Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka mengantar jasad Yasser Arafat menuju pembaringan terakhir di Muqataa, Ramalah, Kamis pekan lalu. Sekonyong-konyong kota kecil itu meledak oleh ratusan ribu warga Palestina. Mereka turun ke jalan meluapkan duka. Asap mengepul di mana-mana, poster Abu Amarpanggilan kesayangan Arafatdiarak di jalan-jalan, para pejuang muda di Gaza dan Tepi Barat bahkan berteriak histeris sambil meletupkan tembakan salvo ke udara.
Arafat adalah segala-galanya bagi Palestina. Tiga jabatan penting ia sandang, sebagai Presiden Palestina, Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dan pemimpin Gerakan Al-Fatah. Mangkatnya Arafat, menurut bekas pemimpin Fatah di Hebron, Ahmad Dudin, menjadi persoalan besar politik Palestina. "Otoritas Palestina selalu dikendalikan satu orang," kata dia seperti dikutip Middle East Quarterly.
Kini, setelah Arafat tiada, jabatan Presiden Otoritas Palestina dipercayakan kepada ketua parlemen Rawhi Fattuh. Menurut ketentuan, Fattuh memegang pemerintahan selama 60 hari untuk menyiapkan pemilihan presiden baru pada Januari mendatang. Posisi pemimpin PLO digantikan Sekretaris Jenderal PLO Mahmud Abbas, sedangkan Al-Fattah diserahkan kepada Farouk Kaddoumi.
Al-Fatah, singkatan Harakat al-Tahrir al-Watani al-Filastini atau Gerakan untuk Pembebasan Nasional Palestina, menjadi penting. Gerakan militer dan politik yang didirikan pada 10 Oktober 1959 di Kuwait ini dipandang sebagai kendaraan kuat menuju kursi Presiden Palestina. Arafat sukses melaluinya. Hingga sekarang, Al-Fatah masih jadi tulang punggung PLO, khususnya di barisan faksi-faksi pendukung pemerintah Otoritas Palestina.
Pengamat yang lama menggeluti masalah Timur Tengah, Smith Alhadar, menganggap Al-Fatah bagian penting bagi pemilu kedua di Palestina setelah pada 1996 memenangkan Arafat. Ia beralasan, para kandidat Presiden Palestina hampir semua akan berasal dari alumni gerakan Al-Fatah. "Pergantian presiden akan seiring dengan perubahan kepemimpinan Al-Fatah," katanya.
Ada Farouk Kaddoumi yang saat ini menjabat Ketua Al-Fatah atas rekomendasi Arafat.
Namun, Alhadar yang pernah tinggal di Iran 15 tahun melihat Farouk bakal tersingkir setelah pemilihan presiden. Tokoh gaek ini bakal tersingkir karena tergolong garis keras. Farouk menolak persetujuan Oslo yang ditandatangani di Washington, 13 September 1993. Karena itulah, Alhadar memprediksi Farouk akan disingkirkan untuk menyelamat-kan keutuhan Palestina, meski punya dukungan kuat di kalangan garis keras.
Sejauh ini ada dua kandidat kuat presiden yang akan menentukan kepemimpinan Fatah: Mahmud Abbas dan Ahmad Qorei. Abbas atau dikenal dengan nama Abu Mazen, bakal menang dalam pemilihan presiden, Januari mendatang, karena dijagokan Amerika dan Israel. Ia didukung dua negara ini karena bersedia menghentikan kaum muda radikal angkat senjata untuk Palestina.
Kepemimpinan Abu Mazen memiliki dua kandidat pemimpin Fatah, yaitu Marwan Barghouti dan Mohammad Dahlan. Namun, tampaknya Dahlan yang bakal memimpin, lantaran Barghouti, pemimpin Brigadir Al-Aqsa ini, masih mendekam di penjara Israel (vonisnya seumur hidup). Sementara itu Dahlan, bekas Menteri Negara Urusan Keamanan Palestina, punya peluang setelah belakangan memilih berada di belakang Abbas. Ia juga dikenal dengan gerakan Intifadanya.
Abbas berpeluang besar, tapi mungkin juga tak akan bertahan lama. Abbas dikenal sebagai tokoh yang terlalu moderat dan kompromistis, sehingga bakal ditolak oleh kaum muda garis keras. Ahmad Qorei bakal menggantikan Abbas. Kepemimpinan Qorei cenderung bisa menjadi penengah kelompok moderat maupun garis keras.
Seperti halnya Abbas, Qorei akan menyerahkan Al-Fatah kepada Saeb Erakat, yang dikenal sebagai juru runding Arafat dari faksi Security Service atau Salim al-Zanun, Kepala Dewan Palestina Nasional, anggota Komite Pusat Fatah. Namun, Erakat yang paling kuat, karena Zanun sudah lama tak muncul ke permukaan. Qorei akan menggunakan Fatah untuk menjadi jembatan negosiasi dengan kaum muda radikal, sehingga Qorei masih bisa bernegosiasi dengan Israel bergaya Arafat.
Kursi pimpinan Al-Fatah bakal jadi kue pilihan presiden baru untuk menyatukan cadas moderat dan batu muda radikal.
Eduardus Karel Dewanto (Al-Jazeera, Reuters, BBC, AFP, Arab News)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo