SEPERTI sudah bisa diduga, Israel pun membalas. Serbuan mendadak
gerilyawan Palestina di hari Sabbath dua pekan lalu itu (TEMPO
18 Maret)dipakai sebagai alasan oleh Israel untuk menggempur
Lebanon Selatan. Di Tel Aviv, sumber-sumber militer menyatakan
bahwa pesawat Israel menyerang sasaran-sasaran Palestina dan
bahwa infantrinya bertempur dari rumah ke rumah, untuk mengatasi
perlawanan gerilyawan Palestina selama pertempuran tiga hari
itu. 250 gerilyawan mati, demikian kata Menteri Pertahanan
Israel Weizman. Tapi sumber Organisasi Pembebasan Palestina
menyatakan 75 saja yang mati - sementara 200 orang sipil
Palestina dan Lebanon tewas dan 150 hilang.
Matinya penduduk sipil terang tak menguntungkan Israel dalam
perang balas dendam ini. Tapi yang paling rugi adalah Lebanon.
Sementara dunia internasional hanya mengutuk, sementara Israel
buat pertama kalinya mempergunakan pesawat F-15--pesawat paling
modern di negeri Barat--untuk menjaga campur-tangan negara Arab
lain 40.000 penduduk Lebanon dari selatan terpaksa mengungsi ke
utara. Weizman mencoba meyakinkan: masuknya pasukan Israel ke
daerah itu "bukan untuk berada di Lebanon Selatan, bukan untuk
tinggal di sana, bukan untuk merebutnya dan menaklukkannya atau
sesuatu yang serupa itu." Menurut Weizman, "kami ingin agar
Organisasi Pembebasan Palestina mengerti sekali ini dan
seterusnya bahwa mereka tak akan beroperasi dari Lebanon Selatan
atau lebih jauh ke utara."
Bagaimana orang Palestina akan mengerti? Di PBB, tidak banyak
orang mengerti, bagaimana Israel akan membebaskan diri dari
percobaan teror selama perdamaian yang adil buat orang Palestina
belum terjadi. Di PBB Amerika Serikat hanya AS yang mencoba
mengerti dan mencari jalan keluar: di Dewan Keamanan Dubes AS
Andrew Young mengusulkan dikirimnya pasukan penjaga keamanan PBB
ke Lebanon Selatan. Usul ini tidak diveto oleh Uni Soviet. RRC
tak akan memberi suara. Tapi Begin, dalam kunjungannya ke
Washing ton, menyatakan keraguannya. Rakyat Israel, katanya, tak
begitu yakin bahwa itu jalan yang terbaik.
Setidaknya dalam hal itu Begin cocok dengan Yasser Arafat.
Organisasi Pembebasan Palestina itu juga tidak setuju dengan
campur-tangannya pasukan PBB di Libanon Selatan. Tapi prakarsa
Amerika Serikat di PBB itu akhirnya menjadi kenyataan juga.
Pasukan PBB yang mula-mula memasuki wilayah sengketa berdarah
itu adalah pasukan-pasukan Iran. Laporan dari Libanon Selatan
menyebutkan adanya usaha menghambat gerak maju pasukan Iran itu
oleh gerilyawan sayap kanan Libanon yang beragama Kristen
Maronit. Selama Israel melancarkan aksinya, milisia Kristen ini
telah memberikan kerja sama yang erat terhadap pasukan penyerbu
tersebut. Tapi karena terlalu banyak membunuh lawan-lawannya,
pasukan Israel kemudian mencegah pasukan Kristen itu memainkan
peranan penting dalam penyerbuan tersebut.
Tingkat Tinggi
Di bawah tekanan Israel, gerilyawan sayap kanan itu kemudian
menghentikan usahanya mengganggu pasukan-pasukan Iran. Setelah
itu menyusul memasuki arena adalah pasukan-pasukan Kanada,
Swedia, dan Perancis. Yang terakhir ini diterbangkan langsung
dari Paris, dan mereka adalah pasukan para yang selama ini amat
dibanggakan oleh Perancis.
Sementara kesibukan militer teriadi di kawasan Selatan Libanon,
di ibu kota negara-negara Arab juga terjadi berbagai pembicaraan
politis yang bersumber dari penyerbuan Israel tersebut. Sebuah
pertemuan tingkat tinggi Arab nampaknya akan bersidang
membicarakan invasi Israel ini. Belum jelas di mana, dan tidak
diketahui pula apakah konflik sejumlah negara Arab dengan
Mesir--akibat kunjungan Sadat ke Yerussalem--akan juga
berpengaruh terhadap pertemuan tingkat tinggi tersebut.
Di Israel, hingga awal pekan ini belum jua terdapat kepastian
mengenai selesai atau belumnya penarikan seluruh pasukan invasi
Israel di Libanon Selatan. Tapi Menteri Pertahanan Israel,
Weizman, pekan silam menyebutkan beberapa hal yang mungkin
menjadi persyaratan bagi pengunduran diri pasukannya dari
Libanon Selatan. Syarat-syarat itu antara lain: ù Suatu tindakan
yang meyakinkan sehingga PLO tidak lagi bakal berpangkal di
Libanon Selatan. ù Orang-orang Libanon yang beragama Kristen yang
telah bekerja sama dengan Israel sejak beberapa bulan terakhir
ini supaya dijamin keamanannya dari kemungkinan gangguan dari
PLO. PLO tidak ikut dalam segala perundingan antara Israel dan
Libanon dalam membicarakan akibat-akibat penyerbuan yang baru
lalu.
Hingga awal pekan ini belum terdengar suatu debat mengenai
penyelesaian politis terhadap tindakan militer Israel tersebut.
Sedang pasukan-pasukan PBB terus juga memperbaiki posisi
pengawasan mereka di berbagai tempat di Libanon Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini