Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Syiah: Kibaskan Jubah Mullah

Pusat pendidikan kaum syiah di qom, nyala pembrontakan pertama kali disulut. di Iran telah tumbuh kultus baru terhadap mullah. ajaran-ajaran syiah a.l kewajiban membayar khumus.(ln)

22 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI kota suci Qom, bukan perempuan dewasa saJa yang memakai cadar tapi juga anak-anak. Mungkin inilah yang membedakan Qom dengan kota lainnya di Iran. Namun ia bukan kota suci nomor satu. Menurut ajaran Syiah, kota suci pertama adalah Neejef yang terletak di Irak. Di situ ada makam Imam Ali. Kalangan Sunni lebih mengenalnya dengan nama Saidina Ali--sahabat, sepupu dan menantu Nabi Muharnmad. Sedang kota suci kedua bagi mereka adalah Mashhad, tak jauh dari perbatasan Iran-Soviet. Di tempat ini dimakamkan Imam Ali Reza, imam ke-8 kaum Syiah. Menurut silsilah, ia masih turunan ke-8 Nabi Muhammad. Dan yang ketiga baru Qom, tempat dimakamkannya Fatimah Massoumeh, saudara perempuan Imam Reza. Makam Fatimah--terletak di bagian depan Masjid Azam--merupakan tempat ziarah kaum Syiah. Pintu masuk ke ruangannya berlapiskan emas. Makamnya berbentuk empat persegi dengan luas lebih kurang 9 meter persegi dan tinggi 2 meter. Ia dipagari dengan besi sepuhan perak. Dan pada bagian atas ruangan depan yang berlapiskan kaca tergantung potret Ayatullah Khomeini. Sebelum Revolusi Iran pada tempat yang sama tergantung potret Syah Mohammad Reza Pahlavi. Qom juga merupakan pusat pendidikan agarna yang terbesar dalam dunia Syiah. Lebih dikenal dengan nama Haozellmiyah yang didirikan oleh almarhum Ayatullah Shaik Abdul Kareem Haeri Yazdi. Dari situlah para ayatullah terkemuka--seperti Khomeini, Shariatmadari, Gulfaigani, Talegani dan Montaziri-menyelesaikan studi. Memang dalam ajaran Syiah proses belajar berlangsung seumur hidup. Hanya mereka yang mendapat gelar Ayatullah Uzma yang berhenti berguru. Maka Qom (berpenduduk 250 ribu) diramaikan oleh orang berjubah dan bersorban. Merekalah yang disebut para mullah. Di jalan, di pasar dan di stasiun bis, orang akan selalu berpapasan dengan mullah. Kalau, menurut perkiraan, di seluruh Iran terdapat sekitar 600 ribu mullah, di Qom saja sedikitnya 60.000. Dari cara mereka berpakaian memang sulit membedakan mana mullah biasa (yang masih belajar), mana yang hajatoleslam dan mana yang ayatullah. Tapi adalah mudah untuk membedakan mana yang dianggap keturunan nabi yang biasa disebut Sayeed. Yang bersorban hitam--seperti Khomeini, Shariatmadari dan almarhum Talegani -- dianggap keturunan Nabi Muhammad. Ini tentu saja dari garis perkawinan putri nabi, Fatimah dengan Saidina Ali. Orang kebanyakan, alias bukan keturunan nabi, bersorban putih. Misalnya, Hajatoleslam Heshmi Rafsanjani, Ketua Majlis (parlemen Iran). Revolusi Iran tidak bisa dilepaskan dari peran para mullah. Kerusuhan di Qom tahun 1978 tak salah kalau disebut sebagai sulutan pertama meletusnya revolusi itu. Hari itu, Januari, rakyat berbondong-bondong ke rumah beberapa ayatullah terkemuka untuk menanyakan pendapat mereka tentang sebuah tulisan yang dimuat koran Teheran Tulisan itu rupanya menyakitkan hati rakyat karena isinya mencaci maki Ayatullah Khomemi. Bentrokan berdarah antara massa dan polisi tak bisa dihindarkan. Ratusan orang mati pada hari itu. Dan, sesuai dengan ajaran Syiah, selama 40 hari para keluarga mengadakan upacara berkabung. Dan kesempatan ini seterusnya menggelorakan demonstrasi besar-besaran Tapi aksi ini mengundang tindakan rezim Syah yang lebih keras. Dua mullah yang dituduh mendalangi aksi demonstrasi itu dibawa ke rumah Ayatullah Shariatmadari. Dan keduanya dibunuh oleh Savak. Melihat kejadian itu, sang ayatullah langsung sakit. Tak kuat ia melihat kekejaman yang luar biasa itu. Sejak itu aksi demonstrasi berkobar di seluruh Iran. Para mullah, yang selama ini merupakan tempat mengadu, tak bisa berdiam diri. Mereka langsung mengobarkan semangat juang melawan penindasan rezim Syah. Syah waktu itu menuduh gerakan ini ditunggangi elemen subversif yang tak beriman dan tak mengenal hukum. Bahkan dalam otobiografinya--ditulis semasa dalam pengasingan, Syah menuduh para mullah mengeksploitir ajaran Syiah untuk kepentingan politik. Salah satu fakta yang dikemukakan Syah ialah sering mayat orang yang mati karena sakit diarak secara besar-besaran ke pekuburan. Selama di jalan raya para pengantar meneriakkan, "Ini korban Savak yang lain." Dalam momen serupa itu, demikian Syah, mudah untuk memanipulir massa dengan menggerakkannya setiap hari ke40 masa berkabung. "Kesalahan yang saya lakukan adalah tidak menggunakan media massa untuli melawan peracunan yang terus menerus terhadap jalan pikiran kalangan anak muda dan wanita. " Sementara bercita-cita membangun suatu negara modern yang mirip Eropa, Syah memang mengabaikan peranan penting para mullah dalam masyarakat tradisional Iran. Kenyataan ini mematangkan revolusi para mullah. Menurut ajaran Syiah, Imam memimpin suatu masyarakat baik dalam gerakan sosial, ideologi politik maupun keagamaan. Dan masyarakat Syiah sangat terikat oleh putusan Imam, baik itu berupa fatwa ayatullah maupun perintah lisan yang disampaikannya pada seseorang. Hubungan yang begitu dekat dan penuh hormat terlihat sepanjang hari di Qom. Di setiap rumah ayatullah selalu ada ruangan besar untuk menerima para pengikutnya, Biasanya pada pagi hari ayatullah pergi ke Masjid Azam untuk mengajar. Sekembalinya dari sana ia beristirahat sebentar, kemudian menemui ratusan orang yang sudah menunggu. Di rumah Shariatmadari, misalnya, begitu ia memasuki ruangan menerima tamu --terletak di bagian belakang, salam pujian kepada nabi (salawat) dibacakan secara beramai-ramai. Dari mulai pintu masuk sampai ke ruangan tamu mereka menyongsongnya sambil berusaha mencium tangan sang ayatullah. Bila tak kebagian tangan, mereka mencium atau memegang jubahnya suatu suasana pengkultusan. Ia duduk bersila. Satu persatu tamu menemuinya. Ada yang menanyakan sesuatu, ada pula yang sckedar mencium tangan. Seorang staf ayatullah selalu berdiri di depan untuk menarik tamu yang terlalu lama mencium tangan. Sebagian tamu datang dengan membawa selembar bukti pembayaran khumus yang sudah diselesaikannya dengan sekretaris ayatullah. Setelah mencium tangan, si pembawa surat langsung minta agar surat itu diberi cap tanda tangan ayatullah . Dengan stempel yang terbuat dari emas, Shariatmadari mengecap bukti pembayaran khumus itu. Dari wajah si peminta terbayang suatu kepuasan la telah menyelesaikan salah satu ajaran Syiah untuk membersihkan hartanya. Dan dari khumus inilah ayatullah secara ekonomis kuat. Ia mampu membiayai rumah sakit, sekolah, asrama pelajar dan berbagai kegiatan lainnya. Dan dengan uang ini para mullah tak perlu lagi bekerja di luar kegiatan agama. Seorang mullah akan pasti mendapat bagian dari khumus ini apakah ia sedang belajar atau mengajar. Begitu pula keturunan nabi berhak mendapat bagian dari khuIU2/5 meskipun mereka bukan mullah. Dalam hal khumus ini kaum Sunni dan Syiah berbeda pendapat. Disebut dalam AlQuran, "Ketahuilah, apa yang kau dapatkan dari perang, maka bagi Allah dan Rasulnya seperlima dari hasil itu." Bagi Syiah, ayat ini tidak hanya berlaku di masa perang tapi juga di masa damai. Maka setiap penganut Syiah diwajibkan membayar khumus (yang berasal dari kata khoms yang berarti seperlima). Ini dibayar dari keuntungan yang dinikmati seseorang selama setahun setelah dikurangi biaya hidup. Dari keuntungan bersih itu seperlimanya wajib diserahkan kepada ayatullah atau pembantu yang ditunjuknya. Dan kemudian ayatullah yang membagikannya kepada yang berhak. Dalam buku Hidayatul lbaad (Petunjuk untuk para kawula) disebutkan bahwa yang berhak mendapat khumus adalah Allah, Rasul Allah dan para Imam Syiah. Karena yang ada sekarang hanya Allah dan Imam, bagian untuk Allah berupa biaya pengembangan Islam langsung dikelola Imam. Juga berhak mendapat golongan fakir miskin, yatim piatu, pelancong dari keluarga Bani Hasyim (turunan Nabi). Semua ini juga dikelola oleh Imam--yang dalam pelaksanaan nya oleh para ayatullah . Antara lain pelancong dari keluarga Bani Hasyim adalah seorang habib dari Jakarta yang hampir setiap tahun pergi ke Iran hanya untuk mengambil khumus. KEWAJIBAN membayar itu tim—bul dalam ajaran Syiah karena ada pendapat yang mengatakan bahwa haram bagi Nabi dan keluarganya untuk menerima zakat atau sedekah dari umatnya. Imam Ja'far Assadiq, imam Syiah ke-6, mengatakan: "Ketika Allah mengharamkan sedekah Allah menetapkan bagi kami (keluarga Nabi) khumus. Dan bagi kami khumus merupakan penerimaan wajib dan penghormatan dari Allah." Imam Ja'far, menurut silsilah, adalah keturunan ke-5 dari Nabi Muhammad. Dan kewajiban membayar ini dipertegas lagi oleh Imam Al Baqir, Imam ke-5: "Haram membelanjakan harta sebelum memberikan khumus sebagai hak kami." Memang di sinilah letak kekuatan ekonomi para mullah. Dalam keuangan, para mullah tidak perlu lagi mengharapkan dana pemerintah. Maka mereka menjadi potensi politik yang tangguh. Kekuatan politik para mullah inilah yang melahirkan Revolusi Iran, meskipun orang masih mencatat andil kelompok sayap kiri, seperti Partai Tudeh (Partai Komunis Iran), juga tidak sedikit. Tapi sampai seberapa jauh para mullah bisa mewujudkan impiannya--suatu negara Islam Iran--menjadi kenyataan? Tetap ini merupakan pertanyaan besar. "Ini masih tahap permulaan dalam menuju terciptanya suatu masyarakat Islam," kata Ayatullah Uzma Mohammad Mahdi Syirazi kepada TEMPO la mengambil contoh perjuangan Nabi Muhammad yang memakan waktu 23 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus