PERSETUJUAN Prancis-Libya untuk menarik semua serdadunya dari Chad republik berpenduduk 4,5 juta jiwa, tampaknya tak akan menguakkan prospek perdamaian di kawasan tengah Afrika itu. Radio Chad menuduh keputusan yang diambil Paris itu tidak bersahabat. Mereka tetap khawatir, Libya tak akan teguh memegang janjinya. Prancis dan Libya, pekan lalu, sepakat menarik tentaranya, yang masing-masing memberikan dukungan kepada dua pihak yang bertikai di Chad. Keputusan itu dipilih Paris setelah menteri pertahanan Prancis Charles Hernu menemui Presiden Hissene Habre di N'Djamena, ibu kota Chad, awal bulan ini. Tapi Radio Chad mempertanyakan sikap Prancis itu. Misi yang diemban 3.200 serdadu Prancis yang didatangkan ke Chad 13 bulan lampau, adalah membendung gerak maju pasukan pemberontak pimpinan Goukouni Oueddei. Pengiriman tentara itu dilakukan setelah diminta Presiden Habre atas dasar perjanjian pertahanan kedua negara itu. Presiden Prancis F. Mitterrand menolak keterlibatan serdadunya dalam pertempuran melawan kaum pemberontak yang didukung 5.000 tentara Libya. Penarikan serdadu Prancis dan Libya, mulai Rabu pekan ini hingga pertengahan November, memang akan meredakan ketegangan hubungan Paris-Tripoli. Namun, orang agak terkejut menyaksikan perubahan sikap pemimpin Libya, Muammar Qadhafi, kaii ini. Libya, yang menobarkan pertikaian di Sahara dan Chad, telah memikul biaya tinggi untuk menduduki seperempat wilayah barat laut Afrika selama beberapa tahun. Diduga, Qadhafi menempuh jalan itu setelah dia asyik oleh unifikasinya dengan Marokko. Tapi sebagian pengamat berpendapat, Qadhafi tampaknya lebih suka berhubungan erat dengan negara Islam lain ketimbang Chad, yang sebagian warganya menganut Kristen. Kendati demikian, N'Djamena masih cemas oleh citra "ekspor revolusi" yang melekat pada Qadhafi. Walau dari Habre tak terdengar upaya mencapai perdamaian dengan penentangnya, para peninjau yakin bahwa prospek itu sangat tergantung pada kemauan Kedua pihak untuk bertemu di meja perundingan. Harapan seperti itu tampaknya tak mudah jadi kenyataan. Organisasi Persatuan Afrika (OAU), juga Etiopia dan Kongo, pernah mencoba membawa Habre dan Oueddei ke perundingan perdamaian, tetapi gagal. Sementara itu, Habre - yang, sama halnya dengan Oueddei, berasal dari Chad Utara kini mencoba mengambil hati warga selatan yang selama ini merasa terabaikan. Dalam persetujuan Prancis-Libya pekan lalu itu, sama sekali tak disebut-sebut garis Aouzou - yang diduduki Qadhafi sejak 1973 - yang membuat wilayah Chad seluas 110.000 kilometer persegi berada di bawah kedaulatan Libya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini