Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selasa pekan silam, Duta Besar Singapura untuk Indonesia mendapat panggilan. Departemen Luar Negeri Indonesia meminta sebuah penjelasan sehubungan dengan pernyataan Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew.
”Kami minta penjelasan mengapa keluar pernyataan itu sekaligus menyampaikan protes keras bahwa pernyataan itu tidak sejalan dengan kenyataan yang ada di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri, Imran Cotan, kepada Titis Setianingtyas dari Tempo.
Departemen Luar Negeri ingin mendapat klarifikasi soal pernyataan Lee Kuan Yew dalam sebuah forum dialog tentang good governance, 15 September silam di Singapura itu. Pendiri Singapura tersebut menyatakan, ”Di dua negeri jiran kita (Indonesia dan Malaysia—Red), punya masalah dengan etnis Cina. Mereka (etnis Cina) sukses, kerja keras, namun mereka dipinggirkan secara sistematis, juga di bidang pendidikan.”
Imran mengaku tak paham dengan ucapan Lee Kuan Yew itu. Jika pernyataan tersebut dikaitkan dengan adanya orang-orang etnis Cina yang dikejar-kejar karena memiliki persoalan hukum, menurut Imran, Indonesia punya alasan jelas. ”Yang kami sesalkan adalah adanya sebagian orang dari etnis itu yang melarikan kekayaan kita ke Singapura,” katanya. Imran juga menyesalkan tidak segera diselesaikannya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang berakibat munculnya kesulitan bagi Indonesia untuk membawa orang-orang tersebut ke dalam proses hukum. Bukan hanya Indonesia yang bereaksi, Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, Rabu pekan lalu menulis surat yang isinya meminta penjelasan atas ucapan Lee Kuan Yew. ”Pernyataan Lee itu keji, menyesatkan, dan dapat mengobarkan ketegangan rasial. Hubungan Malaysia-Singapura dapat terganggu,” ujar Badawi.
Reaksi paling keras datang dari masyarakat Malaysia. Delapan puluh delapan persen pembaca Berita Harian yang terbit di Malaysia menginginkan Lee segera minta maaf atas pernyataannya, bahkan 12 persen lainnya tak mau memberi ampun sesepuh Singapura itu. ”Mr Lee harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri negara lain,” kata Presiden Majelis Pemuda Malaysia, Shamsul Anuar Nasarah.
Menurut Badawi, Malaysia kini sedang sibuk membangun harmoni atas ras dan suku di negerinya. Karena itu, seharusnya Lee memahami bahwa hubungan Malaysia-Singapura adalah sesuatu yang perlu dipelihara untuk menjaga stabilitas masing-masing negara. ”Jika negara kami tidak stabil, Singapura juga akan mengalami dampaknya karena Singapura punya kepentingan ekonomi di sini.”
Ketua Klub Independen Anggota-anggota Parlemen Malaysia, Datuk Raja Ahmad Zainuddin Raja Omar, mendukung pernyataan Badawi. Menurut dia, orang Cina di Malaysia bernasib jauh lebih baik daripada orang Malaysia di Singapura. Populasi Malaysia yang berjumlah 26,6 juta orang itu terdiri dari 60 persen Melayu muslim, tapi perekonomiannya dikendalikan oleh 26 persen populasi etnis Cina. ”Bahkan di Negara Bagian Penang, Malaysia dikuasai oleh gerakan partai berbasis Cina. Ada banyak orang Cina di kabinet, militer, dan kepolisian Malaysia. Lalu, bagaimana nasib orang Melayu di Singapura?” ujarnya.
Sebaliknya, pemimpin oposisi di Malaysia, Lim Kit Siang, setuju dengan pernyataan Lee Kuan Yew itu. Menurut dia kepada Sin Chew Daily, bukan hanya etnis Cina yang dipinggirkan. ”Juga Melayu, India, dan Bumiputera di Sabah dan Sarawak, mereka harus melawan untuk memperoleh hak-haknya,” katanya.
Pernyataan Lee Kuan Yew yang menyinggung negara tetangga memang bukan kali ini saja. Sebelumnya, Lee menuduh Indonesia sebagai negara sarang teroris Islam. Di Singapura, Lee memang masih berpengaruh. Selama 31 tahun menjalankan pemerintahannya, ia memang dianggap berhasil membawa negeri pulau itu tertib dan disiplin dengan keadaan ekonomi yang makmur. Setelah tak lagi menjabat, Lee menjadi Menteri Senior dalam pemerintahan Perdana Menteri Goh Chok Tong. Kini, di bawah pemerintahan anaknya, Lee Hsien Loong, Lee senior sejak 2004 diangkat menjadi Menteri Penasihat.
Pemimpin Asia Tenggara yang sering menanggapi Lee adalah bekas Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad. Menurut Dr M, Lee Kuan Yew sebagai pemimpin bukan orang yang cerdas. ”Mungkin dalam kelompok kecilnya, dia kelihatan cerdas. Tapi ketika dia pergi ke Cina, tak ada orang Cina yang mendengarkannya,” ujarnya.
Diduga, pernyataan Lee ditujukan ke dalam untuk kalangan etnis Cina di negaranya, karena penulis buku Keeping My Mandarin Alive itu sedang prihatin dengan kemunduran minat orang muda Singapura terhadap budaya Cina dan bahasa Mandarin. Januari tahun lalu, lelaki kelahiran 16 September 1923 itu meluncurkan program televisi yang ditujukan bagi kalangan muda Singapura untuk belajar bahasa Mandarin. ”Sebab, saya tak banyak menggunakan bahasa itu. Jika sudah tak sering digunakan, bahasa itu akan hilang, ini menakutkan,” ujarnya.
Ahmad Taufik (Bernama, IHT, dan The Strait Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo