BEBERAPA kepala lagi "menggelinding" akibat aksi pembersihan yang dilancarkan diam-diam di Beijing. Dan peristiwa ini tidak bisa dilewatkan begitu saja karena putra sulung Deng Xiaoping tergolong mereka yang disisihkan. Dia tidak dipecat, hanya saja gagal terpilih sebagai anggota delegasi yang akan menghadiri kongres PKC (Partai Komunis Cina) Oktober depan. Tersisihnya Deng Pufang, putra orang kuat Deng Xiaoping itu, telah ditafsikan sebagai manifestasi akan kesungguhan pihak reformis untuk apa yang bisa disebut pembersihan ke dalam tubuh partai. Khususnya mengikis nepotisme, yang sering juga dikenal sebagai budaya koneksi. Bagi para pengamat, "bencana" yang menimpa Deng Pufang bisa dijadikan bukti kuat bahwa gerakan reformasi tidaklah kosmetik belaka. Tapi Deng Pufang tidak sendiri. Direktur Dana Kesejahteraan untuk Orang Cacat ini "ditemani" putra-putra Chen Yun dan Bo Yibo, dua tokoh penting di RRC dewasa ini. Mereka juga tidak terpilih sebagai anggota delegasi yang akan menghadiri kongres PKC 25 Oktober depan. Beberapa pengamat menduga, ditolaknya Deng Pufang, 43 tahun, tak lain karena ia cacat. Putra sulung Deng Xiaoping ini mengalami cedera akibat dilemparkan dari jendela oleh Tentara Merah di tengah kecamuk Revolusi Kebudayaan. Tidak demikian halnya Chen Yuan yang adalah putra Chen Yun, ahli ekonomi berpengaruh dan anggota berkuasa penuh pada Komite Tetap Politbiro. Bo Xicheng, putra Bo Yibo juga tidak kurang suatu apa. Tapi sebagaimana halnya putra Chen Yun, putra Bo Yibo -- wakil ketua Komisi Penasihat Pusat PKC -- juga tidak terpilih menghadiri konperensi PKC. Yang juga ditolak adalah Chen Haosu, anak bekas menteri luar negeri RRC. Kegagalan Chen Yuan, Bo Xicheng, dan Chen Haosu dinilai oleh beberapa pejabat Cina sebagai sesuatu yang keterlaluan. "Mereka berbakat dan layak mendapatkan jabatan itu," kata seorang pejabat PKC. Bisa jadi, ada alasan khusus mengapa Chen Yuan tidak terpilih. Soalnya, Chen Yun, bapaknya Chen Yuan, yang dijuluki "dewa ekonomi" itu, konon selalu menjegal program reformasi Deng. Tapi harus diakui, kebencian pada anak-anak pejabat tinggi sudah merasuk di kalangan masyarakat biasa di Cina. Soalnya, banyak anak penguasa yang memberi contoh buruk, meremehkan hukum, dan melanggar peraturan. Mereka cenderung merebut jabatan empuk dan berfoya-foya ke luar negeri. Yang disebut guanxi alias koneksi di RRC memang sudah terlalu parah. Seorang mahasiswa Universitas Shanghai mengeluh tentang perlakuan istimewa yang diberikan dosen pada temannya. Belakangan baru ketahuan, temannya itu cucu seorang panglima perang pada zaman reolusi tahun 1920-an. Seorang pengusaha ekspor-impor mengeluh, waktunya habis tersita untuk mengurus surat-surat. "Birokrasi pemerintah berjalan seperti siput," keluhnya. Sedangkan bagi mereka yang bisa mengandalkan koneksi, segala urusan pasti beres dalam waktu singkat. Adalah Hu Yaobang, ketika itu masih menjabat ketua PKC, yang melancarkan gerakan antikorupsi pada 1986, sekaligus menyerukan efisiensi dan priratisasi berbagai perusahaan negara. Tapi, kabarnya, tujuan utama gerakan ini lebih pada usaha "menyentil" anak-anak pejabat yang menyalahgunakan status orangtuanya. Usaha Hu akhirnya kandas. Tampaknya, jalan menuju reformasi masih panjang dan berliku. Deng menyerukan perubahan yang sistematis dan drastis untuk mengakhiri penyelewengan wewenang dan konsentrasi kekuasaan yang terlalu terpusat. Guanxi tidak mustahil bakal dibabat habis-habisan. Sebab, reformasi itu sendiri idealnya mencakup pemisahan antara partai dan pemerintahan, pemindahan wewenang dari struktur organisasi tertinggi ke yang lebih rendah, perubahan sistem manajemen, peningkatan demokrasi, dan perbaikan sistem hukum. Pada kongres PKC Oktober depan itulah, agaknya, hal-hal besar itu akan dibahas tuntas. Y.S.M., Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini