Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Teroris dan tersangka teror bom di Bali serta Jakarta, Encep Nurjaman alias Hambali, menjalani persidangan di Amerika pada Senin kemarin, 30 Agustus 2021, waktu setempat. Persidangan digelar 18 tahun sejak penangkapannya atas aksi-aksi teror yang ia lakukan.
Hambali tidak disidang sendirian. Ia menjalani persidangan bersama dua komplotannya, Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin. Keduanya adalah warga negara Malaysia. Adapaun ketiganya dijarat pasal kejahatan militer, pembunuhan, terorisme, dan konspirasi.
Selama ini Hambali ditahan di penjara dengan penjagaan maksimum, Teluk Guantanamo Kuba. Di sana, ia dikabarkan diinterogasi berulang-ulang dan menjadi subjek program interogasi khusus (penyiksaan) yang dibuat oleh Badan Intelijen Pusat Amerika, CIA,
"Dia ditelanjangi, tidak diberi makan, tidak diperbolehkan tidur, dan dipaksa duduk atau berdiri dalam posisi yang menyiksa," ujar kuasa hukum Hambali, dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Selasa, 31 Agustus 2021.
Per berita ini ditulis, perkembangan dari sidang Hambali belum dipublikasikan. Walau begitu, berikut beberapa hal yang perlu diketahui soal proses hukum yang dijalani Hambali di Amerika, dikutip dari berbagai sumber.
Hambali. miamiherald.com
1. Pentolan Kelompok Jihad Jamaah Islamiyah
Hambali, selama ini, dikenal sebagai pentolan dari kelompok jihad Jamaah Islamiyah. Selain itu, ia juga diyakini sebagai perwakilan Al Qaeda di Indonesia.
Bersama komplotannya, dan dengan dukungan dari Al Qaeda, Hambali melakukan teror bom di Bali dan Jakarta. Teror Bom Bali, pada 12 Oktober 2002, menewaskan 202 orang. Sementara itu, Teror Bom Hotel Marriot Jakarta, pada 5 Agustus 2003, menewaskan 12 orang.
Ketiganya tertangkap di Thailand pada 2003. Dan, setelah itu, mereka ditahan di penjara militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba. Sudah belasan tahun tahun Hambali cs menjadi penghuni penjara Guantanamo.
Tahanan berbaju oranye duduk di area holding diawasi oleh polisi militer AS di Camp sementara X-Ray, yang kemudian ditutup dan digantikan oleh Camp Delta, di pangkalan angkatan laut Guantanamo Bay, 11 Januari 2002. Presiden Barack Obama membujuk Kongres untuk menutup penjara militer AS tersebut. REUTERS/Petty Officer 1st Class Shane T. McCoy HO
2. Menjadi Tersangka Setelah 18 Tahun Ditahan
Meski sudah ditahan belasan tahun, Hambali baru ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2021. Kementerian Pertahanan Amerika tidak pernah mengungkapkan kenapa penetapan itu begitu lama. Walau begitu, apabila ditilik dari bagaimana perkara diproses dan disidangkan di Guantanamo, kendala teknis dan prioritas Militer Amerika jadi dalangnya.
Menurut laporan Channel News Asia, seorang teroris di Teluk Guantanamo tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka hanya bermodal penetapan dari Jaksa Militer. Persetujuan dari para pejabat di Komisi Militer juga diperlukan. Jaksa sempat nyaris menetapkan Hambali sebagai tersangka pada 2017, namun tidak mendapat lampu hijau dari Komisi Militer.
Komisi Militer memiliki pertimbangannya sendiri tidak memberi lampu hijau. Hal itu tak pernah diungkapkan. Namun, melihat Hambali akhirnya ditetapkan sebagai tersangka tepat dua hari setelah Presiden Joe Biden dilantik, berbagai pihak menduga penetapan itu untuk mempertahankan penjara Teluk Guantanamo yang hendak ditutup Joe Biden.
Dua orang wisatawan asing melihat nama-nama korban ledakan bom saat peringatan Bom Bali 1 di Monumen Ground Zero, Jalan Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober 2014. Sejumlah kerabat korban dan wisatawan asing ikut mengenang tragedi meledaknya bom di pusat pariwista itu pada 12 tahun silam yang menewaskan 202 korban. TEMPO/Johannes P. Christo
3. Khawatir Tidak Disidangkan Secara Adil
Kuasa hukum Hambali, James Valentine, khawatir kliennya tidak akan disidangkan secara adil. Alasannya, ada terlalu banyak yang Hambali tahu soal penyiksaan yang ia terima selama proses interogasi. Penyiksaan itu, menurutnya, bisa dianggap melanggar standar HAM internasional.
"Amerika tidak bisa membiarkan dunia tahu apa yang mereka lakukan terhadap Hambali. Jadi, bagaimana mungkin mereka akan memberikannya pengadilan yang adil di saat mereka juga mengatur pengajuan barang bukti," ujar Valentine pada 2019 lalu.
4. Diyakini Tak Terlibat Langsung pada Teror Bom Bali
James Valentine menyakini Hambali tidak terlibat langsung dalam teror Bom Bali. Sebab, satu dari empat terpidana Bom Bali yang terisisa, Ali Imron, mengatakan Hambali tidak berkaitan langsung dengan teror yang ia lakukan. Ali Imron kembali menegaskan hal itu ketika diwawancarai Al Jazeera.
"Apa yang dikatakan ke saya, uang untuk Bom Bali datang dari Osama bin Laden, tidak langsung dari Hambali," ujar Ali Imron. Walau begitu, Imron mengakui bahwa Hambali menyemangati para pengikutnya untuk melakukan teror bom, salah satunya Bom Natal, 2000 yang menewaskan 18 orang.
Imron memprediksi dirinya akan diminta hadir dalam sidang Hambali sebagai saksi. Sebab, kata Imron, dirinya sudah beberapa kali ditanyai oleh otoritas Amerika soal kasus Hambali.
Mantaan anggota JI yang menjadi kompatriot Hambali di Afghanistan pada 1980-1990an, Nasir Abas, mengatakan peran Hambali di Al Qaeda adalah bendahara yang mengatur uang untuk operasi-operasi Al Qaeda. Oleh karenanya, kata Abas, Hambali tak pernah terlibat langsung dalam aksi lapangan ataupun perencanaan teror.
Fasilitas kamar, yang hanya bisa ditempati satu tahanan di penjara Guantanamo. Getty Images/Joe Raedle
5. Tidak Berhasil Dipulangkan dan Disidangkan di Indonesia
Pengacara HAM Ranto Sibarani mengatakan Hambali seharusnya disidangkan di Indonesia, bukannya di Amerika. Sebab, kata ia, aksi Hambali dilakukan di wilayah Asia Tenggara.
Pada 2016, sempat ada upaya untuk mengeluarkan Hambali dari Guantanamo. Namun, oleh Kejaksaan Militer Amerika, permohonan itu ditolak. Alasan mereka, "Hambali masih menjadi ancaman berbahaya untuk Amerika".
Ranto menyakini Hambali baru disidang tahun ini karena jaksa kesulitan membuktikan tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Di saat bersamaan, interogator mereka sudah kadung melakukan penyiksaan yang tidak kalah kejam dengan aksis teror dan tak mau hal itu terungkap.
"Pemerintah Indonesia seharusnya proaktif mencoba merepatriasi warga negaranya dari Teluk Guantanamo, mengikuti jejak Inggris dan Australia yang bernegosiasi dengan Pemerintah Amerika," ujar Ranto perihal kasus Hambali.
Baca juga: Kejaksaan Amerika Tetapkan Hambali Sebagai Tersangka Bom Bali
ISTMAN MP | AL JAZEERA | REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini