SIDANG terakhir Pengadilan Tinggi kota Lahore itu diadakan pada
tanggal 19 lalu. Keputusan yang dijatuhkan cukup mengejutkan:
hukum gantung bagi bekas Perdana Menteri Ali Bhutto beserta
dengan 4 terdakwa lainnya. Proses peradilannya berlangsung
selama dua bulan, dan ini hanya untuk memeriksa keterlibatan
bekas orang kuat Pakistan yang dirontokkan pertengahan tahun
silam itu dalam suatu usaha pembunuhan terhadap seorang lawan
politiknya ketika ia masih berkuasa.
Ali Bhutto, menurut pengadilan tersebut, terbukti bersalah
karena mencoba membunuh Ahmed Kiza Kasuri pada bulan Oktober
1974. Kasuri adalah lawan politik Bhutto yang pating keras
suaranya. Ia sendiri luput dari usaha pembunuhan yang
diperintahkan Bhutto itu, tetapi ayahnya yang bernama Nawab
Mohammcd Ahmed Khan terluka parah dan meninggal tak lama
kemudian. Kedua orang itu diberondong dengan senapan mesin,
ketika naik mobil pulang dari suatu resepsi perkawinan di
Lahore.
Para terdakwa lain agak terperanjat dengan keputusan itu. Tapi
Bhutto kelihatannya tenang-tenang saja. Sejak dari awal
pemeriksaan ia tak mau membuka mulut karena pengadilan tersebut
diangapnya tak lebih dari suatu"sandiwara politik" untuk
mendiskreditkan dia. Kelima terhukum diberi waktu selama
satu minggu buat naik banding. Namun sebegitu jauh Bhutto
belum memutuskan suatu apapun.
Pembela Bhutto, bekas Jaksa Agung Yahya Bakhtiar mengatakan
kepada para wartawan bahwa nampaknya para penguasa
militer Pakistan akan memaksakan suatu pembunuhan yang
didasarkan atas keputusan pengadilan. Ia telah membujuk Bhutto
untuk naik banding ke Mahkamah Agung dan telah mempersiapkan
segala sesuatunya apabila Bhutto bermaksud demikian.
Pengadilan itu sendiri telah bersidang di belakang pintu
tertutup. Wartawan dilarang masuk. Menurut kabar yang bocor,
dalam pemeriksaan kentara sekali bahwa kelima hakim yang
memeriksanya sangat memusuhi para terdakwa. Antara Bhutto--yang
memperoleh pendidikan hukum di Oxford dan Universitas California
- dengan Hakim Ketua Mustaq Hussain sering terjadi perdebatn
seru diselingi dengan kata-kata kasar.
Memang agak beralasan kalau Bhutto tak percaya ia akan diadili
dengan jujur. Orang kuat baru Pakistan Jenderal Mohammed Zia
ul Haq telah menunda pemilihan umum yang dijanjikannya sampai
Bhutto selesai diadili. Bahkan jauh sebelum pengadilan
berlangsung ia pernah mengatakan: "Melihat bukti yang
bertimbun-timbun, rasanya mustahil kalau Bhutto bisa lolos dari
hukuman." Bhutto disebutnya sebagai orang jahat yang licin dan
"Machiavelli tahun 1977 ". Para peninjau umumnya berpendapat
bahwa tindakan Zia itu mengandung tujuan agar Bhutto tak
kembali lagi ke kalangan politik buat selamanya.
Pemilihan umum yang dijanjikan itupun kelihatannya tak tentu
ujung pangkalnya. Apalagi kalau harus menunggu sampai Bhutto
selesai diadili,karena ia masih harus menghadapi banyak
tuduhan bahwa ia telah melakukan kecurangan dalam pemilihan umum,
penyelewengan kekuasaan dan penghamburan uang negara selama 5
tahun ia berkuasa. Seorang pejabat hukum baru-baru ini
mengatakan bahwa untuk menangani perkara Bhutto saja,
"badan-badan peradilan Pakistan akan sibuk selama beberapa tahun
mendatang. "
Benazir
Dalam pada itu, sejalan dengan pengadilan atas diri Bhutto,
paling tidak sekitar 500 pengikutnya telah ditahan. Nusrat
Bhutto, isterinya, berada dalam tahanan rumah, karena dituduh
melanggar peraturan keadaan bahaya dengan mengorganisir suatu
demonstrasi protes. Demikian pula puterinya yang bernama
Benazir.
Menyusul keputusan atas diri Bhutto itu, pasukan-pasukan
keamanan mengadakan penjagaan ketat. Terutama di Lahore, kota
yang secara tradisionil selalu dihantui dengan
kerusuhan-kerusuhan politik. Rakyat umumnya, terutama para
pengikut Bhutto memasang telinga di muka pesawat transistor
mereka dan mendengarkan keputusan tersebut.
Dan pada tanggal 20, tak urung kekerasan meletus juga
demonstrasi, terutama di Lahore. Suatu demonstrasi terbesar
sejak Bhutto digulingkan muncul memprotes penjatuhan hukuman dan
menuntut agar Bhutto dibebaskan. Polisi melemparkan granat gas
air mata untuk membubarkan puluhan ribu demonstran yang telah
membakar 4 buah bis, 3 mobil sedan dan sebuah mobil pemadam
kebakaran.
Berita-brita terakhir menyatakan bahwa kerusuhan-kerusuhan
semacam telah menjalar ke kota-kota lain di seluruh Pakistan. Di
beberapa kota di propinsi Punjab, Karachi dan Pesnawar terjadi
pula demonstrasi. Demikian pula di Rawalpindi dan Mipur, sebuah
kota di Kashmir. Koran-koran memberitakan tentang terjadinya
mogok kuliah yang dilancarkan oleh mahasiswa berbagai
universitas di propinsi Sind.
Sementara itu reaksi-reaksi dari luar negeri sudah banyak yang
mengalir masuk. Bhutto adalah seorang tokoh yang berkaliber
internasional. Hanya beberapa hari setelah vonnis dijatuhkan
Turki, Iran, Iraq dan Bangladesh menyatakan keterkejutan mereka
dengan nasib yang menimpa Bhutto. Mereka memohon agar
Presiden Pakistan Fazal Elahi Chudhry mempertimbungkan
kembali keputusn tersebut. Permohonan terakhir datang dari
Amnesty International (AI), organisasi yang paling getol
memperjuangkan hak-hak asasi manusia.
Zia dan penguasa militer Pakistan rupanya telah meremehkan
kenyataan bahwa Bhutto jadi pahlawan-di saat ia dianggap
diperlakukan sewenang-wenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini