DI tengah gegap gempitanya tuduhan AS bahwa Uni Soviet terlibat
dalam mempersenjatai gerilya Marxis di El Salvador, Presiden
Leonid Brezhnev tampil dengan ajakan yang simpatik. Ia
menawarkan diselenggarakannya suatu pertemuan puncak
Soviet-Amerika Serikat.
Hal itu dikemukakan Brezhnev pekan lalu dalam pembukaan Kongres
Partai Komunis Uni Soviet ke-26 di Moskow. Dengan mengenakan jas
berwarna gelap dan beberapa medali terpampang di dadanya,
Brezhnev yang berusia 74 tahun itu tampak segar-bugar. Ia bahkan
berpidato selama 3 jam 40 menit. Dan selama itu ia berulang kali
menghapus bibirnya dengan sapu tangan.
Bagian yang kritis dari pidatonya menyinggung masalah hubungan
internasional, di samping mencurahkan perhatian terhadap
persoalan ekonomi dalam negeri. Namun suara Brezhnev kali ini
agak lain. Ia tidak lagi menyinggung masalah perlunya ratifikasi
SALT II (Persetuan Pembatasan Senjata Strategis). Padahal itu
selalu menjadi tuntutan Soviet terhadap AS selama ini.
Dengan nada yang agak merendah Brezhnev mengatakan, "Kami siap
untuk melanjutkan negosiasi yang relevan dengan AS tanpa
menunda, dengan berpegang teguh kepada hal positif yang sudah
dicapai selama ini." Tapi sejak intervensi Soviet di
Afghanistan, Desember 1979, Kongres AS sudah tidak tertarik lagi
untuk meratifikasi SALT II. Bahkan timbul semacam kesadaran di
Amerika bahwa persetujuan itu hanya menghalangi AS membangun
militernya, sementara Uni Soviet seenaknya melibatkan diri dalam
campur tangan militer di berbagai negara. Termasuk di El
Salvador.
Sebuah dokumen yang membuktikan keterlibatan Soviet membantu
gerilya Marxis di El Salvador telah disebarkan oleh Deplu AS.
Dokumen itu berisikan antara lain, sebuah surat orang Salvador,
bernama 'Vladimir', yang mengatakan bahwa gudang persenjataan di
Kuba sudah penuh dengan senjata yang datang dari negara
sosialis. Surat itu, tertanggal 1 November 1980, dibeberkan AS
hampir bersamaan dengan tawaran Brezhnev mengadakan suatu
pertemuan puncak.
Namun dua hari sebelum pembukaan Kongres PKUS, harian Pravda
memuat tulisan Menteri Pertahanan Soviet, Marsekal Dmitry F.
Ustinov. Ia menuduh AS dan sekutunya melakukan tindakan yang
bertentangan dengan usaha peredaan ketegangan. Ustinov, 74
tahun, juga menuduh negara Barat memulai peran dingin.
Maka tawaran Brezhnev ini diterima dengan sangat hati-hati oleh
AS. Apalagi sejak Ronald Reagan menduduki Gedung Putih, AS
menampilkan postur garis keras terhadap pihak Soviet. "Tawaran
itu sungguh menarik," kata Menlu Alexander Haig. Tapi
Pemerintahan Reagan tampaknya lebih suka mempelajarinya lebih
dahulu di samping berkonsultasi dengan sekutunya di Eropa Barat.
Dengan PM Margaret Thatcher yang hadir di Washington pekan lalu,
Reagan tentu memhahasnya.
AS tentu saja menginginkan terbukanya suatu dialog yang serius
dan konstruktif dengan Soviet, kata Reagan. Tapi kalangan
pengamat di Washington memperkirakan bahwa untuk sementara
Reagan mungkin akan lebih mencurahkan perhatiannya kepada
masalah budget yang sedang diajukan ke Kongres. Apd lagi Reagan
juga memberikan persyaratan bahwa pertemuan itu hanya bisa
berlangsung jika masalah peranan Soviet di El Salvador sudah
selesai.
Buat AS persyaratan ini mungkin sekedar usaha menunda waktu.
Tapi pihak Soviet menanggapi pernyataan Reagan itu secara
serius. Dalam sebuah wawancara televisi Amerika, seorang pejabat
Soviet mengatakan, "Presiden Reagan akan kelihatan bodoh bila ia
membiarkan masalah El Salvador merintangi pertemuan puncak
negara superpower."
Soal waktu mungkin begitu penting artinya bagi Soviet sekarang.
Tapi buat AS ada hal lain yang hars diperhitungkannya.
Terutama karena ada kepentingan yang berbeda antara AS dan
sekutunya di Eropa Barat (lihat box). Ada anggapan bahwa tawaran
Soviet itu tak lebih dari suatu basa-basi, yang secara tak
langsung berusaha memecah-belah AS dan sekutunya.
Berkunjung ke Washington pekan lalu, Menlu Prancis Jean
Francois-Poncet mengemukakan perlunya usaha menghentikan segala
pernyataan yang akan menjurus ke perang dingin. Ia bahkan secara
terperinci mendesak AS untuk mengadakan pembicaraan dengan
Soviet dalam soal Afghanistan.
Menlu Jerman Barat, Hans-Diettrich Genscher, yang pergi pekan
ini ke Washington diduga akan mengajukan hal yang sama. Dengan
kata lain, kedua negara sekutu AS itu tampaknya menginginkan
pertemuan puncak AS-Soviet terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini