Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat di Pemerintah Amerika Serikat mengklaim, sekutu-sekutu Amerika berkomitmen untuk mengikuti jejak Washington untuk melarang (impor) barang hasil kerja paksa dari wilayah Xinjiang, Cina. Ia memperingatkan perusahaan Cina, kalau mereka tidak dapat terus berpura-pura soal rantai pasokan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Undang-undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur Amerika Serikat (UFLPA) mulai berlaku bulan lalu untuk memotong impor produk Amerika Serikat dari Xinjiang. Washington menuduh Cina melakukan genosida terhadap etnis Uyghur dan Muslim lainnya, dan menggiring mereka ke kamp-kamp.
Beijing menyangkal telah melakukan pelanggaran di Xinjiang. Pemerintah Cina menyebut yang mereka lakukan adalah mendirikan pusat pelatihan kejuruan untuk mengekang terorisme, separatisme, dan radikalisme agama.
Thea Lee, Wakil Menteri bidang luar negeri dari Kementerian Tenaga Kerja Amerika, mengatakan pihaknya telah berdialog dengan Uni Eropa dan Kanada perihal cara menerapkan pembatasan pada barang-barang yang dibuat dari hasil kerja paksa.
"Ini adalah pergerakan. Ini bergerak di Kanada, bergerak di Uni Eropa. Ini benar-benar bergerak di seluruh dunia. Pesan saya kepada perusahaan-perusahaan adalah 'Anda harus mulai menganggap ini serius'," kata Lee dalam sebuah wawancara seperti dikutip Reuters, Selasa, 19 Juli 2022.
"Perusahaan saat ini memiliki apa yang saya sebut ketidaktahuan yang disengaja. Mereka tidak perlu tahu, jadi mereka tidak tahu," ujarnya menambahkan.
Pagar pembatas dibangun di sekitar tempat yang secara resmi dikenal sebagai pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Dabancheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, Cina, 4 September 2018. REUTERS/Thomas Peter
Lee mengatakan Uni Eropa fokus pada pengembangan standar wajib sebagai titik awal. Kanada dan Meksiko sedang bergerak menuju standar umum Amerika Utara yang melarang barang-barang hasil kerja paksa sebagai bagian dari komitmen mereka di bawah perjanjian perdagangan trilateral.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan pada Juni lalu kalau Washington telah mengajak sekutu-sekutunya untuk melawan kerja paksa saat mulai menerapkan UFLPA.
Di bawah undang-undang tersebut, badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) Amerika memberlakukan praduga yang dapat dibantah. Semua barang dari Xinjiang, yang diduga dibuat dari hasil kerja paksa, tidak boleh diimpor, kecuali jika dapat dibuktikan.
Sementara itu, muncul silang pendapat di mana sejumlah anggota parlemen Amerika meminta otoritas di CBP menjelaskan mengapa tiga perusahaan energi surya besar asal Cina dikeluarkan dari daftar importir terlarang yang diberi tanda-tanda hubungan dengan kerja paksa dalam rantai pasokan mereka.
Memperluas cakupan produk yang dilarang dapat mengancam pasokan panel surya Amerika dan merusak tujuan Biden untuk mendekarbonisasi sektor listrik negara itu pada 2035. Lee menolak mengomentari perusahaan surya.
"Misi kami adalah memberikan informasi sebanyak mungkin yang kami bisa untuk memastikan tidak ada kerja paksa dalam rantai pasokan kami. Kami memahami bahwa akan selalu ada tujuan yang bersaing dalam suatu pemerintahan, di dalam pemerintahan," katanya.
Dia mengatakan daftar terbaru Kementerian Tenaga Kerja Amerika tentang barang yang diproduksi dengan pekerja paksa atau pekerja anak akan keluar pada 28 September. Kementerian juga akan melihat alat baru untuk membantu memenuhi mandat kongres agar bisa melihat lebih dalam ke rantai pasokan.
REUTERS
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.