Presiden Soviet, Gorbachev, dikudeta pagi-pagi buta, Senin pekan ini Soviet kembali ke garis keras? PRESIDEN Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, yang dikenal dengan politik pintu terbukanya (perestroika), akhirnya tersingkir. Berita menggemparkan dunia itu Senin pekan ini disiarkan kantor berita Soviet TASS. Di situ disebutkan, "Presiden Mikhail Gorbachev, karena alasan kesehatan, digantikan wakilnya Gennady Yanayev." Namun, tak disebutkan, mengapa pemimpin Soviet berusia 60 tahun, yang kini sedang melakukan liburan tahunannya ke pantai Laut Hitam di Crimea, itu tiba-tiba sakit. Dari Moskow dikabarkan, Yanayev selaku presiden baru, yang dikenal beraliran keras, mengumumkan Uni Soviet dalam keadaan darurat. "Ketentuan ini berlaku bagi beberapa negara republik Sosialis Soviet, dalam waktu enam bulan," katanya dalam siaran yang dipancarkan berulang-ulang ke seluruh negeri. Juga disebutkan, untuk sementara, kekuasaan pemerintah dipegang langsung oleh sebuah Komite Keadaan Darurat. Komite itu terdiri dari, antara lain, Perdana Menteri Valentin Pavlov, Kepala KGB Vladimir Kryuchkov, Menteri Pertahanan Dmitry Yazov, Wakil Ketua Dewan Keamanan V.A. Kryuchkov, dan Gennady Yanayev sendiri. Komite ini, kata Yanayev, dibentuk, "Untuk menyelamatkan ekonomi dari kehancuran dan kelaparan, serta melindungi krisis perang saudara yang makin meluas." Sampai awal pekan ini belum jelas benar apa yang terjadi di negara raksasa itu. Puluhan tank dan kendaraan lapis baja kini dikerahkan ke Moskow, sebagian menuju Kremlin. "Ini adalah kudeta," kata seorang wanita juru bicara parlemen Rusia. Siapa Gennady Yanajev? Pemimpin baru Soviet, yang berusia 54 tahun itu, diangkat menjadi wakil presiden Kongres Partai Komunis Uni Soviet, Desember tahun lalu. Waktu itu banyak yang tak setuju karena tak yakin Yanayev sebagai orang "berpandangan baru". Namun, Gorbachev bersikeras sehingga diadakan pemungutan suara ulang. "Saya membutuhkan orang yang bisa saya percaya," kata Gorbachev membujuk beberapa anggota Kongres yang tak setuju itu. Setelah terpilih, Yanayev pun berjanji akan sejalan dengan bosnya itu. "Saya mendukung perestroika dan akan melanjutkan cita-cita itu," katanya. Lelaki berdarah Rusia yang lahir tahun 1937 ini lulusan Institut Pertanian di Gorky. Belakangan ia belajar hukum dan meraih gelar doktor di bidang sejarah. Tesis doktornya yang berjudul "Problem Trotskyism dan Anarki" pernah menjadi topik hangat sehingga hanya diizinkan dibaca para mahasiswa yang berideologi komunis tinggi. Yanayev, yang gemar main hoki es, pernah menjadi Ketua Partai Pemuda Komunis, sebelum menduduki jabatan sebagai anggota Politbiro PKUS. Karena pandangannya yang konservatif itu, dalam Kongres Partai ke-28, pertengahan tahun 1990, peranannya sempat dipertanyakan para anggota. Namun, ia dapat menangkis dengan humor-humor Rusianya. Jatuhnya Gorbachev sebenarnya sudah diramalkan banyak orang. Peramal paling dini adalah bekas Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Caspar Weinberger. Dalam sebuah wawancara di Good Morning America, awal tahun lalu, Caspar menyatakan bahwa Gorbachev akan digulingkan mereka yang beraliran keras sebelum bulan Desember depan. Ramalan Weinberger yang dikenal sebagai menteri pertahanan yang royal membangun persenjataan AS itu, terbukti tepat kendati meleset beberapa bulan. Jika kudeta terhadap Gorbachev ini berhasil -- karena berita penggantian Gorbachev ini, semata-mata bersumber dari televisi dan kantor berita TASS, dan belum tentu Gorbachev tak mampu muncul kembali -- para pakar aliran keras AS pasti akan menggenjot kembali upaya memperkuat pertahanan AS. Selama ini, mereka memang berpendapat bahwa AS harus tetap mempertahankan kekuatan militernya karena khawatir Rusia masih mungkin berubah kembali menjadi seteru di bawah rezim aliran keras pengganti Gorbachev. Ramalan terakhir tentang kemungkinan kudeta ini diberikan Jumat lalu. Waktu itu Alexander N. Yakovlev -- bekas anggota politbiro dan arsitek kunci lahirnya perestroika -- mengundurkan diri dari partai komunis Soviet dan menyatakan bahwa sekelompok pemimpin partai komunis aliran Stalinis sedang menyiapkan sebuah kudeta. Ternyata, perkiraan Yakovlev ini menjadi kenyataan. Pada Desember lalu, bekas Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Eduard A. Shevardnadze meramalkan akan lahirnya kediktatoran yang baru. Beberapa pekan setelah ucapannya, militer Rusia yang didukung KGB dan pimpinan partai komunis lokal mencoba menggulingkan pemimpin Lithuania, yang sah dan terpilih secara demokratis. Upaya ini gagal kendati 13 jiwa sempat melayang. Presiden AS George Bush, yang sedang berlibur ke Kennebunkport, Maine, kaget mendengar kejadian mendadak itu. Bush, yang baru saja dari Moskow untuk menandatangani Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis dengan Gorbachev, akhir Juli lalu, mengatakan, "Ini benar-benar situasi yang gawat." Gaya kepemimpinan Mikhail Sergeyevich Gorbachev, yang sudah berjalan selama enam tahun, telah menghapus dominasi komunis Uni Soviet yang telah berjalan selama 72 tahun. Politik pintu terbuka akibat perestroika yang dicanangkannya membuahkan hasil dengan menghangatnya hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat, dan bersatunya Jerman Barat dan Timur. Pembaruan di bidang politik dalam negerinya menyebabkan lahirnya sistem multipartai, dan mengubah konstitusi yang memberikan kekuasaan lebih besar pada parlemen di Moskow dan 15 negara republik Uni Soviet. Akankah semua itu kini berubah lagi? Didi P. & Bambang H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini