Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Transparency International meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2023 atau Corruption Perception Index (CPI). Laporan skor IPK mengurutkan 180 negara di dunia berdasarkan persepsi masyarakat mengenai korupsi yang terjadi pada jabatan publik dan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negara yang mendapatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) semakin tinggi seperti 100 berarti persepsi korupsi sebuah negara rendah. Sementara itu, semakin kecil sampai 0, berarti persepsi korupsi di negara itu tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari laporan IPK yang diterbitkan Transparency International, Somalia menjadi negara dengan skor terendah yaitu 11 dari 100. Dengan skor tersebut, Somalia menjadi negara paling korup di dunia versi Transparency International.
Dikutip dari sominvest.gov.so, Somalia terletak di bagian paling timur benua Afrika, di Tanduk Afrika, dan menduduki posisi geopolitik penting antara Afrika sub-Sahara dan negara-negara di Arab dan Asia Barat Daya. Ibu kota, Mogadishu, terletak di utara garis khatulistiwa di tepi Samudera Hindia.
Somalia memiliki populasi sekitar 14,3 juta orang dan dikenal sebagai negara paling homogen secara budaya di Afrika. Sekitar 85 persen penduduknya adalah suku Somali. Bahasa resmi Somalia adalah Somali dan Arab. Sebagian besar penduduk negara ini beragama Islam. Somalia adalah negara dengan wilayah geografis yang ekstrem.
Iklimnya sebagian besar kering dan panas, dengan lanskap sabana semak berduri dan semi-arid, dan penduduk Somalia telah mengembangkan strategi ekonomi bertahan hidup yang sama-sama tuntut. Selain zona pesisir berbukit di utara dan beberapa lembah sungai yang mencolok, sebagian besar negara ini sangat datar, dengan sedikit hambatan alami untuk membatasi mobilitas para nomad dan ternak mereka.
Dilansir dari cia.gov, Somalia mendapatkan skor sangat rendah untuk sebagian besar indikator kemanusiaan. Rakyatnya menderita akibat tata kelola yang buruk, konflik internal yang berkepanjangan, kurangnya pembangunan, penurunan ekonomi, kemiskinan, ketidaksetaraan sosial dan gender, serta degradasi lingkungan.
Meskipun perang saudara dan kelaparan meningkatkan tingkat kematian, tingkat fertilitas tinggi Somalia dan proporsi besar penduduk usia reproduksi menjaga pertumbuhan populasi yang cepat, dengan setiap generasi lebih besar daripada sebelumnya. Lebih dari 60% penduduk Somalia berusia di bawah 25 tahun pada tahun 2020, dan tingkat fertilitas termasuk yang tertinggi di dunia, hampir 5,5 anak per perempuan, tingkat tersebut hanya sedikit menurun sejak tahun 1970-an.
Ketidaktersediaan peluang pendidikan dan pekerjaan adalah sumber kerentanan utama bagi kelompok pemuda besar di Somalia. Hal tersebut menjadikan mereka rentan direkrut oleh kelompok ekstremis dan bajak laut.
Somalia memiliki tingkat pendaftaran sekolah dasar terendah di dunia, sekitar sedikit lebih dari 40 persen anak-anak bersekolah dan tingkat pengangguran pemuda tertinggi di dunia. Harapan hidup rendah sebagai akibat dari tingginya tingkat kematian bayi dan ibu, penyebaran penyakit yang dapat dicegah, sanitasi yang buruk, malnutrisi kronis, dan layanan kesehatan yang tidak memadai.
Minimnya kesempatan dan taraf hidup masyarakat Somalia disinyalir akibat ulah pemerintahnya yang banyak melakukan korupsi. Tak heran, Somalia menjadi negara paling korup di dunia versi Transparency International.