PEMBUNUH misterius kini berkeliaran di Aljazair. Aksi tiba- tiba mereka dilakukan dari jarak dekat. Sudah banyak korban jatuh akibat ulah pembunuh bersenjata ini. Salah satu korbannya adalah Larbi Bida, 30 tahun, seorang jaksa di Aljier. Sebagai jaksa, Larbi Bida telah menjebloskan beberapa aktivis Islam militan ke penjara. Awal Juli lalu seorang pria tiba-tiba muncul dan menembak mati Larbi di halaman rumahnya. Larbi bukan korban pertama. Sebelumnya dua jaksa, yang sering menangkap kaum militan, juga mati terbunuh. Pembunuh misterius itu tak hanya mengincar para jaksa, tapi juga para pejabat lainnya. Dua anggota Dewan Penasihat Nasional dan seorang dokter dibunuh. Segera terlihat bahwa korban pembunuhan misterius itu kebanyakan polisi, tentara, dan pegawai pemerintah. Belakangan para intelektual pun dijadikan sasaran. Menurut desas-desus, di semua mesjid di Aljazair telah beredar daftar 100 intelektual Aljazair yang harus dihabisi. Alasannya: para intelektual dianggap condong ke Barat. Bisa dimaklumi bila kemudian orang segera mengaitkan pembunuh misterius itu dengan gerakan Islam militan. Korban terakhir yang terberitakan adalah Mohammed Boukhobza, 52 tahun, sosiolog dan intelektual terkemuka Aljazair. Ia dibunuh oleh empat pria bersenjata pisau dan senapan yang menggedor pintu rumahnya, pertengahan Juli lalu. Boukhobza adalah intelektual keenam yang dibunuh dalam tiga bulan terakhir ini. Kekerasan memang marak di Aljazair sejak kemenangan FIS (Front Islam Penyelamat) dalam pemilu putaran pertama, yang dibatalkan pemerintah (militer), awal tahun lalu. Padahal partai Islam radikal ini memperoleh 3 juta suara atau 198 kursi dari 230 kursi yang diperebutkan. Apa pun yang terjadi dalam pemilu berikut, kemenangan mayoritas sudah di tangan. FIS, begitu diakui sebagai partai legal, tahun 1989, para pemimpinnya memang berani berterus terang. ''Perang FIS demi Islam, bukan demi demokrasi,'' teriak Ali Belhadj, 39 tahun, salah seorang pemimpin FIS, dengan lantang. Suara imam dari kawasan kumuh Bab el Qued di Aljier ini mencerminkan keinginan kaum muda perkotaan yang miskin dan frustrasi. Lalu benarkah FIS di balik pembunuhan misterius itu? Juru bicara FIS di Paris jelas-jelas menolak tuduhan pemerintah. FIS malah balik menuduh bahwa pemerintah yang lebih dulu melakukan kekerasan terhadap kelompok FIS dan rakyat Aljazair. Aneh memang bila FIS mengincar para intelektual. Kemenangan FIS pada pemilu lalu sebenarnya tidak lepas dari dukungan para intelektual. Gerakan FIS memang berakar di permukiman miskin, tapi para pemimpinnya orang-orang dari universitas. Pemerintah Aljazair tentu berharap bisa merontokkan nyali pendukung militan FIS. Ternyata tidak mudah. Bentrokan- bentrokan usai salat Jumat kerap terjadi. Karena itu, militer Aljazair memerangi mereka sejak Desember lalu. Sebanyak 375 militan dihukum mati, 3.800 militan dipenjarakan, dan sekitar 1.000 lainnya dinyatakan buron. Aksi ini dibalas kaum militan dengan menyerang barak-barak militer. Dua ratus tentara dan polisi mati. Dilaporkan, 1.200 orang telah dibunuh para ekstremis. Menurut The Economist, para militan itu adalah anak muda veteran perang Afganistan. Pada tahun 1986, lebih dari 500 sukarelawan berangkat ke Afganistan melalui Libya, Arab Saudi, dan Pakistan. Di sana mereka dilatih perang. Usai perang, mereka kembali ke Aljazair. Tapi di Tanah Air mereka mendapati kondisi ekonomi yang buruk. Beban utang luar negeri menumpuk sampai US$ 25 miliar. Inflasi juga terus meroket. Dari 250 ribu pencari kerja tiap tahun, hanya 60 ribu yang tertampung. Kemudian, hanya FIS yang sering datang membantu mereka. Organisasi ini sering membagi gratis makanan dan pakaian, termasuk ratusan kerudung panjang untuk orang miskin. FIS mampu bergerak karena disokong pendukung mereka di Aljazair dan Perancis. Misalnya, pada tahun 1988 sebanyak 3,5 juta frank mengalir dari imigran Aljazair di Perancis. Pemasukan lain didapat dari pasar gelap dan penyelundupan. Sedangkan persenjataan diperoleh dari Chad melalui Nigeria dan Tuaregs di Mali. Kekuatan militer mereka diperkirakan 5.000 - 15.000 anggota bersenjata. Belajar dari anggota mereka yang tertangkap, kelompok militan ini bergerilya dalam unit-unit kecil yang bergerak cepat di barat dan selatan Aljier. Basis mereka merupakan daerah pedalaman yang bergunung-gunung daerah mirip sarang mujahidin di Afganistan. Unit-unit kecil yang sukar dilacak itulah yang diduga mendalangi aksi pembunuhan yang terjadi baru-baru ini. Teror pembunuhan oleh militan fundamentalis itu memunculkan demontrasi besar akhir Maret lalu. Sekitar 1,5 juta orang turun ke jalan-jalan di Aljier dan kota besar lainnya. Mereka menuntut pemerintah bersikap lebih keras terhadap Islam ekstrem. Pemerintah kemudian mengerahkan 15.000 tentara untuk mengamankan Aljier. Seketika Aljier berubah menjadi barak tentara. Misalnya saja, beberapa sekolah terpaksa memperpendek jam belajarnya karena digunakan sebagai barak. Kemudian awal bulan lalu, Aljazair mengumumkan perombakan jajaran militernya. Yang mengejutkan, jabatan menteri pertahanan, yang selama ini dipegang orang terkuat Aljazair, Jenderal Khaled Nezzar, diserahkan kepada seorang jenderal purnawirawan, El Amien Zorroual. Ternyata semuanya merupakan ide Nezzar. Ia melepaskan jabatan itu untuk masuk ke dalam Dewan Tinggi Negara, yang akan diubahnya menjadi Dewan Republik. Kabarnya, ia sendiri yang akan memimpin dewan baru itu, dibantu dua orang wakil. Dewan baru inilah yang akan mengemudikan Aljazair sampai terbentuk pemerintahan resmi lewat pemilu yang belum jelas kapan dilangsungkan. Harian Al Ashrq Al Awsat pekan lalu menyebut Nezzar belajar dari kegagalan pemimpin Aljazair sebelumnya. Karena itu, ia mengajak semua organisasi politik dan masyarakat, termasuk FIS, membentuk dewan penasihat pemerintah. Tugas dewan ini adalah memberi pertimbangan akan suatu hal kepada pemerintah. Nezzar juga merencanakan dialog-dialog untuk kesatuan Aljazair. Karena itu, ia memerlukan elite militer yang mensipil-kan diri. Di sini peran El Amien Zaroual dibutuhkan. Zaroual mundur dari karier militernya tahun 1990 setelah memprotes kebijakan Presiden Chadli Benjedid. Untuk mengimbangi posisi menteri pertahanan yang dipegang sipil, Nezzar mengganti Pangab Jenderal Abdel Malek Qanaizeyah dengan Mayor Jenderal Mohamed Lamari. Lamari adalah bekas pembantu Nezzar yang dikenal sebagai tokoh keras yang antigerakan Islam militan. Ajakan dialog terhadap FIS juga datang dari Perdana Menteri Abdessalam Bel'eid. Juni lalu ia menyerukan ajakan itu lewat televisi. ''FIS itu bukan musuh,'' katanya. Karena itu, lanjut Bel'eid dalam pidato resminya, pemerintah wajib memberikan pengarahan agar FIS berubah pikiran dan berbaur dalam proses politik nasional yang baru. Tapi Bel'eid tetap tak mau kompromi dengan kelompok FIS yang telanjur melawan negara. ''Teror-teror yang telah merusakkan kepentingan negara akan dibabat habis,'' katanya. Para diplomat di Aljier menilai sambutan Bel'eid merupakan sikap paling terus terang pemerintah terhadap FIS sejak bentrok militer Januari 1992 lalu. Sikap serupa juga telah disampaikan partai oposisi Front Kekuatan Sosial dan Front Pembebasan Nasional, partai yang menguasai Dewan Tinggi Negara. Keduanya berpendapat, masa depan Aljazair tidak bisa dilepaskan dari suara mayoritas yang berhak memilih di Aljazair. Tapi hasrat Jenderal Nezzar merangkul kelompok militan FIS tidak lalu disambut. Dialog dengan FIS memang sudah dirintis sejak tahun lalu, sampai belakangan ini belum kelihatan hasilnya. Persoalannya, pemerintah sulit memilah antara kelompok FIS yang lunak dan yang keras. Pendukung Abassi Madani yang moderat mungkin tidak keberatan berdialog dengan Nezzar. Dosen ilmu sosial di Universitas Aljier ini pernah mengatakan ia menghargai demokrasi, dan ingin menjalin kerja sama dengan Barat. Sedangkan Ali Belhadj adalah pemimpin bergaris keras. Juru bicara FIS, yang kini tertahan di Jerman karena masalah visa, menilai ajakan pemerintah Aljazair sebagai bohong belaka. ''Ini taktik baru pemerintah untuk memecah-belah FIS,'' katanya. FIS baru mau berdialog bila hak kemenangannya dalam pemilu lalu dikembalikan dan pemimpin mereka dibebaskan. Belum jelas apa yang akan dilakukan Nezzar dalam waktu dekat. Sejauh ini juga belum diketahui seberapa erat ikatan FIS moderat dengan yang militan. Sejauh dua kelompok FIS itu tetap saling mendukung, bisa dijamin Nezzar bakal menemui kegagalan mengajak mereka berdialog. Kecuali, tuntutan dari Paris itu dipenuhi. Siti Nurbaiti (Jakarta) dan DB (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini