Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kafe City Cup di Kota Oakland, California, Amerika Serikat, terlihat sepi. Rabu pekan lalu, pengunjung tempat makan di tepi Jalan Jefferson tersebut masih tak seramai dua pekan sebelumnya. Padahal hari itu pertama kalinya perkantoran kembali beraktivitas setelah libur panjang Natal dan tahun baru.
Kafe milik Sam Samhouri makin lengang sejak para karyawan di Gedung Federal -Ronald V. Dellums, kompleks perkantoran 18 lantai di seberang jalannya, tidak datang bekerja. Biasanya pegawai dari gedung itulah yang meramaikan City Cup. “Tidak ada orang di sana,” kata Samhouri.
Sejak Presiden Donald Trump mengumumkan penutupan sebagian operasional pemerintah (government shutdown), 22 Desember lalu, ribuan pegawai di beberapa lembaga federal terpaksa memperpanjang libur. Ini termasuk mereka yang di Gedung Federal Ronald V. Dellums, tempat berkantor Pengadilan Distrik, Direktorat Pajak Federal, Lembaga Penjaga Pantai, dan Badan Kesehatan Veteran.
Jumlah pegawai federal di penjuru Amerika yang terkena imbas kebijakan itu mencapai 800 ribu orang. Sebanyak 380 ribu dari mereka dirumahkan, sisanya tetap bekerja tanpa gaji hingga shutdown ber-akhir. “Saya pikir satu hari penutupan terlalu lama,” ujar Ryan Baugh, pegawai Kantor Statistik Keimigrasian Departemen Keamanan Dalam Negeri. “Seiring dengan berjalannya waktu, dampaknya menguat dan meluas.”
Sekitar 4.500 kilometer di timur -Oakland, tepatnya di Gedung Putih, Washington, DC, Presiden Trump mengundang delapan pentolan Partai Republik dan Demokrat dari Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membahas penutupan operasional pemerintah, Rabu pekan lalu. Ini pertama kalinya Trump bertemu dengan para pemimpin kedua partai sejak sebagian layanan pemerintah federal berhenti beroperasi.
Di kubu Demokrat, Trump mengundang Nancy Pelosi dan Steny Hoyer dari Dewan serta Chuck Schumer dan Dick Durbin dari Senat. Di kubu Republikan, ada Mitch McConnell dan John Thune dari Senat serta Kevin McCarthy dan Steve Scalise dari Dewan. “Kami meminta Presiden membuka kembali pemerintahan. Kenapa dia enggan melakukannya?” kata Pelosi, yang terpilih memimpin Dewan setelah partainya merebut mayoritas kursi dari Republik dalam pemilihan paruh waktu pada November lalu.
Pertemuan tersebut berakhir buntu. Kepada delegasi Demokrat, Trump mengatakan shutdown dapat diakhiri jika kubu partai berlambang keledai itu meloloskan rancangan anggaran pembangunan tembok perbatasan sebesar US$ 5,6 miliar (sekitar Rp 81 triliun). Sedangkan Demokrat, yang kembali menguasai Dewan mulai Kamis pekan lalu, berkukuh menolak permintaan Trump.
Shutdown terjadi setelah Kongres gagal menyetujui rancangan anggaran baru pemerintah pada 21 Desember lalu, padahal bujet untuk sebagian lembaga federal dari anggaran sebelumnya telah terserap. Walhasil, pemerintah federal tidak dapat beroperasi dengan kekuatan penuh. Sembilan departemen dan lusinan lembaga federal lain terkena imbas tidak cairnya anggaran baru.
Sebelum terjadi shutdown, Senat semula menyetujui rancangan undang-undang untuk mendanai pemerintah hingga 8 Februari mendatang dengan syarat tanpa anggaran untuk tembok. Tapi Trump menentang dan mengancam akan memveto proposal versi Senat. Di Dewan, yang masih dikendalikan Republik, rancangan melaju mulus. Dewan meloloskan usul anggaran pembangunan tembok.
Namun Demokrat menjegal rancangan tersebut di Senat. Butuh sedikitnya 60 suara untuk menyetujui rancangan anggaran itu, tapi kubu Republik hanya punya 51 senator. “Nancy mengambil keputusan itu,” ujar Trump menyalahkan Nancy Pelosi, yang memimpin manuver Demokrat.
Ini ketiga kalinya pemerintah federal berhenti beroperasi di era Trump. Pada 20 Januari 2018, shutdown berlangsung selama tiga hari setelah rancangan undang-undang keimigrasian yang diajukan Trump gagal lolos di Senat. Demokrat mengganjalnya karena rancangan tidak mencantumkan pendanaan program Penangguhan Tindakan terhadap Anak-anak Imigran Ilegal (DACA). Program yang digagas Barack Obama itu memungkinkan para imigran muda yang berstatus ilegal mengurus izin kerja sementara sehingga tidak akan dideportasi. Sejak 2012, DACA telah melindungi lebih dari 820 ribu imigran gelap.
Shutdown kedua, 9 Februari tahun lalu, berlangsung satu hari. Saat itu Demokrat kembali menjegal rancangan anggaran yang disodorkan Gedung Putih karena hanya mengakomodasi peningkatan bujet militer dan penanganan bencana tapi tidak mempedulikan isu imigrasi dan perlindungan penerima DACA—biasa disebut “Dreamers”. Kebuntuan berakhir setelah Kongres menyetujui pengucuran US$ 400 miliar (sekitar Rp 5.700 triliun), termasuk untuk DACA.
Namun perkara tembok perbatasan masih alot. Sejak masa kampanye pemilihan presiden pada 2015, Trump berkoar bakal membangun tembok pembatas dengan Meksiko. Ia ingin meniru Israel, yang sukses menancapkan dinding-dinding beton untuk menyekat tanah Palestina.
Perbatasan darat Amerika-Meksiko merentang sejauh 3.110 kilometer, meliputi pegunungan terjal, gurun kering, dan sungai berliku. Dari California barat hingga -Texas timur, tapal batas melintasi empat negara bagian Amerika dan 24 daerah setingkat kabupaten. Sekitar sepertiga dari garis perbatasan sudah diberi pembatas, yang kebanyakan dibangun di era Trump. Dia selalu berdalih bahwa tembok itu akan membuat Amerika aman dari serbuan imigran gelap, yang kebanyakan dari Meksiko, yang dianggapnya hanya menebar kejahatan dan narkotik. Namun, tanpa duit di kantong, Trump belum bisa membangun dinding beton tinggi, melainkan pagar, yang disebutnya “penghalang beroti baja”.
Demokrat menawarkan solusi dengan menyodorkan rancangan legislasi tandingan untuk mengakhiri shutdown. Jika Trump meneken usul Demokrat, bujet untuk lembaga-lembaga federal segera cair. Namun Trump menolaknya karena tak memuat anggaran tembok.
Government shutdown memang tidak melumpuhkan semua pelayanan publik. Birokrasi tetap berjalan. Hanya, beberapa instansi menyesuaikan jam kerja mereka. Otoritas perumahan, misalnya, agak terlambat memproses kredit rumah. Sebagian taman nasional tutup sementara dan pengadilan imigrasi menunda sejumlah persidangan.
Namun, bagi pegawai, dampaknya cukup terasa. Erin Kidwell, ibu dua anak dan pegawai Taman Nasional Mount Hood di Oregon, mengaku waswas terhadap penutupan itu. “Saya butuh gaji saya. Kami semua punya hipotek dan tagihan yang harus segera kami bayar,” ucap Kidwell, yang berencana mengajukan tunjangan pengangguran.
MEREKA YANG TERKENA DAMPAK
Sebanyak 9 dari 15 departemen dan lusinan lembaga federal lainnya.
- Departemen Keuangan
- Departemen Pertanian
- Departemen Keamanan Dalam Negeri
- Departemen Dalam Negeri
- Departemen Luar Negeri
- Departemen Perumahan dan Pengembangan Perdesaan
- Departemen Transportasi
- Departemen Perdagangan
- Departemen Kehakiman
— 420 ribu pegawai tetap bekerja tanpa digaji, meliputi:
- 41 ribu aparat penegak hukum, antara lain dari Biro Investigasi Federal (FBI), Badan Pemberantasan Narkotik (DEA), serta Biro Pengendalian Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak
- 53 ribu pegawai Lembaga Keamanan Transportasi
- 42 ribu pegawai Otoritas Penjaga Pantai
- 54 ribu pegawai Badan Perlindungan Perbatasan dan Bea-Cukai
- 5.000 aparat pemadam kebakaran Badan Layanan Kehutanan
- 3.600 pegawai Badan Layanan Cuaca Nasional
—380 ribu pegawai dirumahkan, meliputi:
- 41 ribu pegawai Departemen Perdagangan
- 44 ribu pegawai Layanan Taman Nasional dan Kehutanan
- 52 ribu anggota staf Direktorat Pajak Federal (IRS)
- 7.100 pegawai Departemen Perumahan dan Pengembangan Perdesaan
- 96 persen anggota staf Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA)
- 18.300 pegawai Departemen Transportasi
SUMBER: CNBC, USA TODAY
MAHARDIKA SATRIA HADI (CBS NEWS, USA TODAY, POLITICO)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo