PETASAN dan botol anggur beterbangan ke arah polisi, sementara di beberapa tempat ratusan pemuda berusaha menerobos lebih dekat ke Tembok Berlin. Selasa malam pekan lalu, gelombang protes pemuda Berlin Timur mencapai puncaknya, setelah ledakan pertama terjadi Minggu, ketika mereka berusaha mendengar konser rock yang dipentaskan tiga malam berturut-turut di Berlin Barat. Unjuk rasa penggemar rock itu berlangsung tlga malam juga, hanya karena mereka tidak dibolehkan mendekat lebih dari 365 meter, seperti ditetapkan polisi. Tapi kemudian protes ini menemukan warna politik. "Tembok ini mesti roboh! Hancurkan babi-babi itu," begitu pekik lantang ratusan pemuda yang rupanya sangat ingin mendengarkan entakan rock dua superstar, Phil Collins dan David Bowie. "Gorbachev ! Gorbachev ! Hidup Gorbachev!" seru mereka di sela huru-hara, yang kabarnya terbesar sejak Oktober 1977. Remaja Berlin Timur itu bahkan menganjurkan pemerintah Honecker agar meniru "keterbukaan" gaya Gorbachev, setidaknya dalam penyaluran ekspresi. Agaknya, tak seorang pun pejabat JerTim menduga bahwa larangan "menguping lebih dekat" bisa membawa akibat yang begitu serius. Padahal, warga Berlin, baik Barat maupun Timur, sedang merayakan 750 tahun Kota Berlin, yang mulai dipestakan sejak beberapa pekan silam. Untuk itu, Berlin Barat mementaskan konser rock dengan David Bowie, Eurythmics, dan Phil Collins dengan Genesis-nya, sementara 4.000 pemuda Jer-Tim berbondongbondong datang ke Unter den Linden, jalan utama menuju Gerbang Brandenburg, agar bisa mendengar konser lebih jelas. Saat itulah mereka dihadang polisi. Jika saja pemerintah Honecker lebih peka demonstrasi tiga malam berturut-turut - demi konser rock - agaknya bisa dibatasi, atau malah tidak terjadi sama sekali. Namun, sikap pemerintah Honecker terlalu kaku, sesuatu yang mungkin tidak cocok lagi setelah glasnost alias keterbukaan dicanangkan Gorbachev tahun lalu. Para pengamat mengkhawatirkan, bentrok Berlin Timur itu bisa mempersulit posisi Honecker, satu dari sejumlah penguasa negara-negara Pakta Warsawa, yang seJak mula menentang angin glasnost dari Moskow. Jumat pekan lalu, tiga hari sesudah demonstrasi rock berakhir, Presiden AS Ronald Reagan datang ke Berlin Barat dan menggemakan sebuah pidato yang tidak kurang dramatisnya. Singgah ke sana dalam lawatan 10 hari di Eropa, Reagan menantang Gorbachev untuk menciptakan era baru, dengan terlebih dahulu merobohkan Tembok Berlin. Sembari mengibaratkan tembok itusebagai simbol negara totaliter, Reagan berseru, "Tuan Gorbachev, bukalah gerbang ini," (Reagan berpidato persis di depan gerbang Brandenburg), "Tuan Gorbachev hancurkanlah tembok ini." Tak lupa Reagan mengatakan bahwa berdiri di depan Gerbang Brandenburg, setiap orang akan merasa dirinya sebagai warga Berlin, yang terpaksa melihat goresan luka. Ucapan ini senada dengan pernyataan Presiden John Kennedy 24 tahun silam, yang tersohor dengan kata-kata, "Ich bin ein Berliner. " Mungkin Reagan terpengaruh oleh demonstrasi Berlin. Tapi bisa dipastikan "ledakan rock" itu merupakan kasus terburuk selama sepuluh tahun terakhir. Dikabarkan, 67 polisi luka-luka, 77 pemuda ditahan, dan 24 orang dituduh sebagai biang onar. Kerusuhan ini sempat disiarkan ARD, sebuah jaringan televisi Jer-Bar - yang tengah meliput acara festival dari atas tembok yang siarannya dapat ditangkap dari wilayah Jer-Tim. Tapi penguasa Berlin Timur menvangkal adanya insiden, dan menuduh berita itu hanyalah isapan jempol wartawan Barat, yang sengaja mendiskreditkan Jer-Tim. Pengamat politik menilai peristiwa itu sebagai dampak glasnost yang dicanangkan Gorbachev, dan meledak tanpa bisa dicegah justru di sebuah negara satelitnya. Presiden Erich Honecker memang tidak terlampau antusias mengikuti resep Gorbachev: memberi kebebasan pers, kritik terangterangan, dan demokrasi politik. Bahkan, dengan rajinnya pejabat penerangan di Berlin Timur memangkas setiap pidato pemimpin Soviet yang menyuarakan keterbukaan itu. "Anjurannya hanya cocok untuk masyarakat Soviet . . . kami memilih cara sendiri," kata seorang pejabat penerangan Berlin Timur. Seruan Reagan dinilai pejabat Jer-Tim hanya semakin mempertajam hubungan kedua kota yang terbelah. "Bisa-bisa malah tembok ini semakin kukuh berdiri, alih-alih dirontokkan, komentar pejabat itu. Lain lagi harian Jerman Barat Stuttgarter Zeitung, yang berpendapat insiden itu memperlihatkan adanya aspirasi dari bawah ke arah reformasi". Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini