Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibarat pepatah lama: lidah tak bertulang, Mahinda Rajapakse, presiden terpilih Sri Lanka, enteng mengumbar janji. Setelah diumumkan sebagai presiden baru, pekan lalu, lelaki necis itu berpidato di mimbar kepresidenan Kolombo tentang langkah perdamaian yang dirancangnya. Padahal, janji-janji ini bertolak belakang dengan jargon semasa kampanye, dua bulan sebelumnya.
Dalam pidato pertamanya itu, ia berjanji memperkuat demokrasi, hukum, dan ketertiban di Sri Lanka. Sebuah model perdamaian baru yang ”bermartabat”, konon, sedang dirancang, meski ia tak menjelaskan maksud kata ”bermartabat” itu. ”Kekuasaan bukan hiasan, tapi pengabdian,” ujarnya. Satu langkah perdamaian baru terhadap gerilyawan Macan Tamil Eelam juga akan digelar dengan membangun gagasan negara federal versi baru. ”Perang bukan metode saya,” kata Rajapakse berapi-api.
Tawaran angin surga ini jauh berbeda dengan manuver-manuver Rajapakse sebelumnya. Dua bulan lalu, bekas perdana menteri itu mengkhianati bosnya, Presiden Chandrika Bandaranaike-Kumaratunga. Ia bersekutu dengan dua musuh presiden wanita itu, Front Pembebasan Rakyat Sinhala atau Sinhala Janatha Vimukthi Perumana (JVP) dan Partai Kaum Biksu Buddha atau Jathika Hela Urumaya (JHU). Dua partai ini selalu menentang upaya damai pemerintah Kumaratunga dengan Macan Tamil.
Saat bersekutu dengan JVP dan JHU, Rajapakse berjanji akan mempertahankan negara kesatuan dan menulis ulang rancangan gencatan senjata dengan pemberontak Tamil. Imbalannya, kedua partai yang mewakili suara mayoritas Sinhala akan mendukungnya dalam pemilihan presiden. Padahal, ketika itu Kumaratunga tengah menawarkan solusi otonomi untuk menyelesaikan konflik etnis yang berkobar sejak 1972 dan menelan korban 60 ribu jiwa itu.
Ketika Komisi Pemilihan Umum baru menetapkan hari pencoblosan, Rajapakse terus merangkul kaum radikal Sinhala dan Buddhis. Di depan para petinggi JVP dan JHU, ia sibuk cari muka dengan menyatakan siap menghajar Macan Tamil. Setelah terpilih, ia lalu mengangkat Ratnasiri Wickremanayake menjadi perdana menteri. Orang ini bekas Menteri Keamanan Umum yang cenderung menerapkan kebijakan militeristis menghadapi masalah Tamil.
Kini, trik menanam kaki di dua tempat sedang dilakukan Rajapakse. Selain mencoba meraih simpati kaum moderat melalui janji-janji, hingga kini ia belum mengangkat seorang menteri yang mewakili Sinhala maupun Buddhis. Hal ini dilakukan untuk meredam auman Macan Tamil. Namun, menurut seorang menteri yang tak mau disebut namanya, kesepakatan bosnya dengan JVP dan JHU dulu memang tidak mengatur soal kursi di kabinet.
Juru bicara JHU, Udaya Gammanpila, mengaku partainya sengaja tidak bergabung dengan kabinet. Mereka hanya akan mengamati gerak-gerik politik Rajapakse dari luar pemerintahan. Namun, jauh-jauh hari mereka sudah mengingatkan Presiden agar konsisten membatalkan rencana negara federal dalam perdamaian etnis. ”Kami mendukung lewat parlemen saja, agar Presiden menerapkan manifestonya,” katanya.
Sejumlah analis menilai, langkah-langkah ini terpaksa dilakukan Rajapakse karena hanya menang tipis dalam pemilihan yang lalu. Ia mengungguli Ranil Wickremesinghe, kandidat Front Persatuan Bangsa, dengan selisih 2 persen. ”Dia unggul 50,29 persen,” kata Kepala Komisi Pemilihan Dayananda Dissanayake. Dalam pemilihan, 75 persen rakyat Sri Lanka ikut berpartisipasi, namun pemboikotan terjadi di Jaffna, kandang Macan Tamil di Utara.
Salah seorang pemimpin Tamil, S.P. Thamilselvan, yakin pemerintah bakal condong membela mayoritas Sinhala dan Buddhis. Namun, ia tak ingin Rajapakse melegalkan cara-cara militer, dan masih mengharapkan pemberian otonomi khusus di wilayah utara, sebab penggunaan kekuatan militer akan berdampak negatif. ”Hanya jalur merdeka yang akan mengeluarkan kami dari dominasi Sinhala,” ujarnya.
Eduardus Karel Dewanto (Asia Times/BBC/AP/Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo