Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan orang menyesaki kantor biro perjalanan di antara deretan toko perhiasan dan galeri seni di pusat Kota Beirut, Libanon. Dari balik meja layanan, seorang lelaki sibuk meladeni sejumlah perempuan yang sedang antre di depannya.
Dengan cekatan ia menawarkan sejumlah paket liburan. Bahkan, tanpa rasa canggung, lelaki itu mengatakan dapat mengurus aneka dokumen perjalanan ke luar negeri, seperti paspor dan visa negara yang diinginkan. "Perjalanannya mungkin lama, tapi aman dan nyaman," ujarnya meyakinkan perempuan Suriah berpakaian elegan lengkap dengan kacamata Gucci di hadapannya.
Seperti dilansir The Telegraph pada Kamis dua pekan lalu, biro perjalanan semacam itu kini menjamur di Beirut. Mereka menjadi bagian dari rantai penyelundupan pengungsi Suriah ke sejumlah negara, termasuk ke Benua Eropa.
Libanon merupakan tempat transit utama para pengungsi Suriah, selain Yordania dan Turki. Hingga pekan lalu, 800 ribu lebih warga Suriah berada di Libanon. Dari negara itu, mereka kemudian menyebar ke sejumlah negara Timur Tengah dan Eropa. Uni Eropa mencatat, sejak konflik pecah di Suriah pada Maret 2011, lebih dari 20 ribu pengungsi Suriah telah mendarat di Eropa.
Perang saudara berkepanjangan di Suriah telah menewaskan lebih dari 110 ribu jiwa dan membuat lebih dari 2,2 juta orang mengungsi ke luar negeri. Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kepala Urusan Kemanusiaan PBB Valerie Amos menyatakan jumlah warga Suriah yang membutuhkan bantuan kemanusiaan meningkat secara dramatis dari 6,8 juta orang pada Juni lalu menjadi 9,3 juta orang pada bulan ini. Dari jumlah itu, 6,5 juta orang menjadi pengungsi di dalam negeri.
Untuk menyelundupkan pengungsi ke Benua Biru, biro perjalanan di Beirut memasang tarif beragam, bergantung pada jenis transportasi dan tingkat kesulitan menembus negara tujuan. Untuk pengungsi berduit, para penyelundup menawarkan perjalanan dari Beirut ke Bulgaria dengan bus. Tarifnya 6.200 pound sterling (sekitar Rp 116 juta) per orang.
Para pengungsi tinggal duduk manis karena biro perjalanan akan mengurus semua dokumen perjalanan. Mereka bahkan dapat menyediakan paspor yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Suriah. "Perjalanannya nyaman. Klien tak perlu bersembunyi di bak truk," ucap seorang pegawai biro perjalanan di Beirut.
Pengungsi berfulus lebih tebal tak perlu bersusah payah mengikuti rute ini. Biro perjalanan punya jalur lebih mudah. Pengungsi akan menumpang pesawat atau kapal pesiar selayaknya turis. Tarifnya mencapai ratusan juta rupiah. Untuk sejumlah tujuan populer di Eropa, para pengungsi tajir akan diterbangkan dari Beirut ke Istanbul, Turki. Dari sana, seorang penghubung akan mengatur kepergian mereka ke Bulgaria.
Sejumlah pengamat mengatakan Bulgaria dijadikan pintu masuk penyelundupan pengungsi ke Eropa karena pengamanan perbatasannya relatif longgar. Padahal, menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Bulgaria Svetlozar Lazarov, pemerintahnya telah meningkatkan penjagaan di perbatasan. Tapi ribuan pengungsi Suriah masih saja lolos. "Kami melancarkan operasi rutin. Militer juga mengerahkan peralatan pengintai di perbatasan," ujar Lazarov.
Seorang penyelundup mengatakan ada seorang warga Libanon di Bulgaria yang mengurus pengungsi. Dari Bulgaria, kata dia, para pengungsi akan ditawari rute ke Austria, Italia, Inggris, hingga Swedia. Ia mengaku memiliki sejumlah pegawai di negara-negara yang dilalui pengungsi itu.
Swedia jadi favorit pengungsi karena inilah satu-satunya negara Eropa yang menawarkan suaka politik kepada pengungsi Suriah. Juru bicara Kantor Imigrasi Swedia, Annie Hoernblad, menjamin semua pengungsi Suriah yang mengajukan suaka akan mendapatkannya. Para pengungsi akan memperoleh status penduduk tetap selama tiga tahun. "Kami membuat keputusan ini dengan pertimbangan kekerasan di Suriah tidak akan berakhir dalam waktu dekat," ujarnya September lalu.
Jalur lain yang lazim digunakan para pengungsi berkantong tipis lebih berisiko, tapi jauh lebih murah. Perjalanan ke Bulgaria dilakukan dengan perahu lewat Turki dan Yunani. Seorang perempuan asal Suriah, Hanna, menceritakan kisah keponakannya yang melintasi jalur ini. "Dia serdadu Suriah. Semua anggota unitnya tewas dalam pertempuran dan kami memutuskan membawanya keluar," ucapnya.
Hanna mengatakan, ketika keponakannya sampai di Turki, penyelundup menawarkan tiga opsi untuk menyeberang ke Yunani, yaitu dengan perahu karet bertarif 1.700 pound, menggunakan perahu dayung dengan biaya 2.500 pound, atau dengan kapal turis bertarif 3.400 pound.
Salem, bekas anggota pasukan pemberontak, mengatakan ada penyelundup terkenal asal Irak di Yunani bernama Abu Ibrahim. Menurut Salem, pria itu punya 5.000 paspor palsu dan curian. Ia tak perlu bikin paspor baru. Para klien akan diberi paspor milik orang lain yang fotonya mirip mereka. "Bila Anda tidak bisa memperoleh paspor, mereka akan membayar petugas kapal untuk menyeberangkan Anda ke Swedia. Tarifnya 3.800 pound sterling," ujar Salem kepada The Telegraph. Ia sedang menunggu giliran diseberangkan ke Swedia.
Seorang pengungsi asal Homs, Ahmed, yang sedang mengunjungi teman-temannya di sebuah rumah di Pegunungan Alpen, Swiss, mengatakan mereka harus menunggu lama di Yunani sebelum diselundupkan ke Swiss. "Itu memakan waktu enam bulan. Kami membayar hampir 44 ribu euro (sekitar Rp 691 juta) untuk sampai ke sini," tuturnya.
Ahmed berkisah seorang penyelundup memiliki paspor untuk keluarga dengan dua anak lelaki dan satu perempuan. Sedangkan temannya yang ingin ke Swedia membutuhkan paspor dua anak perempuan dan satu lelaki. "Mereka akhirnya menyamarkan anak bungsunya sebagai laki-laki. Itu ilegal, tapi tak ada pilihan lain."
Modus serupa dijalankan sejumlah geng di Turki untuk menyelundupkan pengungsi ke Inggris. Kepada Sunday Mirror akhir Oktober lalu, kepala sebuah geng di Istanbul, Abu Nasar, mengakui sangat mudah menerbangkan pengungsi dari Istanbul ke Bandar Udara Heathrow, London, dengan paspor palsu. "Beri kami foto mereka, semuanya akan beres," katanya.
Menurut dia, para pengungsi tak punya pilihan selain meminta bantuan para penyelundup karena mereka tak memiliki dokumen perjalanan. Setelah membayar uang jaminan ke penghubung, mereka tinggal di rumah penampungan atau hotel di Istanbul sembari menunggu semua dokumen siap.
Namun perjalanan para pengungsi ke negara lain tak selamanya berakhir bahagia. Nasib tragis kerap menimpa mereka. Pertengahan September lalu, penjaga pantai Mesir menembak mati dua pengungsi Suriah yang nekat meninggalkan Mesir dengan perahu menuju Sisilia, Italia.
Seperti dilansir kantor berita Italia, ANSA, penembakan terjadi ketika pasukan penjaga pantai menyerbu perahu yang mengangkut 50 warga Suriah, 122 warga Palestina, 2 warga Mesir, dan seorang warga Maroko. Menurut catatan badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR), ada lebih dari 4.000 pengungsi Suriah yang masuk Italia melalui jalur laut.
Para pengungsi harus membayar US$ 2.000-4.000 (sekitar Rp 23,5-46,8 juta) per orang untuk diseberangkan dari Alexandria ke Sisilia. Sejauh ini, polisi Alexandria telah menahan 500 lebih pengungsi Suriah yang nekat kabur ke negara lain.
Sapto Yunus (The Telegraph, Al-Ahram)
Dari Suriah ke Benua Biru
Hingga pekan lalu, UNHCR mencatat lebih dari 2,2 juta warga Suriah mengungsi. Sebagian besar pengungsi tinggal di negara-negara tetangga Suriah dan ribuan lainnya mencari perlindungan lebih aman di Eropa.
Libanon
816.811
Turki
519.938
Irak
202.976
Yordania
551.644
Mesir
127.304
Italia
21.870
Swedia
14.700
Bulgaria
9.567
Jerman
5.000
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo