Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sehari, Uni Eropa memberi sanksi ke dua negara yaitu Rusia dan Myanmar. Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Uni Eropa memutuskan untuk menjatuhkan sanksi secara spesifik ke pejabat-pejabat Militer Myanmar.
"Kami sepakat secara politik untuk memberikan sanksi kepada pejabat-pejabat militer yang bertanggungjawab atas kudeta Myanmar," ujar Kepala Kebijakan Publik Uni Eropa, Josep Borrell, Selasa, 23 Februari 2021.
Borell menjelaskan, sanksi ini akan menyasar kepentingan ekonomi para pejabat militer Myanmar. Dengan kata lain, mereka tidak akan bisa mengakses aset-aset mereka yang berada di Eropa. Selain itu, segala bantuan yang ditujukan untuk Myanmar akan ditahan dulu.
Untuk perdagangan antara negara-negara Eropa dengan Myanmar, Uni Eropa memastikan hal itu akan tetap berjalan. Sebab, jika diputus, Uni Eropa khawatir yang merasakan dampaknya malah warga-warga Myanmar.
Dengan adanya sanksi dari Uni Eropa ini, maka total sudah lima pihak yang menjatuhkan sanksi ke pejabat-pejabat militer Myanmar. Selain Uni Eropa, mereka adalah Inggris, Kanada, Selandia Baru, dan Amerika. Salah satu figur yang mereka sasar adalah Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, yang merupakan otak di balik kudeta Myanmar.Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Komisi Eropa di Brussel, Belgia 21 Agustus 2020. [REUTERS / Yves Herman]
Per berita ini ditulis, kudeta di Myanmar sudah berjalan selama hampir sebulan. Selama itu, berbagai peristiwa telah terjadi mulai dari penangkapan Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, penerapan status darurat nasional, hingga unjuk rasa besar-besaran di berbagai kota.
Hampir tiap hari ada unjuk rasa di Myanmar walaupun junta militer sudah memperingatkan mereka yang mengatasnamakan Gerakan Pemberontakan Sipil. Alhasil, berbagai penangkapan terhadap aktivis dilakukan. Total, menurut data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, ada 500 lebih orang yang telah ditangkap dan ditahan Militer Myanmar.
Ahad kemarin, Militer Myanmar kembali memberikan peringatan. Mereka berkata, jika perlawanan terhadap junta militer masih berlanjut, maka tak tertutup kemungkinan bakal ada yang jadi korban lagi. Sejauh ini, sudah ada tiga orang tewas selama kudeta Myanmar berlangsung.
"Kami mendapati para pengunjuk rasa telah meningkatkan perlawanannya dengan memicu kerusuhan. Demonstran sekarang memprovokasi warga, terutama remaja labil, untuk mengambil jalur konfrontatif yang bisa berujung pada munculnya korban," ujar Dewan Administrasi Negara, nama yang dipakai junta militer Myanmar.
Baca juga: Pengunjuk Rasa Myanmar Takut Diculik Tentara Saat Malam Hari
ISTMAN MP | AL JAZEERA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini