Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah kremlin bobol

Mathias rust dengan pesawat cessna 172-nya terbang ke moskow tanpa diketahui radar dan pertahanan udara soviet yang dinilai ampuh. kondisi cessna 172. penerbangan mathias sudah direncanakan.

13 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CESSNA putih itu terbang rendah memutari Lapangan Merah tiga kali, nyaris menyambar kepala Dr. Abdullah Ghangro dari Karachi. "Kelihatannya begitu rendah, pas di atas kepala kami," ujar ahli bedah berkebangsaan Pakistan yang kebetulan menyaksikan detik-detik bersejarah, Kamis dua pekan lalu. "Tidak lebih dari tiga meter di atas tanah," kata Gregory Brown, seorang turis Amerika, "orang-orang pada membungkuk, khawatir kalau ada yang bersalahan dengan pesawat itu." Dua pekan telah lewat sejak penerbang Jerman Mathias Rust, 19, mendaratkan pesawatnya dengan mulus di pelataran Lapangan Merah, tepat di tengah-tengah, antara tembok Kremlin dan Katedral St. Basil. Ratusan orang yang menyaksikan pendaratan historis itu digiring menjauh oleh polisi, sementara sang pilot turun dari kokpit, tersenyum-senyum. "Saya pejuang perdamaian," katanya dalam bahasa Inggris. Seorang turis sempat merekam pendaratan Rust dengan sebuah kamera film. Rekaman yang kemudian disiarkan oleh stasiun tv Jer-Bar, ARD, menunjukkan bagaimana polisi dan orang-orang yang lalu lalang di situ terpana oleh akrobatik udara gaya Rust. Tapi sesudah beberapa detik, mereka termasuk beberapa polisi - tersenyum kepada orang muda berkaca mata itu. Beberapa di antaranya lantas mengerubungi Rust, minta tanda tangan, lalu memberondong dengan satu dua pertanyaan. "Saya datang dari Helsinki, lima jam perjalanan," ujarnya kemudian dalam bahasa Jerman. Ia tampak berseri-seri dan begitu lancar membubuhkan tanda tangan. Tiba-tiba saja Mathias Rust menjadi pahlawan di mata bangsa Jerman dan anak ajaib di mata dunia. Pendaratan Lapangan Merah itu menjadi buah bibir di seantero jagat, bahkan ada yang menilainya sebagai kemenangan seorang David terhadap Goliath. Soviet sang raksasa dengan sistem pertahanan udaranya yang perkasa telah dipermalukan oleh seorang Mathias, anak mudayang mungkin tidak paham benar akan risiko petualangannya. Pemimpin kantor berita Novosti Valentin Falin ada berucap, "Rust telah berjasa menunjukkan lubang-lubang kelemahan pada sistem pertahanan kita." Namun, yang pasti, supremo Soviet Mikhail Gorbachev tidak sependapat dengannya. Sekembali dari pertemuan Pakta Warsawa di Berlin - Gorbachev tidak berada di Kremlin ketika Rust membuat kejutan di Lapangan Merah -- ia langsung memecat Menhan Sergei Sokolov, 75 tahun, dan Panglima Pertahanan Udara Alexander Koldunov, 63 tahun. Sementara itu, ia mengangkat Jenderal Dmitri Yazov. Ini berarti pihak militer Uni Soviet tidak punya "wakil" lagi di tingkat Politbiro, lembaga pengambil keputusan tertinggi negara itu. Pers Barat kemudian menafsirkan bahwa kclalaian dua tokoh itu telah dimanfaatkan oleh Mikhail Gorbachev untuk semakin memojokkan kelompok militer. Mereka tergolong pihak garis keras yang cenderung menolak politik keterbukaan glasnost yang diusahakan sukses oleh Gorbachev. Lain lagi pendapat para pengamat di Bonn tentang pemecatan itu. Menurut mereka, dengan adanya pemecatan, berarti Mathias Rust tidak akan diperlakukan secara keras, kendati hukuman pasti ada. Apalagi kalau diperhitungkan bahwa wilayah udara sebuah negara bukanlah barang mainan yang bisa diterobos seenaknya, meski oleh seorang yang mengaku cinta damai seperti Mathias Rust. Tak pelak lagi, petualangan Rust telah sangat merepotkan Kremlin. Citranya sebagai negara adidaya bisa porak-poranda andai kata Rust dipulangkan begitu saja ke orangtuanya di Hamburg. Sebaliknya, jika pemuda nakal itu dijatuhi hukuman agak berat, maka dunia Barat akan menilai Soviet kejam, padahal selama ini Gorbachev berusaha keras menampilkan citra yang lebih manusiawi. Belum diperhitungkan akibat penyusupan Rust pada perundingan puncak pembatasan nuklir, yang belum lama ini diharapkan bisa meredakan ketegangan Timur-Barat. Ketika Presiden AS Ronald Reagan cenderung menyetujui usul Gorbachev untuk penghapusan rudal jarak menengah di Eropa sementara negara-negara Eropa Barat masih ragu-ragu - penampilan Rust justru merusakkan suasana. Jerman Barat, dan Inggris terutama, memang tidak begitu plong dengan zero option dari Gorbachev. Tanpa dikawal oleh rudal - Pershing II dan rudal jelajah--kedua negara, lebih-lebih Jerman Barat merasa sangat terancam. Tapi Mathias Rust, anak muda yang juga dari Jerman Barat itu, justru lebih senang kalau rudal-rudal itU digusur saja. Dalam keterangan terakhir pada majalah Stern, orangtua Mathias, Karl Hein dan Monika Rust menyatakan Senin baru lalu bahwa pemuda itu sebenarnya melancarkan sebuah misi perdamaian ke Moskow. "Mathias terbang dari Helsinki ke Moskow dalam upaya membicarakan masalah perdamaian dengan Mikhail Gorbachev," begitu pasangan suami-istri Rust seperti dikutip Stern. Dlikatakan bahwa Mathias juga berniat menemui Presiden Reagan, tapi "pesawat Cessna-nya tidak mungkin menyeberangi Samudra Atlantik." Selama dua pekan ini, motivasi petualangan Rust dipertanyakan habisan-habisan, tidak cuma di Moskow. Sementara Mathias terus diinterogasi - ia hanya dibolehkan bertemu satu kali dengan diplomat Jer-Bar di Moskow - ada bocoran menyatakan bahwa pejabat Soviet menduga Rust dibantu oleh dinas rahasia Barat. Media pemerintah di Moskow bahkan sudah mempertanyakan apakah penerbangan Rust digerakkan oleh motivasi politik tertentu. "Bisa dipastikan 100% bahwa Mathias Rust sengaja diterbangkan oleh sebuah kelompok atau organisasi semata-mata dengan tujuan untuk meruntuhkan citra Uni Soviet," demikian koran Bild mengutip sumber-sumber Kremlin. "Mereka menginterogasi Rust pagi, siang, dan malam," tulis koran itu lagi. Bersamaan dengan Bild, harian Jer-Bar lainnya Die Welt memberitakan bahwa Mathias Rust sendiri mengakui pendaratannya di Lapangan Merah digerakkan oleh motivasi politik. Menurut Welt, hal ini diungkapkan Mathias pada diplomat Jer-Barat yang menemuinya di penjara militer Lefortovo, Moskow. Dan pengakuan Mathias ini didengar oleh pejabat Soviet. Sementara itu, koran Partai Komunis Uni Soviet Pravda menyatakan bahwa penerbangan Mathias yang spektakuler itu sudah dipersiapkan beberapa bulan sebelumnya. Berita Pravda ternyata cocok dengan keterangan Karl-Heinz Rust kepada Stern. Anaknya itu, menurut Karls Rust, sudah berbulan-bulan mempersiapkan rencana penerbangannya. Tapi mengapa? Menurut Karl Rust, Mathias merasa sangat terpukul karena gagalnya pertemuan puncak Reagan-Gorbachev di Reykjavik Oktober tahun lalu. "Satu peluang historis sudah lenyap,' demikian kata Mathias kepada orangtuanya. "mungkin itu peluang terakhir yang bisa diharapkan dunia." Dan Mathias membentangkan rencana pendaratan Lapangan Merah itu kepada orangtuanya. Karl dan Monika Rust hanya bisa angkat bahu. Sekalipun begitu, Mathias tetap bersemangat. "Tunggu dan lihat saja," katanya "Ayah dan Ibu boleh saja tidak percaya, tapi saya akan tetap mencoba." Mathias kabarnya dibantu seorang pilot berpengalaman yang memberikan infromasi terinci tentang sistem pertahanan blok Timur. Tidak jelas apakah pilot itu warga Jerman atau bukan tapi ia telah beberapa kali berhasil terbang di atas wilayah udara negara-negara Pakt. Warsawa. Kalau semua inforrnasi itu benar, mak. Mathias Rust, yang dilecehkan oleh gadis-gadis tetangganya sebagai "bukan tipe kami", ternyata bukanlah sekadar pemuda pendiam dan pemalu. Terlepas dari motivasi dan tindakan ugal-ugalannya, ia mungkir sekali seorang idealis yang tidak berhenti pada gagasan-gagasan semata. Mathias terdorong untuk berbuat, walaupun nyaw taruhannya. Ditinjau dari segi ini, ia layak disanjung sebagai pahlawan, seperti yan kini terjadi diJer-Bar. Opini umum di negeri itu membela Mathias Rust, walaupun peme rintah di Bonn berdasarkan pertimbangan-pertimbangan politik segera menyatakan penyesalannya kepada Kremlin. Sebegitu jauh pihak Jer-Bar berusaha keras "menyelamatkan" Rust, yang diancam hukuman penjara, paling sedikit 10 tahun Kendati kelak terbukti perbuatannya tidah mengandung maksud-maksud jahat, kenyataan bahwa ia mempersiapkan penerbangan dengan rapi bisa memberatkan. Hampir bisa dipastikan bahwa Mathia Rust harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan pengadilan Uni Soviet. Tapi hampir bisa dipastikan pula bahwa nasib anak muda itu tidak akan lama terkatung-katung, karena Jer-Bar dan Uni Soviet tampaknya bertekad membereskan kisruh Rust sebelum Presiden Jer-Bar, Richard von Wizsaecker, berkunjung ke Moskow, 6 Juli depan. Sampai kini tidak ada komentar resmi dari Gedung Putih, kecuali sepotong kelakar dari Juru Bicara Marlin Fitzwater Dikatakannya, Mathias Rust mungkin akan ditawari satu Jabatan resmi oleh pemerintah AS "Kami ingin mempekerjakan pemuda itu untuk latihan terbang," katanya kepada para wartawan. Fitzwater tentulah tidak akan bisa bergurau kalau ditanya tentang Luis Salazar Rodriguez yang Senin, 1 Juni - persis empat hari sejak Mathias Rust mendarat di Lapangan Merah - telah mempermalukan AS dengan mendaratkan sebuah Cessna(!) di pangkalan udara Howard yang terletak di mulut Terusan Panama. Berita yang tak kalah sensasionalnya ini disiarkan oleh harian Critica, milik pemerintah Panama pekan lalu. Kendati motivasi Rodriguez berbeda dari Rust - ia mencari suaka politik - kenyataan bahwa radar canggih di basis Howard dapat ditembus sungguh sangat menjatuhkan citra ketangguhan militer AS. Critica malah menilai kasus ini lebih memalukan, karena sistem pertahanan Howard selama ini sangat dibangga-banggakan. Lagi pula, menurut koran itu, pesawat Rust sempat dua kali dideteksi oleh pesawat tempur Soviet, tapi Cessna curian yang dilarikan Roriguez telah nyelonong begitu saja ke Howard, sebuah pangkalan AU Amerika terbesar di kawasan selatan yang bertanggung jawab untuk semua aktivitas militer AS di Amerika Tengah dan Selatan. Tak puas mempermalukan AS, Critica menegaskan bahwa pendaratan sebuah Cessna di Howard bisa saja ditafsirkan sebagai ancaman. "Bagaimana kalau pesawat itu membawa sejumlah besar bahan peledak?" tulisnya ketus. Pihak militer AS tidak menanggapi serius berita yang dilansir Critica itu. Kol. Neil Buttimer, juru bicara Komando Selatan AS menyatakan tidak mengetahui adakah berita itu benar atau tidak. "Adanya sebuah pesawat ringan di seputar Howard merupakan hal biasa. Kami bukan seperti Moskow, dan Anda tidak seharusnya langsung mengambil kesimpulan bahwa kasus Rust sama sebangun dengan kasus Howard. Lalu menuduh sistem pertahanan kami tidak canggih," demikian Buttimer, menangkis Critica. Adapun wilayah udara AS sudah lama memang tidak aman dari berbagai penyusupan udara. Pihak polisi perbatasan AS selalu sibuk menghalau mafia obat bius, yang menyewa pilot-pilot profesional untuk menerbangkan barang dagangan mereka ke wilayah Amerika. Dalam bentrok udara, tembak-menembak sering terjadi. Laln halnya dengan Wilayah udara Uni Soviet, yang tidak hanya terlalu luas dan dikawal ketat, tapi belakangan terkenal angker. Terutama sejak Boeing 747 milik Korea Airlines ditembak jatuh di atas Semenanjung Kamchatka, September 1983, hingga penumpang dan awaknya (269 orang) tewas semua. Mathias Rust rupanya tidak peduli pada keangkeran itu. Sebagai penerbang unggul ia mungkin sudah memastikan bisa mengelabui radar dan sistem pertahanan udara Soviet, hanya dengan tetap terbang rendah, setinggi 100-200 m saja. Adapun lingkar pertahanan sekitar Moskow begitu rapat (lihat Kuman yang tak Tampak . . .) ternyata bisa ditembus juga, mungkin karena Cessna Rust tidak tertangkap layar radar. Atau boleh jadi bisa dideteksi, tapi pastilah Cessna itu dianggap pesawat kecil milik warga Soviet yang selalu simpang siur mengangkut keperluan pertanian. Karena itu pula barangkali Marsekal Koldunov tidak mendapat laporan, padahal seharusnya peringatan diberikan oleh salah satu dari tujuh pesawat TU-126 atau Ilyushin II-76, yang kecanggihannya setara dengan AWACS buatan AS. Tapi hal itu tidak terjadi, padahal Cessna diterbangkan pada jalur Leningrad-Moskow, jalur paling diawasi di seantero wilayah udara Soviet. Apa mau dikata. Hanya ada dua kemungkinan: radar tidak menangkap Cessna, atau semua personel militer pada jajaran pertahanan udara lalai dan mabuk-mabuk. Seorang tokoh AU Jer-Bar bisa berkata, "Paling lambat di saat memasuki ruang udara Moskow, Cessna seharusnya ditemukan dan dicegah dengan segala daya." Tapi itu tidak terjadi. Maka, Kamis petang itu, seorang pelukis Rusia, Mikhail Shukov menemukan obyek lukisan yang paling menarik seumur hidupnya. Waktu itu ia berada di seberang, dekat Menara Katedral St. Basil. Melihat pemandangan tidak biasa - sebuah Cessna menggelinding di Lapangan Merah - ia segera berlari ke kanvas yang memang siap terpasang. Dengan goresan tangkas ia melukis pemandangan unik itu, "Pesawat Cessna di depan Menara Kubah" sementara pada saat yang sama ia memahami benar bahwa tidak pernah terjadi dalam sejarah, pesawat terbang melayang di atas Kremhn. Tidak pernah! Malah ia sempat memperingatkan beberapa teman di sekitarnya, "Hati-hati, bakal ada bom jatuh!" Bom ternyata tidak jatuh, hanya seorang pemuda, yang sukses merambah wllayah udara tak dikenal, sembari mempertaruhkan nyawanya. Sebelum mencapai Lapangan Merah, Mathias Rust menempuh perjalanan yang penuh lika-liku. Buat pemuda itu sendiri. inilah penerbanan pertama ke luar Jer-Bar. Pertama kali ia bertolak dari lapangan terbang Utersen, pukul 10.51 Rabu, 13 Mei 1987. Untuk itu ia tidak hanya menyewa Cessna 172, tapi juga membongkar tiga di antara empat bangku pesawatnya. Dan kawan-kawannya menduga ia akan menginap di pesawat itu. Mereka benar. Mathias Rust bertolak ke Reykjavik, Eslandia, dan di sini minta supaya pesawatnya diperiksa. Perjalanan lalu dilanjutkan ke Helsinki, melalui Norwegia dan Swedia. Pemuda petualang itu memasuki terminal udara di Helsinki, Kamis, pukul 12.08 dan menyajikan rencana penerbangannya dalam gaya rutin sekali. "Segala-galanya disusun secara profesional," kata kepala lapangan udara Malm Raimo. Dari dokumen Rust diketahui bahwa tujuan selanjutnya adalah Stockholm (Swedia). Tapi petugas lapangan heran karena untuk jarak pendek itu, si pemuda Jerman minta tangki bahan bakar diisi penuh. Petugas menara Helsinki juga kemudian dibikin heran karena Rust hilang dari layar dua kali, pertama tak lama sesudah lepas landas, kedua sesudah ia berbelok ke timur melalui Teluk Suppovik. Di situ sang Cessna menghilang dan terus menghilang, hingga petugas menara memastikan bahwa pesawat itu jatuh di bilangan teluk. Ketika polisi pantai dilapori tentang adanya bekas minyak di sana, mereka pun memeriksa tempat itu. Bahkan juru selam diterjunkan ke air mencari Cessna yang berakhir sia-sia. Pada saat itu Mathias Rust - membelokkan pesawat ke Moskow - sesudah mengecoh menara Helsinki. Melihat kecekatannya, banyak penerbang profesional berkesimpulan bahwa ia sama sekali tidak sesat, dan perjalanan ke Moskow memang benar-benar direncanakan. Bagaikan rudal Exocet, Cessna itu diterbangkan rendah, terutama ketika mendekati wilayah udara Soviet. Tak pelak lagi, Mathias Rust tahu benar medan yang dimasukinya. Ia menembus wilayah udara Soviet di dekat kota Kokthla-Jarve di Estonia, lalu mengarah ke tenggara, mungkin mengikuti rel kereta-api atau jalan raya Leningrad--Moskow. Dan Kamis petang sekitar pukul 17.30 mendarat di Lapangan Merah, setelah mengitari alun-alun seluas 400 x 130 m itu. Penerbangan di atas wilayah Soviet yang makan waktu empat jam telah dilalui dengan selamat. Dunia geger, karena seorang "David" telah mengecoh "Goliath" Rusia. Tidak heran kalau peristiwa itu baru dipastikan kebenarannya oleh media cetak di Moskow delapan hari kemudian. Laporan terdahulu hanya menyebutkan bahwa Mathias Rust melanggar wilayah udara Soviet. Lebih aneh lagi, Pravda memuat berita itu di halaman berita luar negeri, ditulis oleh korespondennya dari Bonn, Jerman Barat(!). Sesudah Rust ditahan di penjara Levortofo, barulah pers Soviet ramai-ramai mempermasalahkan motivasi pendaratan Rust. Selama interogasi, Rust tetap memamerkan senyumnya yang "begitu ganjil", seperti dikatakan Valentin Falin dari Novosti. "Dia bicara tentang terbang dan perdamaian," kata Falin lagi yang beberapa hari kemudian baru mendengar bahwa Mathias Rust punya motivasi politik. "Kalau dia bermaksud meninjau negeri kami, seharusnya dia naik kereta api," kata seorang remaja, sementara temannya bicara lebih lunak, "Pulangkan ia ke orangtuanya." Tentara dan polisi membungkam, tapi seorang veteran PD II berkata, "Mungkin pemuda itu membelot dan datang kemari mencari perlindungan. Bahwa ia melanggar wilayah udara kami, jelas ini sebuah tindak kriminal." Menerobos wilayah udara sejaul 700 km memang prestasi tersendiri Apalagi Rust diperkirakan terbang ke arah Moskow persis di atas daerah gugus rudal Soviet yang paling rahasia: Yedrovo, di antara Leningrad dan Moskow. Sebagian besar rudal SS-20 ditempatkan di sini, yang dilengkap berbagai jenis radar, yang terlihat dar jalan raya. Mengapa Rust lolos dan tidak ditembak jatuh, hanya Kremlin yang tahu jawabnya. Isma Sawitri, Laporan Robin Siren (Moskow) & Kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus