Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sang Pembawa Air

30 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam ruang pertemuan kantor Adaletve Kalkinma Partisi (AK Parti) yang modern di Eminonou, Istanbul, para aktivis perempuan berkumpul. Mereka sedang mengadakan rapat penggalangan dana, tapi yang mereka bahas soal makanan. Mereka membicarakan jenis makanan yang akan dimasak untuk dijual. Ya, tradisi partai ini: dana tidak datang dari siapa-siapa, melainkan dari usaha sendiri.

Dalam AK Parti ada modernitas, ada sikap ngotot untuk berdiri sendiri. Mungkin itulah, salah satunya, yang membuat warga memilihnya.

AK Parti lahir pada 14 Agustus 2001 dengan simbol bola lampu berwarna oranye. Partai ini didirikan Recep Tayyip Erdogan dan para aktivis Partai Kesejahteraan yang diberangus pengadilan pada 2001. Erdogan—kini 53 tahun—terpilih sebagai ketuanya. Erdogan dulu seorang Islam militan dan anti-Barat. Kini ia telah berubah, menyatakan taat pada sekularisme, pro-NATO, pro-Uni Eropa. Bekas murid madrasah ini juga mengenakan jas-dasi dan memelihara kumis tanpa jenggot.

”Sekularisme adalah prinsip kebebasan dan perdamaian sosial,” begitu bunyi konstitusi AK Parti. AK Parti menolak menggunakan nilai keagamaan yang sakral untuk tujuan politik.

Namun, bekas Wali Kota Istanbul ini tetap kritis. Sekularisme seharusnya tak mengorbankan rakyat yang ingin mengekspresikan ajaran agama mereka secara terbuka. Itulah sebabnya AK Parti ingin mencabut larangan mengenakan kerudung dalam bangunan kantor-kantor pemerintah. ”Tidak baik bagi gadis Turki berkerudung tak bisa masuk universitas di Turki, tapi bisa di London, Paris, Bonn, dan Washington,” kata Abdullah Gul, Wakil Ketua AK Parti.

Saat ini sekitar tiga perempat perempuan Turki mengenakan kerudung. ”Hak dan kebebasan perlu bagi setiap orang,” kata Erdogan.

AKP bergerak cepat. Dalam setahun terbentuklah jaringan nasional partai. Berturut-turut berdirilah organisasi pemuda dan perempuan onderbouw partai itu di seluruh Turki. Dalam kedai kopi yang sesak dan kumuh di Gazi, Ketua AK Parti lokal, Yavuz Subasi, menggarap rekrutmen anggota baru.

AK Parti punya jaringan di kalangan jelata yang memasok makanan dan kebutuhan dasar saat krisis ekonomi mendera. Partai ini berjanji mengakhiri korupsi dan salah urus dalam politik yang menyebabkan jutaan orang terjun bebas ke jurang kemiskinan. Bahkan partai yang dituduh membawa agenda Islam ini menyusun semua aspek modernisasi dari kehidupan ekonomi dan sosial secara liberal dalam konstitusinya. Pelaku pasar menilai AK Parti membawa stabilitas ekonomi. ”Tak banyak nilai-nilai Islam yang tertinggal pada Erdogan atau pemimpin AK Parti,” kata Rusen Cakir, wartawan Turki.

Dengan modal itu, AK Parti hanya butuh satu tahun untuk bisa menyabet suara mayoritas 34 persen suara dengan 363 kursi dari 550 kursi parlemen pada pemilu November 2002. Kemenangan ini sekaligus mengakhiri era pemerintahan koalisi. Erdogan menjadi Perdana Menteri Turki ke-59. Ia mengaku sebagai seorang muslim yang mencoba sekeras mungkin mempraktekkan keimanannya. ”Tapi jika Anda bertanya apa identitas partai kami, kami adalah partai konservatif-demokratik-sekuler,” ujar Erdogan.

Turki dengan serta-merta menjadi negeri muslim demokratis. ”Kini dunia dengan sekitar 1,2 miliar penduduk muslim kebanyakan percaya bahwa Anda tak dapat menjadi muslim yang baik sekaligus percaya pada nilai Barat,” ujar Grenville Byford, analis politik Turki di Kennedy School of Government, Amerika Serikat. Namun, katanya, Erdogan adalah jenis muslim yang berbeda. ”Saya yakin Tayyip Erdogan dan teman-temannya percaya bahwa mereka dapat menjadi muslim yang baik dan demokrat yang baik pada saat yang sama,” kata Byford.

Meski begitu, AK Parti dinilai menyimpan agenda partai Islam militan oleh musuhnya, Zenep Gogus misalnya. Politisi dari partai oposisi Partai Republik Rakyat (RPP) ini seorang perempuan modern dan pemuja Kemal Ataturk. Ketakutannya yang terbesar tentang Turki adalah membiarkan Islam menyusup ke pentas politik lewat pintu belakang. ”Kami tak tahu apa yang sebenarnya mereka wakili, jadi kami merasa sangat tidak aman,” katanya.

Tapi tak banyak yang berpandangan begitu. ”AK Parti bukan partai agama,” ujar Sadik Imret, warga Istanbul. AK Parti, menurut dia, melakukan hal yang tak dilakukan partai lain. Penduduk Istanbul tak punya air untuk mandi hingga Tayyip Erdogan terpilih sebagai Wali Kota Istanbul. ”Ia (Erdogan) membawa air ke Istanbul dan itu cukup bagi saya untuk mendukung dia,” katanya.

Raihul Fadjri (BBC, Turkish Daily News, Zaman)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus