Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sarah McIver batal mudik untuk merayakan Natal bersama keluarganya di Kanada. Alih-alih pulang ke kota kecil Drumheller di Provinsi Alberta, perempuan guru bahasa Inggris ini justru mendekam di sebuah penjara di Cina. Polisi Negeri Tirai Bambu menangkap dan mengurungnya sejak Rabu tiga pekan lalu.
Pada hari ia ditahan, McIver sempat mengabari keluarganya. Dalam sebuah percakapan lewat telepon dengan ibunya, McIver mengatakan bahwa ia akan segera pulang tanpa merinci alasan dia ditahan. “Sarah meyakinkan saya bahwa semua baik-baik saja. Dia baik-baik saja. Mereka hanya menahannya selama 10 hari,” kata Jenn Smith, kawan McIver, menirukan perkataan ibu temannya tersebut.
Smith mengetahui kabar tentang sahabat yang telah dikenalnya selama sepuluh tahun itu setelah ibu McIver meneleponnya. Ia semula mengira McIver yang menghubunginya setiba dari Cina. “Saya terakhir bertemu dengan dia (McIver) Agustus lalu, malam sebelum ia berangkat ke Cina,” ujar Smith, yang pernah bekerja bersama -McIver di sebuah restoran di Kota Red Deer.
Erin O’Toole, anggota parlemen Kanada dari Partai Konservatif, mengatakan bahwa McIver tak pernah bermasalah selama mengajar bahasa Inggris di Cina. Namun polisi Cina tiba-tiba mendatanginya dan mempertanyakan keabsahan visa kerjanya.
Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan bahwa McIver, yang pernah mengajar di beberapa sekolah di Korea Selatan dan Malaysia, ditahan karena dinyatakan bekerja secara ilegal sehingga mendapat “hukuman administratif”. “Pemerintah Cina dan Kanada terus menjalin komunikasi kekonsuleran yang transparan,” kata juru bicara Kementerian, Hua Chunying.
Hua menegaskan bahwa penahanan McIver berbeda dengan kasus Michael Kovrig dan Michael Spavor, dua warga negara Kanada yang ditangkap lebih dulu oleh polisi Cina. Menurut dia, kedua pria tersebut dituduh membahayakan keamanan nasional Cina. Hua juga memastikan bahwa -McIver ditahan di lokasi yang berbeda dengan Kovrig dan Spavor.
Kovrig, bekas diplomat di Cina dan kini bekerja di lembaga riset International Crisis Group, dan Spavor, yang mengelola organisasi nirlaba yang menawarkan perjalanan ke Korea Utara, ditahan pada 10 Desember lalu. Spavor pernah mengklaim bahwa ia kenal dekat dengan sederet pejabat tinggi Korea Utara, termasuk Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un. Ia juga pernah mengaku berperan mengatur salah satu kunjungan Dennis Rodman, pebasket Amerika Serikat idola Kim, ke Pyongyang.
Penangkapan beruntun tiga warga negara Kanada di Cina ini terjadi hanya beberapa hari setelah insiden penahanan Meng Wanzhou, pejabat tinggi Huawei Technologies, raksasa teknologi Cina. Atas permintaan Pengadilan New York, Amerika Serikat, polisi Kanada menangkap Meng saat ia sedang melakukan transit di Bandar Udara Internasional Vancouver dalam penerbangannya dari Hong Kong ke Meksiko, 1 Desember lalu. Meng menghadapi ancaman ekstradisi ke Amerika.
Meng, dikenal juga dengan nama Sabrina Meng dan Cathy Meng, menjabat kepala keuangan Huawei, perusahaan pemasok peralatan telekomunikasi terbesar sejagat dan penjual telepon seluler nomor dua di dunia. Perempuan 46 tahun ini adalah putri Ren Zhengfei, pendiri Huawei dan salah satu taipan di Cina. Selain berdomisili di Hong Kong, Meng dan suaminya, Liu Xiaozong, memiliki dua unit rumah di West 28th Avenue, Vancouver.
Kabar penahanan Meng, yang tersiar ke publik lima hari kemudian, langsung menyulut reaksi keras dari Beijing. Pemerintah Cina menuding penangkapan itu tidak berdasar dan mendesak pemerintah Kanada untuk segera membebaskannya. Beijing juga memanggil Duta Besar Kanada dan Amerika untuk dimintai keterangan sekaligus menyampaikan protes.
Meng dituduh melakukan penipuan dengan mengelabui bank-bank multinasional tentang penggunaan SkyCom Tech, anak perusahaan Huawei yang bermarkas di Hong Kong, untuk menjalin bisnis dengan beberapa perusahaan telekomunikasi di Iran. Tindakan ini melanggar sanksi ekonomi Amerika terhadap Negeri Para Mullah. Jaksa Kanada menuding Meng “berkonspirasi menipu berbagai lembaga keuangan” dengan ancaman hukuman maksimal 30 tahun penjara.
Dalam sidang penangguhan penahanan di Vancouver, 10 Desember lalu, pengacara Meng mengatakan bahwa kliennya sejak awal telah membantah kepada -bankir--bankir Amerika mengenai kaitan langsung antara Huawei dan SkyCom. Padahal, menurut jaksa John Gibb-Carsley, “Skycom dan Huawei bukan entitas berbeda. SkyCom adalah Huawei.” Pelanggaran sanksi Amerika terhadap Iran yang melibatkan SkyCom ditengarai terjadi selama 2009-2014.
Meng membantah semua tudingan terhadapnya. Ia kemudian dibebaskan dengan uang jaminan atas alasan kesehatan dan dijadwalkan menjalani persidangan pada 6 Februari mendatang. “Saya terus merasa tidak sehat dan saya khawatir kesehatan saya memburuk jika dipenjara,” ujar Meng kepada hakim. Tim kuasa hukumnya menyebut Meng adalah penyintas kanker tiroid, tapi menderita hipertensi parah dan gangguan tidur.
Sampai penangkapannya, Meng mungkin tak terlalu dikenal di dunia luar. Namun, di Cina, Meng adalah simbol dari industri teknologi yang sedang meledak di negara berpenduduk lebih dari 1,3 miliar tersebut. Ia salah satu ahli waris Huawei, kerajaan teknologi yang telah lama menjadi sumber kebanggaan nasional di Cina, seperti Apple yang lekat dengan Negeri Abang Sam.
Penahanannya telah membawa tekanan politik domestik yang sangat besar terhadap Presiden Cina Xi Jinping. Apalagi Meng dicokok pada malam yang sama ketika Xi dan Presiden Donald Trump tengah merundingkan “gencatan senjata” dalam perang dagang Cina-Amerika di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Buenos Aires, Argentina. Kasus Meng seakan-akan menampar Xi.
Di Washington, DC, para pejabat Amerika menyatakan bahwa penangkapan Meng murni persoalan hukum. Mereka menampik kecurigaan Beijing bahwa insiden tersebut bermotif politik dan berkaitan dengan perang dagang. Jaminan serupa meluncur dari mulut Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. “Saya pastikan bahwa kami adalah negara (dengan) peradilan independen,” katanya.
Namun Beijing tetap menaruh curiga. Sebab, para pejabat senior Amerika, termasuk penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton, mengakui bahwa mereka mengetahui penegak hukum Kanada berencana menangkap Meng tepat sebelum acara makan malam Xi dan Trump di Buenos Aires. “Saya mendapat informasi dari Departemen Kehakiman,” ujar Bolton.
Momentum penangkapan Meng inilah yang menurut pemerintah Cina bermuatan politik. Namun surat perintah penangkapan Meng sebenarnya telah dikeluarkan pada 22 Agustus lalu. “Pihak berwenang Amerika (lewat otoritas Kanada) memilih untuk menangkap Meng saat ia berhenti di Vancouver pada 1 Desember,” tulis South China Morning Post.
Di Ottawa, pemerintah Kanada terus mendesak Beijing segera membebaskan Michael Kovrig dan Michael Spavor. Mereka menilai penahanan eks diplomat dan pebisnis Negeri Mapel tersebut, yang tidak dijelaskan tindakan pelanggarannya, merupakan aksi balasan pemerintah Cina atas penangkapan Meng. “Kami sangat prihatin dengan penahanan sewenang-wenang oleh pemerintah Cina atas mereka,” kata Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia -Freeland.
Beijing lalu menawarkan solusi. Global Times, surat kabar yang acap menjadi corong Partai Komunis Cina, menyatakan bahwa ketegangan diplomatik kedua negara dapat diselesaikan dengan cepat apabila Kanada membatalkan semua tuduhan terhadap Meng. “Cara sederhana untuk mengakhiri krisis ini adalah dengan mengembalikan kebebasan Meng,” tulis surat kabar tersebut.
Sarah McIver bernasib lebih mujur. Setelah nyaris sepuluh hari mendekam di dalam tahanan Cina, ia akhirnya dipulangkan ke Drumheller, Jumat dua pekan lalu. McIver memang tidak dapat merayakan Natal bersama keluarganya, tapi ia masih bisa menikmati malam pergantian tahun di kampung halamannya.
MAHARDIKA SATRIA HADI (GLOBAL NEWS, NATIONAL POST, THE GUARDIAN, CBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo