Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia cenderung menurun selama periode kedua Presiden Jokowi. Bahkan, skor IPK anjlok empat poin setelah disahkannya Revisi UU KPK yang dianggap menjegal independensi lembaga antirasuah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Skor IPK dipublikasi oleh lembaga Transparency International yang dikenal sebagai lembaga non-pemerintah internasional yang memerangi korupsi Laporan skor IPK mengurutkan 180 negara di dunia berdasarkan persepsi masyarakat mengenai korupsi yang terjadi pada jabatan publik dan politik. Negara yang mendapatkan Indeks Persepsi Korupsi semakin tinggi seperti 100 berarti persepsi korupsi sebuah negara rendah. Sementara semakin kecil sampai 0, berarti persepsi korupsi di negara itu tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut skor IPK Indonesia selama periode kedua pemerintahan Jokowi.
1. 2019
Pada tahun pertama periode kedua Jokowi, Indonesia mendapatkan skor IPK sebesar 40 poin. Dengan poin tersebut, Indonesia bertengger di posisi 85 dari 180 negara. Skor ini merupakan salah satu skor tertinggi yang berhasil diraih Indonesia.
2. 2020
Tahun 2020 menandai turunnya IPK Indonesia setelah disahkannya Revisi UU KPK. Pada tahun ini, Indonesia mengalami penurunan 3 poin dari 40 menjadi 37 poin dan turun dari posisi 85 ke 102 dari 180 negara.
3. 2021
Pada 2021, IPK Indonesia sempat naik satu poin menjadi 38 poin. Kenaikan ini membuat Indonesia berada di posisi 96 dari 180 negara.
4. 2022
Pada 2022, Indonesia mengalami penurunan empat poin menjadi 34 poin. Posisi Indonesia turun drastis dari 96 ke posisi 110 dari 180 negara. 2022 menjadi penurunan IPK paling drastis sejak 1995.
5. 2023
Dalam rilisan Transparency International teranyar, IPK Indonesia stagnan pada poin 34. Namun, posisi Indonesia turun lima peringkat dari 110 menjadi 115 dari 180 negara. Stagnasi skor CPI 2023 memperlihatkan penegakkan hukum yang diharapkan tajam terhadap praktik korupsi masih cenderung berjalan lambat, bahkan memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan.
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan stagnasi skor Indeks Persepsi Korupsi menjadi cambuk. Sebab, upaya pemberantasan korupsi tidak cukup jika hanya dilakukan dengan cara yang biasa-biasa saja. "Pemberantasan korupsi butuh komitmen konkret dan dukungan penuh dari semua elemen," katanya dalam keterangan resmi, Rabu, 31 Januari 2024.
Menurutnya, penguatan regulasi dibutuhkan untuk penguatan kelembagaan ataupun pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi yang akseleratif dan berdampak nyata terhadap perbaikan pemberantasan korupsi di Indonesia, seperti pengesahan undang-undang perampasan aset maupun perluasan lingkup LHKPN.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko, anjloknya skor Indeks Persepsi Korupsi ini menjadi salah satu pendorong mundurnya demokrasi. “Pada CPI 2023 yang dirilis hari ini, menunjukkan bahwa Indonesia terus mengalami tantangan serius dalam melawan korupsi,” kata Danang melalui rilis tertulis resmi kepada Tempo pada Selasa malam, 30 Januari 2024.
ANANDA RIDHO SULISTYA | MUTIA YUANTISYA | DEFARA DHANYA PARAMITHA | ANANDA BINTANG PURWARAMDHONA | YUNI ROHMAWATI | FAISAL JAVIER
Pilihan editor: IM57 Soroti Hasil Indeks Persepsi Korupsi 2023 di Indonesia yang Mengalami Stagnasi