Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Teror sekiho-tai

2 karyawan koran asahi shimbun di nishinomiya di tembak seorang lelaki tak dikenal. kelompok sekihotai mengaku bertanggung jawab. wartawan di jepang untuk pertama kali dihadapkan maut & terorisme.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA di ruang redaksi kantor biro Asahi Shimbun (AS), di Nishinomiya dekat Osaka, Ahad malam, 3 Mei silam terasa santai. Tomohiro Kojiri, Hyde Inukai, dan Kenji Takayama masih asyik ngobrol sambil makan sukiyaki dan minum bir, seusai mengirim berita hari itu. Tapi keadaan ini tak berlangsung lama. Tiba-tiba saja muncul seorang lelaki bertopi rajut - seperti yang lazim digunakan untuk main ski dengan sweater hitam. Tanpa sepatah kata atau isyarat apa pun, pria itu memberondongkan senapan ke arah mereka. Puluhan peluru merobek perut Tomohiro Kojiri, 29 tahun, yang telah bekerja di Biro AS sejak lima tahun silam. Lelaki beranak satu yang lulusan Universitas Ritsumeikan itu langsung terjungkal dan tewas seketika. Hyde Inukai, 42 tahun, wartawan senior kehilangan tiga jari tangan kanannya dan luka parah di bagian perut. Kenji Takayama, 25 tahun, lolos dari maut karena duduk di balik rak dokumen. "Orang itu menembak dari jarak 2-3 meter," tutur Takayama. Tiga hari setelah peristiwa itu, Rabu, sepucuk surat kaleng atas nama "Sekiho-Tai" (Pasukan Sukarela Kemerdekaan Bangsa Jepang) dikirimkan pada kantor berita Kyodo di Tokyo dari Osaka. Isinya: "Kita orang Jepang, lahir di Jepang, tinggal di Jepang. Ibu kita adalah alam dan tanah air Jepang, ayah kita tradisi Jepang .... Kita tak menyetujui orang yang menentang Jepang, terutama AS. Ini tidak main-main. Kita akan menghukum mati seluruh karyawan AS. Peristiwa kemarin (pembunuhan Kojiri) baru tahap pertama". Surat itu mengancam akan berbuat serupa terhadap media massa lainnya, yang dianggap memiliki "dosa" yang sama dengan AS. Dengan pembantaian Kojiri, wartawan di Jepang untuk pertama kali dihadapkan pada maut dan terorisme. Memang kantor media massa acap kali menerima surat kaleng yang mengancam nyawa wartawan. Dan biasanya dikaitkan dengan rasa tidak puas terhadap artikel pemberitaan. PM Yasuhiro Nakasone berpendapat insiden ini masalah serius. "Peristiwa ini merupakan tantangan terhadap kebebasan bicara dan kebebasan pers juga terhadap hak dasar yang dijamin UUD." katanya di depan sidang Majelis Tinggi pekan silam. Lebih dari itu, pembunuhan di AS terjadi tepat pada hari jadi ke-40 UUD Jepang. Semua media cetak dan media elektronik menyebarluaskan beritanya. Tajuk AS menilai, serangan ini sebagai tantangan terhadap dunia pers sekaligus aksi penghancuran masyarakat demokrasi. Yomiuri Shimbun, koran terbesar di seluruh dunia (oplahnya 9 juta eksemplar), dalam tajuknya menandaskan, "Dunia pers yang mendukung kebebasan dan demokrasi tak akan bersikap lemah melawan ancaman dan kekejaman." Asahi Shimbun, koran terkcmuka di Jepang yang didirikan 108 tahun silam, sekarang menerbitkan dengan edisi pagi 7,8 juta dan edisi sore 4,7 juta, dan mempekerjakan 9 ribu karyawan (3 ribu wartawan). Harian ini mempunyai 383 biro yang tersebar di seluruh Jepang dan 28 biro luar negeri di 25 negara. Dari pusatnya di Osaka, dengan modal sebesar 280 juta yen, AS dianggap sebagai koran yang disukai kelompok progresif. Bahkan ada yang menuduh sikap koran ini berbau sosial-demokratis (kendati bukan komunis) yang terang-terangan bersimpati pada Soviet, RRC, Vietnam. Dari kelompok kanan seperti Ultranasionalisme dan Ekstrapatriotisme, gaya penulisan AS dinilai terlalu kiri dibanding Yomiun atau Sankei Shimbun. Kekerasan yang dilancarkan terhadap wartawan boleh dibilang jarang terjadi di Negeri Sakura. 18 tahun silam, seorang wartawan Mainichi Shimbun yang tengah meliput kasus pencurian mobil di Provinsi Fukuoka ditemukan tewas terbunuh kelompok gangster yakuza. Jauh sebelum ini kantor AS pernah diserbu tentara, Februari 1936, ketika kelompok militer berkuasa. Namun, kekerasan lain - yang sering terjadi sesudah PD II -- sering kali diakibatkan kelompok sayap kanan atau ulah yakuza. Tahun 1977, kantor AS di Tokyo pernah diserbu anggota Uyoku (kelompok sayap kanan) akibat tulisan AS yang mempersoalkan keabsahan sebuah iklan TV yang menglmbau agar Sovlet mengembahkan empat pulau di utara Jepang. Kantor AS di Tokyo dan Nagoya juga pernah dipasangi kaleng oli berisi bahan peledak. Pernah pula terjadi aksi pembakaran gedung kantor biro milik AS Sankei Shimbun dan Mainichi Shimbun di Kobe, tujuh tahun lalu. Sampai kini polisi masih melacak identitas Sekiho-Tai, yang meminjam nama pasukan pelopor pemerintah pada zaman Meiji. Kuat dugaan Sekiho-Tai juga yang membakar kantor AS cmpat tahun silam, di Tokyo dan Nagoya. Kctika itu mereka mengirim surat kaleng berbunyi, "Sumbcr yang menghasut pikiran anti-Jepang dan menghina Jepang adalah Asahi Shimbun." Tak urung polisi mencurigai Sekiho-Tai sebagai kelompok kanan baru. Dan masyarakat Jepang waswas, khawatir kalau sejarah ultranasionalisme akan terulang. Yulia S. Madjid, Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus