DI Bosnia, hari raya korban meminta pengorbanan besar. Selasa pekan lalu, usai salat Idul Adha, sejumlah orang Bosnia di Dobrinjalalu mencoba berekreasi dengan bersepak bola. Bisa jadi, ini dilakukan karena mereka tak lagi punya apa pun untuk dikorbankan. Tiba-tiba dua buah granat mendarat di lapangan tempat bermain, dan meledak. Sebelas orang mati dan 99 yang lain luka-luka. Sampai pekan lalu Bosnia tampaknya berada di tingkat tak lagi mendapatkan perhatian internasional secara serius. Amerika Serikat hampir boleh dikatakan kini angkat tangan. Secara terus terang Menteri Luar Negeri AS, Warren Christopher, menyatakan bahwa masalah Bosnia bukan persoalan Amerika. Ia lupa, negeri superkuat satu-satunya kini itu suka memasalahkan hak asasi manusia. Adakah di Bosnia itu tak berlaku? Bila demikian, Bosnia kini tinggal menunggu aksi solidaritas negara-negara Islam. Sebenarnya, dalam pertemuan Organisasi Konferensi Islam (OKI), di Amman, Yordania, tahun lalu, sudah disepakati bantuan untuk Bosnia. Sehabis pertemuan, puluhan juta dolar pun mengalir ke Bosnia. Orang-orang kaya di Arab dengan spontan menyumbangkan duit, makanan, obat-obatan, dan pakaian ke Bosnia lewat mesjid-mesjid. Raja Arab Saudi menyumbang US$ 9 juta. Demikian juga dengan Emir Kuwait dan Presiden Uni Emirat Arab, masing-masing menyumbang US$ 3 juta. Iran, yang sejak awal mengusulkan agar negara-negara Islam mengirim pasukan militernya ke Bosnia, segera mendaratkan Boeing 747-nya di Zagreb, Kroasia, September lalu. Tapi pemerintah Kroasia segera menyita 4.000 pucuk senjata dan lebih dari satu juta amunisi yang dibawa pesawat itu, dan memulangkan kembali puluhan orang Iran yang siap bertempur. Tapi, kabarnya, sejumlah mujahidin atau pejuang Islam lolos masuk ke Bosnia. Seorang sopir di Split, Kraosia, mengatakan, sekitar 3.000 mujahidin dari negara-negara di Timur Tengah telah masuk ke Bosnia. Sopir itu mestinya melebih-lebihkan soal jumlah. Tapi bahwa ada sejumlah mujahidin dari Pakistan atau Aljazair atau dari negara lain, tampaknya itu memang benar. Beberapa berita menyatakan, korban milisi Serbia beberapa bukan orang Bosnia, tapi bertampang orang Timur Tengah. Besar dugaan, para mujahidin ini masuk atas inisiatif pribadi, bukan suatu gerakan terkoordinasi. Yang pasti, menurut surat kabar Asshraq Al Awsat Mei lalu, bantuan Arab Saudi berupa uang tunai ke pemerintah Bosnia telah mencapai US$ 80 juta. Harian Gulf News melaporkan OKI telah menyumbang US$ 90 juta untuk Bosnia, yang disampaikan melalui organisasi bulat sabit, palang merahnya negara-negara Arab. Dan dalam sidang OKI di Senegal, Januari lalu, diusulkan agar embargo senjata khusus bagi Bosnia dicabut bila perdamaian di Bosnia tak kunjung tampak. Agar bantuan seperti yang sudah dilakukan oleh Iran tak ditolak oleh pemerintah Kroasia, misalnya. Apa sebenarnya yang ditunggu oleh anggota OKI untuk segera bertindak? Padahal, di PBB pun negara-negara Nonblok sudah menolak konsep daerah aman yang belum tentu terjamin keamanannya itu. Sampai kapan Bosnia harus menunggu? SN (Jakarta) dan DB (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini