Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hening itu tiba-tiba sobek oleh histeria gerakan liar para jemaat yang kerasukan seusai pendeta menamatkan doa. Bergelimpangan di lantai, mereka meronta dan meraung. Suasana mencekam. Aroma mistis menebal. Ketika aksi-aksi setengah sadar itu kian tak terkendali, sang pendeta turun dari altar. Dia mendekati jemaatnya satu per satu, merapalkan mantra tertentu, lalu menyentuh mereka.
Itulah bagian dari ritual pengusiran setan massal yang terjadi di salah satu gereja independen di pinggiran Kota London. Prosesi itu direkam oleh seorang anggota jemaat menggunakan kamera video amatir. Awal bulan ini gambar tersebut disiarkan oleh saluran televisi BBC 1.
Keberadaan gereja-gereja semacam itu kini menjadi sorotan. Tepatnya sejak temuan tim investigasi kepolisian metropolitan London tentang pengorbanan anak-anak kecil dalam ritual itu bocor ke radio BB 4. Dewan Kota Tower Hamlets bergerak cepat. Mereka mendata gereja di wilayahnya. Hasilnya ada 30 gereja lokal yang secara berkala memberi tahu umatnya bahwa anak mereka kerasukan setan.
Titah pendeta di gereja-gereja ini disinyalir menjadi titik mula aksi penyiksaan terhadap anak-anak. Bila pendeta sudah bertitah, calon korban dikurung selama tiga hari tanpa makan dan minum. Agar roh si penyihir cepat keluar, kadang tubuh sang anak diguncang-guncang. Ada juga yang disiksa, dilukai dengan benda tajam, atau matanya ditaburi bubuk cabe. Pada saat upacara pengusiran, banyak korban yang muntah-muntah dan diare karena lapar dan stress. ”Tapi itu malah dipercaya sebagai tanda roh jahat telah meninggalkan tubuh sang anak,” ujar Richard Hoskin. Dia ahli masalah gaib yang menyelidiki kasus penganiayaan anak-anak di gereja dalam wilayah Haringey dan Hackney.
Tidak semua percaya kepada laporan Scotland Yard. Graham Lane, anggota Dewan Kota Newham, membantah anggapan bahwa ritual sesat telah menjadi hal umum dalam komunitas Afrika di London. ”Ini cuma dibesar-besarkan media. Mereka menemukan satu kasus, lalu menggeneralisir pada semua komunitas Afrika.” Scotland Yard sendiri mengaku penyelidikan mereka belum final. Mereka butuh lebih banyak bukti untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Bukan berarti kisah ritual sesat itu fiktif semata.
Mitos Kindoki memang masih subur di negara asalnya, Afrika Barat, terutama Angola. Adam Cheyo, tokoh masyarakat Tanzania di London yang ditemui Tempo di Harlesden, utara London, menduga bercampurnya kepercayaan tradisional itu dengan ajaran gereja terjadi akibat gerakan inkulturasi dalam gereja Afrika belakangan ini. Mereka memasukkan budaya lokal seperti tarian, lagu-lagu, dan alat musik lokal ke dalam prosesi religius. ”Namun saya tidak yakin ada gereja Afrika merestui penyiksaan anak sebagai bagian dari prosesi pengusiran setan,” ujarnya.
Wahyu Dhyatmika (London) dan Philipus Parera (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo