AKHIRNYA, Imelda Marcos pun muncul di pengadilan federal Manhattan New York, Senin lalu. Bergaun malam warna biru muda, ia turun dari Limousine warna hitam, langsung menuju tangga masuk pengadilan dengan susah payah. Di antara kerumunan wartawan, tampak seorang wanita berpakaian drakula dengan dua taring dan dadanya bertuliskan: "Imelda penghisap darah rakyat Filipina." Sambil meremas sapu tangan putih, dan berlinang air mata, 'kupu-kupu besi' itu duduk di kursi kayu terdakwa berwarna cokelat, mendengarkan sanggahan pengacaranya dari tuduhan jaksa. "Saya tak mengizinkan wanita ini kembali ke Honolulu, sebelum semuanya beres," ujar hakim John Keenan. Pengacaranya, John Bartko diberi waktu hingga Selasa siang, untuk memberikan uang jaminan sebesar US$ 5 juta (sekitar Rp 8,5 milyar), yang diambil dari simpanan keluarga Marcos di Swiss. 90 menit kemudian, Imelda digiring ke lantai 3 gedung pengadilan, untuk difoto dan diambil sidik jarinya. Bersama Marcos suaminya, ia dituduh menggelapkan bantuan AS sebesar 268 juta dolar (sekitar Rp 455 milyar), menyelewengkan uang kas pemerintah Filipina 103 juta dolar, dan sejumlah komisi. Marcos, 71 tahun, yang kini tinggal di Makiki Height Drive Nomor 2338, Honolulu, tak bisa hadir di persidangan. Ia menderita sakit mata tekanan darah tinggi, dan liver. Sebagian hasil korupsi selama ia 21 tahun berkuasa di Filipina itu disimpan Marcos di bank-bank Hong Kong, Swiss, dan Amerika. Sebagian dibelikan gedung-gedung di daerah mewah Manhattan, AS. Sebagian lagi, senilai 5,9 juta dolar, digunakan Imelda untuk memborong barang-barang antik koleksi sebuah yayasan amal. Untuk melicinkan jalan bagi penyelewengan itu, terutama yang menyangkut bantuan Amerika, Marcos dituduh memalsukan sejumlah dokumen guna memperdaya petugas keuangan Negeri Paman Sam tersebut. Ikut disebut berperan dalam pemalsuan dokumen itu adalah milyuner Adnan Kashoggi, yang dikenal akrab dengan Marcos. Jika semua tuduhan jaksa, yang dirangkum dalam surat dakwaan setebal 79 halaman, terbukti, maka Marcos akan mendekam di penjara selama 95 tahun. Hukuman tambahan lain: ia diharuskan membayar denda sekitar 250 juta dolar. Jauh sebelum persidangan dimulai, Marcos sebetulnya sudah berusaha meloloskan diri dari jangkauan hukum Amerika melalui Presiden Ronald Reagan. Sementara Imelda mencoba lewat Nancy Reagan. Dalam salah satu suratnya kepada Nancy, September 1986, Imelda menulis, "Saya yakin, dengan satu saran saja dari Gedung Putih atau Departemen Luar Negeri, seluruh penghinaan atas seorang teman akrab dapat dihentikan." Tapi permintaan itu ditanggapi Reagan sinis. "Soal Marcos jangan sampai mampir di meja saya," katanya berang. Ia menambahkan, sekalipun Marcos sahabatnya dan sahabat Amerika, peradilan harus dijalankan tanpa pandang bulu. Sikap Reagan itu disebut Marcos sebagai "pengkhianatan pribadi" atas dirinya. Seorang staf Marcos di Honolulu bahkan menuding Reagan dengan sinis: "Begitukah cara Anda melayani seorang teman? Kalau ia telah berubah menjadi sepotong kentang busuk, lalu dicampakkan begitu saja." Usahawan terkemuka Filipina di Honolulu, Joe Lazo, pemimpin organisasi Persatuan Bangsa Filipina, yang mendukung Marcos, bahkan menyebut, "Posisi Marcos di Honolulu tak ubahnya seperti sandera." Benarkah? Kelihatannya demikian. Cepat atau lambat, Marcos akan dihadapkan ke depan meja hijau. Kini ia menjalani pemeriksaan, untuk membuktikan ia benar-benar sakit, dan diadili di Honolulu saja. Sekalipun Reagan "melupakan" hubungannya dengan Marcos, tidak demikian halnya milyuner Amerika, Doris Duke, kawan lama bekas orang nomor satu Filipina itu. Adalah Duke yang meminjamkan pesawat jet pribadinya, Boeing 737, untuk menerbangkan Imelda ke New York, dan membiayainya selama menginap di Hotel Waldorf Astoria. Semula Amerika, kabarnya, khawatir atas penggunaan pesawat mewah bernomor 117-DF itu, yang disebut-sebut punya alat antiradar. Siapa tahu, kesempatan terbang ke New York dipergunakan Imelda untuk melarikan diri ke Filipina. Baru setelah dapat jaminan bahwa Imelda pasti hadir di New York pesawat pribadi berkapasitas 19 penumpang itu (aslinya: 130 orang) diizinkan tinggal landas dari Honolulu. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap istrinya di pengadilan Manhattan, Marcos, menurut seorang pembantu dekatnya, sibuk membaca dan mempelajari buku-buku tentang hukum. Ia seolah ingin mengulang kasus peradilannya di Laoag, Filipina, pada 1935. Waktu itu Marcos, yang dituduh membunuh Julio Nalundasan, musuh politik ayahnya, dalam pembelaan yang dibacakannya selama setengah jam, berhasil membuat pengunjung menangis terisak-isak. Termasuk pegawai pengadilan dan sang hakim. Dalam kasus Nalundasan, Marcos diganjar tujuh tahun penjara. Kini, agar dapat bebas dari segala tuduhan, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengajukan tiga tawaran kepada mereka. Pertama, mereka harus mengakui seluruh tuduhan jaksa. Kedua, mereka harus mengungkapkan simpanan harta mereka di Amerika dan mengembalikan semua kekayaan luar negeri mereka ke Filipina. Ketiga, mereka harus bersedia memberikan kesaksian dalam pengadilan sanak famili dan teman-teman mereka yang terlibat kasus korupsi di masa pemerintahan Marcos. Tapi tawaran itu ditampiknya. A. Hikam (Honolulu) & Didi P. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini