri Muda Transmigrasi, kemudian menjadi Menteri Transmigrasi hingga tahun 1983. Pernah menjadi ketua umum Kosgoro, ia juga menjadi ketua umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) sampai akhir hayatnya, bahkan juga dikenal sebagai ''pejuang kaum tani dan nelayan dari ancaman penguasaan tanah oleh orang kota''. Ia juga dikenal sebagai peletak dasardasar manajemen penyelenggaraan transmigrasi. Ketika menjadi Menteri Transmigrasi, ia pernah populer karena memperkenalkan sebuah alat untuk menyuburkan tanah yang disebut bodem korektor. Tahun 1989 Martono pernah menerima bintang jasa The Grand Cordon of the Order of the Secred Treasure dari Kaisar Jepang. Dan empat tahun sebelumnya ia mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas Takushoka, Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini