SEKITAR lima ribu orang dari 75 provinsi menghadiri pertemuan yang diselenggarakan kelompok oposisi Filipina di pinggiran Manila, pekan lalu. Pertemuan yang mereka sebut Kongres Rakyat Filipina Pertama (Kompil) ini berlangsung dua hari dan menghasilkan sejumlah keputusan penting. Mereka, antara lain, menyatakan akan ikut ambil bagian dalam pemilihan anggota parlemen, Mei depan, bila sejumlah syarat yang mereka ajukan dikabulkan. Dalam persyaratan itu mereka menginginkan agar kekuasaan Presiden Marcos sebagai pembuat undang undang dan sejumlah dekrit presiden dicabut. Juga dituntut pembentukan suatu komite pengawas pemilu yang netral yang membuka kesempatan pendaftaran ulang bagi para pemilih. Ketua Kompil Agapito "But" Aquino optimistis Marcos akan mengabulkan tuntutan mereka. "Amat bodoh untuk berpartisipasi bila tak ada perbaikan. Jika Marcos mengubah peraturan permainan sehingga kami mendapat kesempatan untuk melawan, kami akan melawan dan bahkan mungkin mengalahkannya," kata Butz, adik bungsu tokoh oposisi Senator Benigno "Ninoy" Aquino yang terbunuh Agustus lalu. Ia menambahkan, bila Marcos tidak mengabulkan tuntutan itu, kelompok oposisi akan melakukan demonstrasi sampai tuntutan dikabulkan. Dalam kesempatan itu, Butz Aquino, 44, juga menyatakan kemungkinan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Bisakah Butz meraih kursi kepresidenan? Jalan ke arah sana tampak cukup panjang buat dia. Berbeda dengan Ninoy yang telah berkecimpung di duma politik sejak usia muda, Butz baru tampil pertengahan tahun lalu. Sedangkan saingan Butz kubu kelompok oposisi adalah nama-nama tenar di gelanggang politik. Di antaranya, bekas senator Jose Diokno, Salvador Laurel, dan Lorenso Tanada. Hanya saja, sejak dulu tokoh-tokoh ini tak pernah akur. Tanada, misalnya, dalam pertemuan Kompil menentang keras keputusan kelompok oposisi untuk ambil bagian dalam pemilihan anggota parlemen. Tuntutan kelompok oposisi mengenai pendaftaran ulang pemilih sudah dikabulkan Marcos. Tapi, katanya, pendaftaran ulang itu hanya boleh diikuti kaum oposisi yang sebelumnya terdaftar. Sementara sibuk menyiapkan pemilu, Marcos, yang pembuatan patung-dadanya terhenti, dirongrong kesulitan ekonomi. Pemerintahnya baru saja minta penundaan pembayaran utang-utang pokoknya, yang jatuh tempo pada 11 Januari, selama 90 hari. Seluruh utang Filipina berjumlah US$ 25 milyar. Dengan cadangan devisa yang diduga hanya US$ 600 juta, Filipina membutuhkan tambahan dana US$ 3,3 milyar untuk mengatasi krisis ekonominya. Dalam kaitan itulah Imelda Marcos pergi ke Beijing, pekan lalu. Dikabarkan, pemerintah RRC setuju memberi pinjaman baru US$ 200 juta, dan membuat perjanjian perdagangan senilai US$ 5Q0 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini