Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhirnya, raksasa tidur itu terbangun. Setelah 60 tahun pingsan karena kalah knock out di palagan Perang Asia Timur Raya, sang gergasi berbentuk kekuatan militer Jepang kini bangkit. Sejak sebulan lalu pemerintah Negeri Matahari Terbit bersiap-siap mencampakkan konstitusi antimiliterisme dan menggantinya dengan yang baru. ”Inilah saatnya menyusun sendiri undang-undang dasar kita,” kata Taku Yamasaki, penasihat Perdana Menteri Junichiro Koizumi, pekan lalu.
Dalam rancangan amendemen itu disebutkan bahwa Jepang boleh mengembangkan kekuatan militer aktif. Artinya, mereka bisa ikut berpartisipasi dalam pasukan penjaga perdamaian atau membalas jika diserang. ”Kekuatan militer berada di bawah pengawasan perdana menteri sebagai komandan tertinggi,” bunyi salah satu klausul amendemen. Rancangan konstitusi ini disusun partai pemerintah LDP (Liberal Democratic Party).
Enam dekade lalu, Jepang memiliki arsenal militer paling menggentarkan di Asia. Dengan semangat bushido (jalan kesatria), mereka terjun ke kancah Perang Dunia II. Mereka baru bertekuk lutut setelah tentara Sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 2 September 1945 di atas kapal perang Amerika Serikat, USS Missouri, Jepang menandatangani penyerahan tanpa syarat.
Jepang juga dipaksa menandatangani konstitusi perdamaian. Berdasarkan konstitusi buatan Amerika Serikat tahun 1947 itu, mereka dilarang mengembangkan kekuatan militer. Mereka hanya boleh membentuk pasukan bela diri berkekuatan 240 ribu serdadu, tapi tidak boleh menggelar aksi militer. Karena itu, 600 prajurit Jepang yang kini dikirim ke Irak hanya terlibat proses rekonstruksi dan distribusi logistik.
Meski belum disahkan, rancangan ini diduga bakal lolos dengan mudah di parlemen. Sebab, partai oposisi, Partai Demokratik, sudah setuju. Pemerintah harus menggelar referendum dulu. Tapi, dari hasil jajak pendapat sementara, mayoritas warga Jepang mendukung. ”Dulu, Amerika merancang konstitusi yang berlaku hingga saat ini hanya dalam sembilan hari,” kata mantan Perdana Menteri Jepang Yoshiro Mori.
Agar tak mengundang kontroversi dan kecurigaan, dokumen itu juga memuat klausul bahwa Jepang tidak akan menggunakan kekuatan militer secara agresif seperti saat Perang Dunia II. ”Jepang sudah lama meninggalkan sikap menggunakan kekuatan militer dalam perselisihan internasional,” begitu bunyi klausulnya.
Tapi kecurigaan tetap menggumpal. Sebab, selain merevisi konstitusi, pemerintah Koizumi juga menaikkan belanja pertahanan 5 triliun yen (Rp 440 triliun) per tahun. Anggaran persenjataan bertambah 1,2 persen untuk membeli rudal dan pesawat tempur. Saat ini anggaran pertahanan Jepang menempati urutan ketiga di dunia. Sebelumnya, sejak 2001, Jepang hanya menaikkan anggaran 0,3 persen per tahun.
Badan Pertahanan Jepang akan ditingkatkan statusnya menjadi Departemen Pertahanan. Selama ini, Badan Pertahanan berada di bawah kabinet. Dengan peningkatan status, instansi ini bakal lebih kuat dan mandiri. ”Kami akan mengusulkan dalam sidang parlemen awal Januari nanti,” kata Sekretaris Kepala Kabinet, Shinzo Abe.
Para pengamat menduga, revisi ini dimaksudkan untuk mengimbangi kekuatan militer Cina. Apalagi Cina dan Jepang belakangan berperang kata-kata gara-gara kunjungan Koizumi ke Kuil Yasukuni. Cina menuding kedatangan Koizumi untuk menghormati arwah tentara Jepang itu berarti membenarkan kekejaman mereka semasa Perang Dunia II. ”Persaingan ini akan meningkatkan potensi konflik geostrategi di Asia Timur,” kata Minxin Pei dan Michael Swaine dari Carnegie Endowment.
Amerika Serikat memperkirakan anggaran pertahanan Negeri Tirai Bambu mencapai US$ 90 miliar (Rp 900 triliun). Karena itu Amerika mendukung rencana Jepang, sekutu kentalnya di Asia, untuk mengembangkan kekuatan militer. ”Kita harus meningkatkan komunikasi dengan Cina sebelum dia menjadi ancaman militer,” kata Kepala Badan Pertahanan Jepang, Fukushiro Nukaga.
Maka ”jalan pedang” pun kembali dirintis.
Hanibal W.Y. Wijayanta (The Washington Post/UPI/AFP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo