Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Saat Jamaat Dirundung Kejahatan Perang

Jamaat-e-Islami membela pemimpin mereka yang dihukum atas kejahatan selama perang kemerdekaan Bangladesh. Menuding pemerintah punya motif politik.

10 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK Selasa awal November lalu, polisi Bangladesh memperketat pengamanan di Dhaka, ibu kota negara itu, karena ada rencana protes massa partai Islam, Jamaat-e-Islami. Prajurit Penjaga Perbatasan pun dikerahkan untuk berpatroli di seluruh penjuru kota. Deputi Kepolisian Metropolitan Dhaka Komisaris Masudur Rahman berjanji akan melindungi warga beserta properti mereka.

Rencana protes Jamaat dengan turun ke jalan muncul setelah pengadilan kejahatan perang di Dhaka menjatuhkan hukuman mati bagi Mir Quasem Ali, orang nomor dua di partai itu, pada Ahad dua pekan lalu. "Quasem Ali dihukum mati karena pembunuhan Jashim," kata jaksa penuntut, Ziad al-Malum, seperti dikutip Tribune, Senin pekan lalu. Jashim adalah remaja pejuang kemerdekaan Bangladesh yang tewas pada 1971.

Jamaat mengeluarkan dua instruksi bagi anggotanya. Pertama, menggelar doa nasional pada Selasa pekan lalu—tepatnya pada hari peringatan Asyura. "Meminta berkah dari Allah Yang Mahakuasa agar pemimpin utama Jamaat segera dibebaskan," ujar Pelaksana Tugas Pemimpin Jamaat Maqbul Ahmed dalam rilis di situs Jamaat, Senin pekan lalu. Kedua, Jamaat memerintahkan gerakan protes nasional mulai Rabu hingga Jumat pekan lalu.

Demonstrasi pada Kamis pekan lalu sempat berlangsung ricuh. Sekitar pukul satu siang, aktivis Jamaat yang awalnya berdemonstrasi mengecam pengadilan, menyerang polisi dengan granat di kawasan Rajshashi. Polisi lalu merazia seluruh kota dan menahan 27 orang. "Mereka melemparkan dua granat tangan kepada polisi di depan Sekolah Loknath," kata Khandaker Nur Hossain, personel Pos Polisi Boalia Model, seperti dikutip Bangladesh News 24. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Aksi protes rupanya melempem. Menurut pantauan Dhaka Tribune, hari pertama aksi berlalu tanpa respons masif dari warga kota. Kendaraan bermotor dan kereta masih beroperasi di Rajshashi. Hanya, tak ada bus ke luar Dhaka. Sebagian besar pusat bisnis juga masih buka.

Pengadilan kejahatan perang baru dibentuk pada 2010 oleh Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina dari Partai Liga Awami. Misinya adalah menyelidiki pelanggaran selama perang kemerdekaan. Mir Quasem Ali dikenai tuduhan kejahatan semasa perang. Taipan media ini menghadapi 14 tuduhan. Delapan di antaranya terbukti.

Pria 63 tahun itu bukan tokoh Jamaat pertama yang divonis mati. Menjelang akhir Oktober dan awal November lalu, pengadilan lebih dulu menjatuhkan hukuman yang sama kepada pemimpin Jamaat, Motiur Rahman Nizami dan Muhammad Kamaruzzaman. Protes dideklarasikan sejak putusan atas Nizami dibacakan.

Bersama ketiganya, enam petinggi lain juga dihukum, dari penjara seumur hidup hingga vonis mati. Mereka adalah Delwar Hossain Sayedee, Chowdhury Mueen-Uddin, Abdul Qoader Mollah, Ali Ahsan Mohammad Mojaheed, Abul Kalam Azad, dan Ashrafuzzaman Khan. Dua orang lagi, Abdus Subhan dan Azharu Islam, masih menjalani persidangan. Di antara mereka, Ali berperan penting sebagai penyandang dana Jamaat.

Di samping berkiprah sebagai pengusaha, Ali punya catatan buruk dalam sejarah Bangladesh. Direktur Diganta Media Corporation Ltd dan Keari Ltd ini pun dikenal sebagai pemimpin Al-Badr, pasukan paramiliter di bawah Jamaat. Dengan posisi ini, ia diyakini merupakan dalang penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan pejuang kemerdekaan Bangladesh.

Dalam perang kemerdekaan selama sembilan bulan, Bangladesh—yang dulu adalah bagian timur Pakistan, dikenal sebagai Pakistan Timur—berusaha melepaskan diri. Semua bermula ketika Pakistan untuk pertama kalinya menggelar pemilihan umum demokratis, Desember 1970. Partai Liga Awami memenangi pemilihan. Namun Jenderal Yahya Khan, pemimpin militer berkuasa ketika itu, menolak menyerahkan posisinya. Timbullah pemberontakan di Pakistan Timur, menuntut sang Jenderal mengakui hasil pemilu. Pakistan Timur mengancam memisahkan diri.

Alternatif berpisah rupanya menjadi pilihan rakyat di sana. Pemicunya, pada Maret 1971, tentara Pakistan menggelar operasi untuk menyisir penduduk sipil, pelajar, intelektual, hingga kelompok bersenjata yang menuntut junta militer menerima hasil pemilu. Bangladesh pun mendeklarasikan kemerdekaannya.

Tentara bertindak dengan menggandeng milisi ekstremis di bawah naungan Jamaat, yaitu Razakars, Al-Badr, dan Al-Shams. Mir Quasem Ali memimpin milisi Al-Badr. Karena itu, salah satu tuduhan untuknya adalah penyiksaan remaja Jashim dan lima orang tak teridentifikasi lainnya yang tewas setelah Idul Fitri 1971 di Hotel Dalim, Andorkilla, Chittagong. Tuduhan lain: Ali menculik Jahangir Alam Chowdhury, Ranjit Das Prokash Latu, dan Tuntu Sen pada November tahun yang sama. Latu dan Sen diyakini dibunuh. Jasad mereka tak pernah ditemukan.

Pemerintah Bangladesh ketika itu bertahan dalam pengasingan di India, sementara eksodus pengungsi mencapai 10 juta orang. Ada perbedaan klaim jumlah nyawa yang terbunuh dalam peristiwa itu. Menurut versi pemerintah Bangladesh, korban tewas mencapai 3 juta jiwa dan ribuan wanita diperkosa. Adapun menurut kalangan peneliti, 500 ribu jiwa melayang. Perang kemerdekaan baru berakhir setelah India ikut campur membantu Bangladesh mengalahkan Pakistan pada Desember 1971.

Pelaksana Sekretaris Jenderal Jamaat Shafiqur Rahman mengecam vonis atas pemimpin partainya. Menurut dia, tertuduh seharusnya berhak meminta peninjauan kembali tuduhan yang dikenakan pengadilan. "Berdasarkan Artikel 105 Konstitusi, pihak yang bersangkutan berhak mengajukan permohonan banding," katanya, seperti dirilis dalam situs Jamaat, Rabu pekan lalu.

Mir Quasem Ali menuduh balik pengadilan telah memvonisnya berdasarkan instruksi pemerintah sekuler Bangladesh, lawan politik Jamaat. "Itu pengadilan penuh motif," ujar anggota badan pembuat keputusan tertinggi partai Jamaat itu, seperti dikutip The Express Tribune. Sepakat dengan Ali, Tajul Islam, pembela di pengadilan sekaligus pengacara Kamaruzzaman, mengatakan penyampaian vonis setelah jeda proses hukum sembilan bulan patut dipertanyakan.

Begitu pula pernyataan Rahman. Menurut dia, tuduhan terhadap pemimpinnya menggelikan dan dibuat-buat. Ia justru menyebut tertuduh sebagai pahlawan. "Pemerintah sudah putus asa dan gegabah berupaya membunuh pemimpin jujur dan patriot demi kepentingan politik." Ia merujuk pada Kamaruzzaman, asisten senior Sekretaris Jenderal Jamaat, yang baginya merupakan jurnalis ternama sekaligus tokoh intelektual dan pemimpin populer.

Sementara Jamaat mengecam, pemerintah Bangladesh menyatakan puas atas vonis pengadilan terhadap Ali cs. Menteri Anisul Huq mengklaim pengadilan penjahat perang adalah kehendak rakyat. "Kami puas karena bisa memenuhi tuntutan rakyat Bangladesh untuk mengadili penjahat perang dan membawa keadilan dengan menghukum mereka," katanya, seperti dirilis The Daily Star.

Atmi Pertiwi (BBC, Al Jazeera, DW, The Daily Star, BangladeshNews24, Tribune, Dhaka Tribune)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus