Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sekarang saudaramu meyelamatkan...

Penyerbuan tentara Iran ke Irak (operasi ramadhan) dengan tujuan kota basra, untuk menjatuhkan presiden saddam hussein. Resolusi DK-PBB tak diacuhkan Iran. (ln)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AYATULLAH Ruhollah Khomeini berpantang mundur, apalagi bila sudah tercium olehnya bau kemenangan, begitu kata Daniel Pipes, sejarawan pada Universitas Chicago. Sungguh bau kemenangan itu pekan lalu berubah jadi berita kemenangan. Tapi dunia tidak terkejut. Bukan karena Pipes. Jauh-jauh hari para pemuka Iran rajin sekali menggembar-gemborkan rencana penyerangan ke Irak. Kali ini terlaksana. Dengan tujuan Basra, ada 8 divisi yang dikerahkan dari perbatasan Uni Soviet. Irak sebaliknya tidak berdiam diri. Tapi rupanya Operasi Ramadhan -- nama sandi untuk penyerbuan ke Irak itu -- sedemikian sakti hingga pasukan Iran dengan mudah menerobos daerah ranjau, barikade kawat berduri dan parit-parit perlindungan. Dalam tempo kurang dari 1 jam, 13 Juli malam, pasukan Iran mematahkan perlawanan tentara Irak yang dikabarkan terserang "lesu darah". Sekitar 500 tentara loyo itu tertawan, sedang pasukan Iran yang diduga menyerbu dari 3 jurusan, berhasil menyusup sejauh 25 km hanya dalam tempo 2 x 24 jam. Dari Teheran diberitakan, pasukan terdepan sudah berada 7 km dari Basra. Ini adalah kota minyak terpenting di Irak sekaligus pelabuhan ekspor satu-satunya, sesudah Suriah menyumbat pipa-pipa minyak Irak yang bermuara ke Laut Tengah. Andaikata Basra jatuh, cepat atau lambat ekonomi Irak akan lumpuh. Apalagi jika sampai hubungan lalulintas Irak dengan negara-negara Arab, pemberi bantuan yang setia itu terputus. Kalau begitu, posisi Irak benar-benar gawat. Menurut Radio Baghdad, tentara Irak berhasil menahan kemajuan musuh, di sektor selatan. Sebagai balasan atas serangan artileri Iran yang dilancarkan ke Basra, Irak menembaki sasaran ekonomi di 3 kota: Kermanshah, Ilam dan Khorramabad. Menurut seorang jubir Iran, 4 pesawat Irak ditembak jatuh berikut 2 divisi disapu bersih. Kemampuan tentara Iran belakangan ini memang mengagumkan banyak orang, tidak terkecuali para ahli militer AS. Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Khomeini menghimbau pasukan Irak agar membangkitkan pemberontakan terhadap Presiden Saddam Hussein. "Sekarang saudaramu bangsa Iran sudah datang untuk menyelamatkan kamu dari rezim kafir itu . . . maka wajib atasmu untuk keluar rumah dan membantu saudaramu bangsa Iran." Khomeini sejak lama menganut politik anti-Saddam. Dan walaupun tentara Irak sudah mundur dari wilayah Iran, Radio Teheran tiap kali mengingatkan bahwa perang 22 bulan itu tidak akan berakhir bila Saddam masih berkuasa di Baghdad. Baru saja lahir satu resolusi Dewan Keamanan PBB supaya Iran-Irak berhenti perang, tapi Teheran tampaknya tak peduli. Maka sebagian pengamat meramalkan bahwa andaikata Basra jatuh, pasukan Iran akan langsung bergerak ke ibukota Irak untuk menghajar Saddam, pemimpin, Partai Baath, seorang Islam Sunni yang menurut Khomeini telah menindas orang-orang Irak yang Syiah. Tapi kali ini tentara Irak berada dalam posisi mempertahankan tanah air. Senjata rudal Frog-7 dan Scud-B milik Irak sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan untuk menghantam tentara Iran. Negara-negara Teluk dilanda kecemasan, terutama Kuwait yang perbatasannya hanya 30 km dari Basra. Arab Saudi mencela Teheran karena meniup-niupkan api peperangan, di saat Baghdad memperlihatkan usaha ke arah perdamaian. Memang, sejak Juni, Presiden Saddam Hussein berusaha membujuk Khomeini ke meja perundingan. Ia bukan saja menarik mundur pasukan Irak dari wilayah Iran, tapi juga tidak keberatan bila sebuah mahkamah internasional menyelidiki sebab-sebab perang, seperti yang dituntut Khomeini. Irak tak lupa menawarkan dana perbaikan untuk kerugian akibat perang yang diderita Iran. Sebaliknya Menteri Perminyakan Iran Mohammad Gharazzi berkata belum lama ini di Wina bahwa bila pemerintah Partai Baath (maksudnya Saddam) jatuh, maka Iran sama sekali tidak akan menuntut pembayaran dana reparasi. NAMPAKNYA habis peluang bagi Presiden Irak untuk menyelesaikan perang ciptaannya sendiri secara baik-baik. September 1980, pasukannya menerobos perbatasan Iran, menguasai wilayah seluas 6000 km2. Tapi 22 bulan kemudian, sekarang ini, justru kursi kepresidenannya yang terancam. Ia masih harus memperhitungkan orang-orang Irak beraliran Syiah yang melarikan diri ke utara, lalu mendirikan Balatentara Penyelamat menurut model pengawal revolusi Iran. Militansi mereka begitu mencemaskan hingga Arab Saudi mengancam akan menghentikan subsidi US$ 1,5 milyar pada Suriah yang -- bersama Libya --tampil sebagai sekutu Iran. Dan Presiden Mesir Mubarak yang tidak begitu akrab dengan Saddam Hussein kini terpaksa ikut bersedih. Akibat penyerbuan Iran bisa merepotkan dalam negeri Mesir sendiri. Sekarang di Mesir banyak kaum fundamentalis Islam sedang diadili, sementara para pengikut mereka bisa dengan mudah dijalari demam kemenangan Khomeini. Yang pasti persiapan Irak sebagai penyelenggara pertemuan negara-negara Non-Blok akan banyak terganggu. Pertemuan yang direncanakan September mendatang sebenarnya diharapkan bisa menyanjung tinggi Saddam Hussein, satu hal yang diharamkan Khomeini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus