MESIR memperkuat tuduhannya atas IV ran dan Libya sebagai penyebar ranjau di Terusan Suez dan Laut Merah, pekan silam. Sementara upaya pembersihan raniau yang dilakukan beberapa negara di sepanjang jalur pelayaran internasional itu hampir sia-sia, dari Kairo terbetik kabar, kapal Inggris menemukan satu alat peledak di bagian utara Teluk Suez. Kedutaan Inggris di Kairo menyebutkan, alat peledak tersebut sudah diseret ke perairan dangkal dan dibiarkan tinggal di situ, menunggu ahli bom menyelidikinya. Tapi hingga kini tetap tak terungkap secara pasti siapa yang harus bertanggung jawab sebagai sumber marabahaya yang, sejak awal Juli lalu, sudah mencelakakan 19 kapal. "Ranjau itu adalah sesuatu yang baru bagi teknologi Barat," kata menteri pertahanan Mesir, Marsekal Abdel Halim Abu-Ghazala. "Karena itu, harus berhati-hati sekali menanganinya.' Tuduhan Mesir terhadap Iran dan Libya dipertegas oleh menteri pertahan- l an itu ketika dia memberikan penjelasan di parlemen, Senin pekan lampau. Kali ini tudingan Mesir dilengkapi dengan pernyataan bahwa Kairo telah menangkap pesan telegram yang disampaikan pemimpin Libya, Muammar Qadhafi, kepada presiden Iran, Ali Khamenei. Isinya. selamat atas sukses Iran menaburkan alat peledak di Laut Merah. Walau begitu, pembuktian yang sebenarnya belum kunjung diperoleh. Ranjau yang dijumpai kapal Inggris itu alat peledak satu-satunya yang diharap dapat menyingkapkan rahasia - siapa pembuat dan pemasangnya. Sebelum ini, Prancis memang menemukan ranjau yang lain, buatan Rusia. Ranjau itu diperkirakan merupakan peninggalan Peran Arab-Israel awal 1970-an dan tak ada hubungannya dengan ledakan-ledakan sepanjang Juli dan Agustus silam. Sudah amankah jalur Suez? Ternyata, belum. Kapal Arab Saudi, Belkis, dikabarkan menyandung alat peledak pula dan harus naik dok di Ain Soukhan, Teluk Suez. Kenyataan ini kembali membuat orang cemas akan keamanan jalur pelayaran itu. Sehingga, Minggu lalu, Belanda mengirimkan dua kapal penyapu ranjaunya untuk turut dalam operasi pembersihan Dan Prancis, yang semula berniat menarik diri, akhirnya akan memperpanjang keterlibatannya dalam operasi itu sekitar seminggu lagi. Operasi yang hampir tanpa hasil ini agaknya akan membuktikan bahwa pernyataan via telepon, yang disampaikan ke Kantor berita AFP, awal bulan lalu, bohong belaka. Waktu itu kelompok yang menamakan dirinya Organisasi Jihad mengaku bertanggung jawab atau peranauan Suez, dan menyebut telah menebarkan 190 alat peledak untuk menghukum kaum imperialis. Pernyataan ini, dan jatuhnya beberapa kapal sebagai korban, membuat Amerika Serikat segera mengirim kapalnya yang diperlengkapi helikopter pencari ranjau. Selain AS, Inggris, Prancis, dan Belanda, dalam operasi ini juga turut serta Italia, Mesir, dan Arab Saudi. Tuduhan Mesir atas Iran dan Libya sebagai pelaku penyebar ranjau sejak semula dibantah Teheran dan Tripoli. Imam Khomeini dikabarkan pernah menegur Radio Teheran, yang menyatakan simpatinya kepada Orgamsasi Jihad yang mengaku memasang ranjau itu. Tapi kegusaran Kairo juga dapat dipahami. Tak adanya jaminan keamanan pelayaran di Suez dan Laut Merah berarti lalu lintas laut di jalur itu akan sepi, dan dapat mengancam pendapatan Mesir yang tahun lalu mencapai US 1,1 milyar dari sumber ini. Itulah sebabnya Kairo ingin menerapkan pengawasan yang lebih ketat. Pekan lampau Ghazala mengatakan, Mesir akan meneliti setiap kapal yang mencurigakan ketika lewat di Suez. "Tak peduli, kapal negara mana pun," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini