Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karachi, pusat ekonomi Pakistan yang selalu sibuk dan riuh, tiba-tiba lengang seperti kota yang ditinggalkan penghuni. Ketegangan merasuk ke seluruh megapolitan berpenduduk 14,5 juta jiwa itu. Pemerintah setempat sampai perlu meliburkan semua kegiatan serta melarang aktivitas politik di Karachi pada Senin lalu. “Kota sepenuhnya lumpuh. Penduduk ketakutan,” ujar Kepala Polisi Kota Karachi Azhar Farooqi.
Ya, Karachi sepi akibat kerusuhan Sabtu dan Minggu dua pekan lalu. Ribuan pendukung Gerakan Muttahida Qaumi (MQM), partai lokal yang mendukung Presiden Pervez Musharraf, bentrok dengan massa antipemerintah, para pengacara, dan partai oposisi. Terjadilah baku tembak. Tubuh-tubuh berdarah diseret mobil. Asap mengepul di beberapa bagian kota.
Sekitar 13 ribu anggota pasukan paramiliter yang diturunkan pemerintah untuk meredakan huru-hara seolah tak berdaya. Empat puluh orang tewas dan 150-an luka-luka. Ini kerusuhan terburuk di Pakistan dalam dua dekade terakhir.
Pemicunya adalah kedatangan Ketua Mahkamah Agung Iftikhar Mohammad Chaudhry ke kota itu untuk berpidato di Pengadilan Tinggi Sindh. Padahal Musharraf telah meminta Chaudhry mundur pada 9 Maret lalu dengan tuduhan “pelanggaran di pengadilan”. Presiden Pakistan tak punya otoritas untuk memecat hakim, jadi Musharraf hanya sebatas “meminta”. Chaudhry menolak.
Tindakan Musharraf memicu gelombang protes, terutama dari para pengacara. Partai oposisi, Partai Rakyat Pakistan (PPP), yang sekuler, pimpinan bekas perdana menteri Benazir Bhutto, dan partai keagamaan Jamaat-e-Islami bergabung menentang Musharraf. Koalisi partai Islam Muttahida Majlis-e-Amal, yang semula mendukung Presiden, kini malah berdiri di belakang Chaudhry.
Bahkan di Punjab, ibu kota Provinsi Lahore--pusat kekuatan militer dan loyalis Musharraf--protes antipemerintah pecah di jalanan. Lantas apa yang dilakukan Chaudhry di tengah semua ribut-gaduh ini? Dia menantang Musharraf dengan cara memberikan ceramah hukum di beberapa daerah.
Chaudhry kini menjadi simbol perlawanan terhadap Jenderal Musharraf, yang berkuasa lewat kudeta delapan tahun silam. Diangkat Musharraf dua tahun lalu, Pak Hakim sudah mengumpulkan rekam jejak yang “memanaskan telinga” sang Jenderal.
Misalnya meluluskan tuntutan rakyat menentang privatisasi sebuah perusahaan baja. Padahal penswastaan adalah program utama ekonomi Musharraf. Chaudhry juga membuka kasus hilangnya 400 orang, umumnya dari etnis Balukistan, yang diduga merupakan ulah badan intelijen Pakistan (MI), yang amat berkuasa.
Serangan paling telak, Chaudhry menuntut Musharraf yang mempertahankan rangkap jabatan, sebagai presiden sekaligus komandan angkatan bersenjata. Hal itu jelas membuat gerah Musharraf karena dia berniat memperpanjang kekuasaan lima tahun lagi. Apalagi pemilihan umum sudah dekat, yaitu November nanti.
Rusuh di Karachi membangkitkan persoalan laten dari masa lalu, yakni konflik antaretnis pada 1986-1995 antara mayoritas Muhajir--berasal dari India saat pemisahan kedua negara--dan Pashtun serta Punjabi. Nah, pendukung MQM adalah Muhajir. Sedangkan mayoritas korban kerusuhan lalu adalah Pashtun. Jika konflik etnis kembali tersulut di Karachi, ekonomi Pakistan terancam. Dan Musharraf kian tersudut.
Apalagi “pelindung” Musharraf, yaitu pemerintah Amerika Serikat, sedang kesal. Presiden “binaan mereka” dianggap kurang berhasil memerangi terorisme. Padahal, sejak Musharraf meneken kontrak mendukung perang melawan terorisme pasca-September 2001, AS sudah mengguyurkan dana bantuan militer senilai US$ 10 miliar atau sekitar Rp 88 triliun. Dalam kunjungan mendadak pada awal Maret lalu, Wakil Presiden AS Dick Cheney menyampaikan kegusaran Washington melihat Al-Qaidah dan Taliban kembali menguat di kawasan perbatasan dengan Afganistan.
Mengutip mingguan The Economist, popularitas Musharraf menurun dan posisinya sudah di ujung tanduk.
Raihul Fadjri (BBC, Guardian, AP, Washington Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo