Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tak Lagi Duduk di Kursi Penumpang

Arab Saudi secara resmi memperbolehkan perempuan menyetir kendaraan. Memberdayakan kaum Hawa dalam reformasi ekonomi.

23 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tak Lagi Duduk di Kursi Penumpang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH dua bulan lebih Tayseer Hakami menanti kabar dari Arab Saudi. Dari perantauan di Kota Berlin, Jerman, perempuan 25 tahun ini mendaftar pelatihan menyetir mobil secara online di Princess Nourah University. Ia ingin memiliki surat izin mengemudi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kampus khusus perempuan di Ibu Kota Riyadh itu memiliki sekolah mengemudi khusus untuk kaum Hawa. Mereka yang ingin memperoleh SIM harus mendaftar untuk ikut pelatihan tertulis, praktik, dan tes. "Saya telah membayar 2.500 riyal (sekitar Rp 9,3 juta)," kata Tayseer kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari demi hari berlalu, pemberitahuan dari Riyadh tak kunjung mampir ke kotak masuk surat elektronik Tayseer. Padahal perempuan asal Gizan, kota pelabuhan di pesisir barat Saudi, ini telah bersiap mudik jika ia dinyatakan lulus persyaratan mengikuti pelatihan menyetir. "Belum ada jawaban dari mereka," ujarnya lewat pesan WhatsApp.

Tayseer antusias menyambut kebijakan baru Kerajaan Saudi yang memperbolehkan perempuan menyetir sendiri kendaraan. Aturan ini berlaku resmi mulai 24 Juni lalu, sehari setelah rangkaian libur Idul Fitri berakhir. Tayseer mengaku lega karena, dengan kebijakan itu, ia tak lagi harus bergantung pada keluarganya untuk bepergian.

Tayseer mengatakan ia selama ini hanya duduk di kursi penumpang setiap kali menunggang mobil keluarganya. "Sangat sulit. Sebanyak 90 persen transportasi saya adalah dengan keluarga saya," kata dokter bedah di Rumah Sakit Charite, Berlin, ini. Apabila ayah atau kakak lelakinya tak bisa mengantar, Tayseer melanjutkan, "Saya harus pergi sendirian naik taksi."

Ruba Alzuhairi bernasib lebih mujur. Ia memulai kursus menyetir mobil di sekolah mengemudi di Princess Nourah University sejak Maret lalu. Ruba termasuk salah satu peserta angkatan awal yang berkesempatan berlatih di tempat kursus mengemudi pertama bagi wanita di Saudi tersebut. Ada ribuan peserta yang terdaftar di sana.

Menurut Ruba, pencabutan larangan menyetir untuk kaum Hawa bakal memberi banyak kemudahan bagi perempuan Saudi. Ongkos kegiatan sehari-hari juga bisa lebih dihemat. "Sebagian biaya yang saya bayarkan untuk taksi dan sopir akan berkurang. Ini membantu saya menjadi lebih mandiri," ucapnya, seperti diberitakan CBS News.

Arab Saudi tak lagi menjadi satu-satunya negara yang melarang kaum Hawa mengemudi setelah Raja Salman bin Abdulaziz mencabut larangan itu, September tahun lalu. Semua perempuan berusia minimal 18 tahun kini dapat mendaftar untuk memperoleh SIM. "Semua persyaratan telah ditetapkan," kata Direktur Jenderal Departemen Lalu Lintas Mohammed al-Bassami, dikutip Arab News, awal Mei lalu.

Pencabutan larangan ini adalah bagian dari "Visi 2030", program transformasi nasional yang dipimpin Putra Mahkota Muhammad bin Salman. Lewat proyek ambisius ini, pemerintah Saudi ingin mengurangi ketergantungan sumber duit mereka pada minyak.

Pangeran Salman tidak hanya menggeber perombakan ekonomi, tapi juga mendorong reformasi sosial. Ia berupaya mengubah wajah Saudi menjadi lebih moderat, antara lain dengan mencabut larangan bioskop komersial yang telah berlaku selama 35 tahun. Cara ini ampuh menyedot miliaran dolar investasi. Adapun pencabutan larangan mengemudi bagi wanita diharapkan dapat mendongkrak partisipasi tenaga kerja kaum Hawa.

Sejak enam dasawarsa silam, larangan perempuan mengemudi telah mencuat sebagai bagian dari gerakan untuk memisahkan lelaki dan perempuan karena sejalan dengan ideologi Wahabi, pandangan konservatif Islam Sunni yang dianut di negeri berpenduduk 32 juta jiwa itu. Pemerintah Saudi secara resmi memberlakukan larangan ini pada 1990-an.

Selama bertahun-tahun, para ulama mengeluarkan fatwa yang membenarkan dan memperkukuh larangan mengemudi itu. Tahun lalu, sepekan sebelum Raja Salman menghapus larangan ini, misalnya, Syekh Saad al-Hajari, kepala fatwa di Provinsi Assir, mengaitkan urusan kemudi dengan isi kepala perempuan. "Wanita tak layak menyetir karena mereka hanya punya seperempat otak," ujarnya.

Kini perempuan mengemudi tak lagi tabu di Saudi. Tidak akan ada lagi wanita yang ditegur, dipermalukan, didenda, atau bahkan dikurung dalam bui karena kedapatan mengendarai sendiri mobil atau sepeda motor mereka. "Sekarang kelima saudara perempuan saya dapat mengemudi jika mereka ingin. Tidak ada yang dapat melarang mereka," kata Abdulaziz Marei Alshehri, warga Kota Jeddah, kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Abdulaziz mengatakan saudara perempuannya selama ini hanya mengendarai mobil di pekarangan rumah, sekadar belajar atau mencicipi sensasi berada di balik kemudi. Bahkan kakak sulungnya, Wejdan Alshehri, 37 tahun, belum pernah merasakan menyetir mobil di jalan raya. "Dia punya dua anak, tapi pergi ke mana-mana diantar suaminya. Terkadang naik taksi atau pesan Uber (layanan transportasi online)," ujarnya.

Namun kabar gembira bagi kaum Hawa di Saudi ini diwarnai peristiwa penahanan sejumlah aktivis wanita yang punya sejarah panjang memperjuangkan reformasi sosial, termasuk memprotes larangan perempuan mengemudi. Mereka antara lain Loujain al-Hathloul, Eman al-Nafjan, dan Aziza al-Yousuf. Mereka dijerat dengan tuduhan pengkhianatan.

Iyad el-Baghdadi, aktivis hak asasi dan Presiden Yayasan Kawaakibi, organisasi nirlaba yang mengkampanyekan kebebasan di dunia muslim, mengatakan para aktivis itu ditahan sejak 15 Mei lalu. "Tidak ada alasan yang jelas. Sepertinya otoritas Saudi ingin mereka di penjara saat larangan mengemudi dicabut sebagai hukuman bagi mereka karena telah lama menentang pihak berwenang," katanya kepada Tempo.

Di Riyadh, pengelola Princess Nourah University bergegas menyambut keputusan Raja Salman dengan mendirikan Sekolah Mengemudi Saudi, tempat Tayseer Hakami mendaftar. Tempat berlatih menyetir juga bermunculan di King Abdul Aziz University, Tabuk University, Taif University, dan Imam Muhammad bin Saud Islamic University.

Bekerja sama dengan Institut Mengemudi Emirat di Dubai, sekolah menyetir Princess Nourah University dilengkapi fasilitas yang lengkap dan canggih. Pada Januari lalu, kampus dengan lebih dari 60 ribu mahasiswa ini merekrut 150 guru wanita pendamping untuk memberi pelatihan mengemudi. Mereka telah memiliki SIM dari luar negeri, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Libanon.

Deema Alsekait, salah seorang instruktur, memperoleh SIM saat tinggal dan belajar di Virginia, Amerika. "Saya sangat senang menjadi bagian dari perubahan ini," ujarnya. Direktur Princess Nourah University Huda al-Ameel mengatakan, sejak kursus dibuka pada Maret lalu, ada lebih dari 54 ribu perempuan Saudi mendaftar.

Mengenakan abaya hitam, dan sebagian bercadar, para peserta kursus, termasuk Ruba Alzuhairi, belajar teori menyetir di ruang-ruang kelas. Materi dilanjutkan dengan praktik mengemudi di ruang simulasi, yang dilengkapi panel kemudi dan tiga monitor. Setelah itu, materi dilanjutkan dengan praktik menyetir mobil di area terbuka dengan jalur berbentuk angka "8" untuk latihan berbelok dan jalur berlatih parkir.

Bagi perempuan Saudi, khususnya yang di Riyadh, kebebasan bergerak sangat berharga. Sekitar separuh dari 7 juta penduduk Riyadh adalah kaum Hawa. Mereka saban hari harus menjelajahi lalu lintas kota metropolitan itu. "Ada dua kendala yang dihadapi wanita di negara kami, yaitu transportasi dan perawatan anak. Lewat sekolah mengemudi, kami mencoba menyelesaikan dua masalah ini," ujar Huda al-Ameel.

Kementerian Informasi menyatakan sekitar 2.000 perempuan Saudi bakal menerima SIM perdana mereka dalam pekan pertama sejak larangan mengemudi resmi dicabut. "Mimpi telah menjadi kenyataan," tulis Ahlam al-Thunayan, yang termasuk sepuluh perempuan pertama yang menerima SIM, seperti diberitakan The New York Times.

Di Berlin, Tayseer Hakami masih menunggu. Dengan sabar ia menanti balasan pesan dari sekolah mengemudi Princess Nourah University. "Saya pernah sekali mencoba menyetir bersama kakak lelaki saya, tapi itu terasa menakutkan," katanya. Dengan mengikuti kursus mengemudi, Tayseer berharap ketakutannya sirna.

Mahardika Satria Hadi | Al Arabiya, The Washington Post, Alqst

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus