SUDAN bukan hanya tak termasuk negeri Magribi, tapi juga tak punya masalah dengan Islam militan. Justru Sudan dituduh, setidaknya oleh pemerintah Mesir, ikut membiayai gerakan Islam militan. Negeri yang dipimpin oleh junta militer pimpinan Jenderal Omar Hassan al-Bashir ini, diakui atau tidak, membuat beberapa negara tetangganya khawatir negara itu menjadi ''negara polisi atas nama Tuhan'', dan ini menggerakkan Islam militan di negara tetangga itu. Mesir, misalnya, sejak dua tahun silam meningkatkan pengawasan di kawasan selatan yang berbatasan dengan Sudan. Sedangkan Tunisia sudah memanggil pulang duta besarnya dari Khartoum, ibu kota Sudan, dua tahun lalu, gara-gara Sudan kedapatan memberi paspor dua kali kepada Syekh Rached al- Ghannouchi, pemimpin gerakan fundamentalis militan Tunisia, yang diusir dari negaranya. Malah pemimpin Libya Muammar Qadhafi, yang menyumbangkan minyaknya ke Sudan, dikabarkan ''mulai kegerahan melihat perkembangan di negara tetangganya itu''. Memang Sudan kini menjadi negara Islam radikal kedua setelah Iran dan justru Iran sudah tampak agak moderat. Jangan harap melihat wanita berani keluar rumah tanpa mengenakan kerudung di negeri 27 juta penduduk ini. ''Yang tak kuat membeli pakaian seperti itu terpaksa tinggal di rumah,'' tutur seorang dokter Sudan yang pernah mengobati wanita-wanita yang dihukum karena melanggar aturan berpakaian. Selain itu, konon, tak satu pun kasus perzinaan dan pencurian terjadi di negeri ini lantaran takut terkena hukum rajam atau dipotong tangannya. Termasuk hukuman 40 kali cambukan bagi peminum alkohol. Pers nonpemerintah diberangus, sedangkan aparat hukum, birokrasi, dan tentara dibersihkan dari orang-orang yang dianggap kafir. Yang menjadi otak sistem represi ini bukanlah tentara, melainkan Front Nasional Islam. Organisasi politik pimpinan Hassan al-Turabi ini menjalankan kontrol secara efektif melalui Barisan Pertahanan Rakyat, sebuah organisasi semimiliter dan polisi, yang anggotanya terdiri dari mahasiswa dan pegawai negeri. Berbekal latihan militer dan doktrin agama, mereka kemudian diterjunkan ke ''komite lingkungan'' di setiap RT maupun RW untuk mengintip tingkah laku setiap warga Sudan. Islam militan di Sudan pun sebenarnya dipengaruhi oleh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Waktu itu tindakan keras berupa penangkapan lebih dari 25.000 orang yang sebagian besar anggota Ikhwanul Muslimin oleh Presiden Gaafar al-Nimeiry, tahun 1981, tak membuat gerakan itu padam. Gelombang demonstrasi mahasiswa Sudan pun marak. Upaya Nimeiry mengubah taktik, antara lain dengan mengganti kon stitusi dengan Syariat Islam, mendirikan Bank Islam Faisal, bank Islam pertama di Timur Tengah (1985), dinilai terlambat. Ia digulingkan dalam kudeta tak berdarah oleh Jenderal Omar Hassan al-Bashir, tahun 1989. Maka, jadilah Sudan negara Islam karena pemerintahan junta militer Hassan al-Bashir menjalankan ide-ide Turabi. Maklum, Turabi punya pengaruh kuat dalam pemerintahan maupun kalangan intelek Sudan. Dan Turabi bercita-cita ingin menjadikan Sudan sebagai negara Islam yang menjadi inspirasi untuk semua kelompok militan di seluruh dunia. Tahun lalu, Turabi, doktor lulusan Universitas Osbornne (Paris) dan Oxford (London) ini dinobatkan sebagai ''Imam Mahdi Abad Ke-20'' oleh 50 kelompok Islam militan dalam sebuah pertemuan di Khartoum. Begitu besar kekuasaan Turabi, sehingga ia leluasa mengatur Bank Islam Faisal bank ini didirikan atas usul Turabi, memang. Dan dari bank inilah ia mendapatkan dana besar bagi keperluan Front Nasional, organisasi politik yang dipimpinnya. Sayangnya, memerintah tak semudah membalikkan tangan. Mahasiwa yang mulanya mendukung gagasan Islam itu justru menentang Front Nasional, dua tahun belakangan ini, sehingga dewan mahasiswa di beberapa kampus dibubarkan dan pemilu di kalangan mahasiswa dilarang. Di banyak kampus terjadi konflik berdarah antara mahasiwa pendukung Front dan penentangnya. Sejak itu, sedikitnya ada tiga percobaan kudeta yang gagal. Akibatnya, 26 perwira militer dieksekusi dan 1.300 tentara lainnya tak diketahui nasibnya. Yang tak enak, akibat keradikalannya ini, ekonomi Sudan kini sedang sakit. Utang luar negerinya mencapai US$ 9,1 miliar, sedangkan pendapatan per kapitanya cuma US$ 100. Soalnya, sejumlah negara Arab dan Barat mengurangi bantuan ekonomi, setelah Sudan berubah radikal. Setelah Sudan menjalin kerja sama perdagangan dengan Iran, negeri ini agak bisa bernapas. Dan, yang tak kalah penting, kerja sama militer pun meningkat, dengan kedatangan sekitar 2.000 Pengawal Revolusi Iran, untuk melatih tentara Sudan. Kemudian entah untuk mempertebal radikalisme di kalangan muda yang mulai luntur atau dengan maksud lain pemerintah Sudan menghadirkan 100 pasangan pengantin, untuk mendengarkan pidato Presiden Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, yang berkunjung ke Khartoum tahun 1991. Mungkin inilah model negara yang diidamkan oleh gerakan Islam militan di Mesir dan Aljazair, dan lain-lain. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini