Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah 21 Tahun, Kesaksian Korban ExxonMobil di Aceh Dibacakan di Pengadilan AS

Seorang pelapor bersaksi suaminya pulang dalam keadaan tangan terpotong dan mata tercungkil setelah dibawa tentara yang menjaga ExxonMobil

5 Agustus 2022 | 07.30 WIB

Logo Exxon Mobil Corp terlihat di Expo dan Konferensi Rio Oil and Gas di Rio de Janeiro, Brasil 24 September 2018. [REUTERS / Sergio Moraes]
Perbesar
Logo Exxon Mobil Corp terlihat di Expo dan Konferensi Rio Oil and Gas di Rio de Janeiro, Brasil 24 September 2018. [REUTERS / Sergio Moraes]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya setelah 21 tahun proses hukum, Pengadilan Washington DC, Amerika Serikat merilis dokumen yang mengungkap kesaksian 11 korban warga Aceh, Indonesia. Mereka mengklaim mengalami pelanggaran hak asasi manusia oleh personel militer Indonesia yang disewa perusahaan minyak dan gas asal AS, ExxonMobil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Seperti dilansir Nation World News, Kamis 4 Agustus 2022, Hakim Royce C. Lambert mengeluarkan memorandum setebal 85 halaman berisi kesaksian dari para korban pada Selasa lalu. Sebagian besar saksi menolak pembelaan ExxonMobil atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia perusahaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ke-11 penduduk desa dari Provinsi Aceh tersebut menyatakan bahwa mereka dan anggota keluarga mereka disiksa, diserang secara seksual, diperkosa dan dipukuli di dalam dan sekitar pabrik minyak dan gas ExxonMobil yang terletak di kota Lhoksukon selama akhir 1990-an dan awal 2000-an.

Cohen Milstein Sellers & Toll PLLC, firma hukum yang mewakili penggugat, mengatakan keputusan itu dapat membuka jalan bagi gugatan terhadap ExxonMobil atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Perusahaan Amerika ini dilaporkan mempekerjakan beberapa personel militer Indonesia untuk memberikan jaminan keamanan di fasilitas gas alamnya di Aceh pada awal 2000-an.

Hakim pengadilan mengatakan pernyataan saksi mata penggugat dan dokumen internal ExxonMobil akan membantu juri menemukan bukti apakah tentara membayar untuk penyerangan, penyiksaan atau pembunuhan di luar proses hukum.

“Kami bersyukur pengadilan terkesan dengan bukti yang kami tunjukkan, termasuk puluhan saksi mata, dan setuju bahwa kasus hak asasi manusia ExxonMobil harus dibawa ke pengadilan,” kata Agnieszka Freezman, pengacara penggugat dan ketua tim pengacara untuk firma hukum Cohen Milstein.

“Kasus ini telah berproses di Mahkamah Agung AS dan telah terperosok dalam litigasi praperadilan selama lebih dari 20 tahun. Ini adalah titik balik besar bagi klien kami, yang telah terjebak begitu lama dengan harapan mendapatkan keadilan. Kami berharap dapat menghadirkan bukti kami di hadapan juri, ”kata Agnieszka.

ExxonMobil, selaku tergugat dalam kasus ini, telah membantah semua bukti yang diajukan oleh penggugat.

ExxonMobil – perusahaan gabungan antara Mobil Oil Indonesia dan perusahaan AS Exxon – diduga telah membayar anggota militer Indonesia US$500.000 per bulan untuk menjaga pabrik minyak dan gasnya di Lhoksukon selama perang saudara yang panjang dan berdarah antara separatis Aceh dan Tentara Indonesia.

Ke-11 penggugat menuduh bahwa penjaga keamanan melakukan penggerebekan di desa-desa setempat, di mana mereka menyerang penduduk yang tidak bersalah dengan dalih membasmi tersangka separatis.

Seorang korban bersaksi dirinya tengah hamil delapan bulan pada 2001 ketika tentara memaksanya untuk melompat berulang kali. Wanita itu mengidentifikasi penyerang sebagai seorang tentara dengan tanda 113 di seragamnya. Dia mengatakan tentara itu bekerja untuk ExxonMobil.

Kesaksian ini diperkuat dengan keterangan saksi lain yang mampu mengidentifikasi pelaku saat menunggu bus sekolah di luar fasilitas ExxonMobil setiap hari. Berdasarkan bukti ini, pengadilan memutuskan bahwa juri dapat “menyimpulkan bahwa ada hubungan kerja antara militer dan tergugat (ExxonMobil)”.

Sementara pelapor lain bersaksi bahwa pada Januari 2001, suaminya, dibawa kembali ke rumah oleh tentara setelah beberapa hari menghilang. Ketika sampai di rumah, dia melihat suaminya hanya mengenakan pakaian dalam, lengannya dipotong, dan dia kehilangan satu matanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, suaminya kesakitan, shock dan terus menangis sepanjang malam.

Kemudian ketika dia bisa berbicara, suaminya memberi tahu dia bahwa dia telah diculik oleh tentara yang bekerja di Point A, tempat pasukan keamanan ExxonMobil berada, dan kemudian tangannya dipotong dan matanya dicungkil

Berdasarkan bukti itu, pengadilan memutuskan, “juri dapat menyimpulkan bahwa tentara yang menculik dan menyiksa John Doe bertindak di Titik A dan memberikan perlindungan kepada ExxonMobil.”

Pada April lalu, ExxonMobil diganjar hukuman yang jarang terjadi setelah Lamberth memutuskan bahwa raksasa minyak itu harus membayar US$ 288.900,78 untuk biaya dan pengeluaran hukum pengacara E-11 penggugat asal Aceh, setelah deposisi yang gagal.

SUMBER: NATION WORLD NEWS | AL JAZEERA

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus