TAMPAKNYA, Rusia bakal dikemudikan oleh dua kekuasaan yang bermusuhan. Yakni bila puncak pertarungan Presiden Boris Yeltsin di satu pihak dan Ketua Parlemen Ruslan Khasbulatov di pihak lain, Sabtu pekan lalu, tak mendapatkan jalan keluar. Dua tokoh yang bermusuhan setidaknya sejak awal tahun lalu itu, pekan silam, masing-masing mengajukan konsep perubahan konstitusi. Tentu saja masing-masing dengan konsep yang menguntungkan pihaknya. Yeltsin mengubah konstitusi untuk memberikan kekuasaan kepada presiden. Khasbulatov justru ingin mempertegas hak parlemen mencampuri urusan kabinet. Seperti diketahui, konstitusi Federasi Rusia kini adalah warisan zaman Uni Soviet. Di situ dinyatakan bahwa parlemen, antara lain, berhak menolak calon perdana menteri dan menteri serta menguasai bank sentral. Dengan hak inilah parlemen, sejauh ini, selalu menjegal pelaksanaan reformasi Yeltsin. Misalnya, dengan memerintahkan bank sentral agar tak mengeluarkan bujet untuk anggaran tertentu. Maka, setelah berlangsung referendum 25 April lalu, dan mayoritas rakyat masih mendukung Yeltsin sebagai presiden serta menghendaki reformasi dilanjutkan, Yeltsin mulai mempersoalkan konstitusi. Dalam sebuah pertemuan kabinet bulan lalu, disusunlah konsep konstitusi baru setebal 50 halaman. Antara lain di dalamnya disebutkan, sebagai kepala pemerintahan dan negara, presiden berhak menunjuk perdana menteri, kabinet, hakim agung, pejabat militer, serta direktur bank sentral. Parlemen hanya berhak menolak calon perdana menteri dan hakim agung. Dan kalau penolakan itu sampai terjadi tiga kali, parlemen akan dibubarkan oleh presiden. Hanya tiga hakim agung yang bisa menggugat kedudukan presiden. Untuk mengesahkan konsep konstitusi baru itu, lewat sebuah dekrit, Yeltsin membentuk Dewan Konstituante, beranggotakan sekitar 600 orang, yang terdiri dari pemuka agama, pengusaha, serta wakil-wakil partai dan organisasi pemuda, termasuk anggota parlemen dan para wakil daerah. Sabtu pekan lalu, dalam sidang pertama Dewan Konstituante itu, Yeltsin memberikan kesempatan tujuh menit kepada Ruslan Khasbulatov untuk berbicara di mimbar. Dengan bersemangat, menurut Reuters, Khasbulatov menuduh perubahan yang diusulkan Yeltsin sekadar alat untuk menghidupkan pemerintahan otoriter. Juga, lanjutnya, perubahan itu akan membuat Federasi Rusia terpecah-belah, karena provinsi-provinsi yang tak setuju bakal memerdekakan diri. Ia pun menyatakan dewan itu tak sah. Meski tak bisa menggagalkan adanya dewan karena dibentuk lewat dekrit presiden, katanya, ia bisa menggunakan parlemen untuk menggagalkannya. Dan memang, Jumat pekan lalu, sehari sebelum Dewan Konstituante bersidang, Ruslan Khasbulatov memimpin sidang parlemen untuk mengesahkan perubahan konstitusi versi parlemen. Secara hukum, sidang ini lebih sah daripada sidang Dewan Konstituante. Tapi parlemen, berdasarkan referendum 25 April, sebenarnya tak didukung rakyat lagi, karena mayoritas warga Rusia setuju diadakan pemilu untuk memilih anggota baru. Kata salah seorang pendukung Yeltsin, ''Dewan Konstituante merupakan satu-satunya dewan yang mewakili suara rakyat, sebab terdiri dari berbagai golongan, bukan hanya kelompok parlemen.'' Maka, itu tadi, jika tak ada solusi, besar kemungkinan muncul dua konstitusi dan dua penguasa, yang hanya akan menunda datangnya kesejahteraan rakyat Rusia. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini